Bab 1
Wanita itu mencuri pakaian dalam renda milikku, lalu mengenakan celemek di bagian luarnya.
Ketika penyedot debu kecil dinyalakan, celemek itu tersedot hingga terlepas, memperlihatkan hamparan kulit putih yang mulus.
"Astaga, Pak Jason, sepertinya celemeknya nggak sengaja tersedot," kata wanita itu.
Suamiku yang sedang menyesap sup jamur pun tertegun, matanya terpaku tak berkedip.
Aku adalah seorang influencer kecantikan dengan jutaan pengikut. Aku sudah mencapai kebebasan finansial selama masa keemasan media sosial.
Kemudian, aku bertemu dengan suamiku, CEO sebuah perusahaan properti besar yang terdaftar di bursa. Sebelum usia 30, aku memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga penuh waktu.
Hidupku selalu digambarkan dengan kata beruntung, sampai aku mempekerjakan seorang asisten rumah tangga yang tinggal di rumahku.
Sampai suatu hari, aku melihat rumahku sendiri di siaran langsung.
"Semuanya, lihatlah sarang burung walet darah asli dari Negara Talan ini. Kalian masih bisa melihat serat darahnya saat membukanya."
"Ini cumi-cumi besar yang segar, lihat kakinya yang masih bergerak. Aku akan memecahkan kepalanya untuk kalian."
"Hari ini aku menantang diri untuk melakukan tarian mengelap kaca di rumah seharga ratusan juta. Terima kasih kepada Kakak yang sudah mengirimkan hadiah!"
Stella Jayadi adalah seorang gadis muda dari desa, dengan hobi terbesar mengadakan siaran langsung. Setiap hari dia akan mendokumentasikan kehidupannya sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga kaya.
"Stella, hati-hati jangan sampai merekam informasi lingkungan dan penanda lokasi."
Aku tidak melarangnya melakukan siaran langsung, hanya khawatir siaran langsungnya akan membocorkan privasi.
"Tenang saja, Kak. Aku hanya merekam bagian dalam ruangan, nggak akan merekam di bagian luar," kata Stella sambil menyuguhkan semangkuk sup sarang burung walet dengan santan untukku, seolah ingin mengambil hatiku. "Selain itu, dengan siaran langsung ini aku bisa mendapatkan penghasilan ratusan juta sebulan. Aku juga ingin menabung secepat mungkin untuk membangun rumah besar di kampung halaman."
"Stella, buatkan aku camilan malam." Suamiku, Jason Stanford, tiba-tiba masuk.
"Baik, Pak Jason. Ah ...."
Stella sedang memperlihatkan meja rias milik wanita sosialita kaya kepada penontonnya. Dia memegang toner SK-II milikku, membuka tutupnya, lalu mencium baunya. Suamiku yang tiba-tiba masuk membuatnya terkejut hingga tangannya tidak stabil, lalu seluruh cairan toner itu tumpah.
"Kenapa kamu nggak memegangnya dengan baik?" Aku mengerutkan kening karena kesal.
"Maafkan aku, Kak. Maafkan aku ...." Stella buru-buru menyeka meja.
Aku dengan tidak sabaran mengambil tisu untuk mengelap cairan toner yang mengenai punggung kakiku. Namun, dari sudut mata aku melihat suamiku masih berdiri di ambang pintu. Matanya menatap ke arah Stella seperti serigala lapar yang melihat mangsanya.
Stella mengenakan kaus dengan potongan rendah berwarna peach. Warna cerah ini membuat kulitnya tampak seputih salju. Area lehernya berkilauan, tertutup cairan lengket yang mengalir ke bawah mengikuti lekuk tubuhnya, meninggalkan jejak gelap.
"Uhuk .... Uhuk, uhuk."
Aku berdeham, lalu melirik suamiku dengan pandangan tidak senang.
"Stella, biar aku membantumu membersihkannya."
Aku mengambil selembar tisu, lalu menyeka tulang selangkanya dengan lembut. Dua gundukan salju yang penuh itu sedikit bergetar searah dengan gerakan tanganku.
Benar saja, mata Jason menjadi makin cerah, sementara telinganya tanpa sadar berubah menjadi merah muda.
"Pak ... Pak Jason, aku akan membuatkan camilan malam untukmu."
Ketika Stella mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Jason yang seperti serigala lapar. Wanita itu segera mengalihkan pandangan, pipinya merona merah, lalu mencari alasan untuk melarikan diri.
"Kamu hanya menginginkan camilan malam, kenapa harus berdiri di sini begitu lama?" kataku dengan nada cemburu.
"Uhuk, aku melihat kalau kalian sedang melakukan siaran langsung, jadi aku ingin melihat barang baru apa yang kalian punya."
Jason berdeham karena merasa bersalah. Dia berbalik untuk berjalan pergi, tetapi matanya masih melirik ke arah sosok Stella yang menjauh.