Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Sekitar satu jam lebih berlalu, akhirnya pria itu menarik napas panjang dan menggerakkan pergelangan tangannya yang pegal. "Harusnya sekarang kamu sudah merasa jauh lebih baik. Setidaknya malam ini bayimu bisa menyusu lagi." Sensasi yang membuat seluruh tubuhku merinding itu perlahan menghilang. Aku membuka mata pelan-pelan, lalu melihat bagian dadaku basah. Wajahku kembali memerah. Aku buru-buru menunduk dan merapikan kembali pakaian yang tadi terbuka. Pria muda itu bangkit, lalu menuliskan nomor teleponnya di selembar kertas. Ekspresinya lembut, dan suaranya pun terdengar jernih serta menenangkan sampai rasanya ikut meresap ke dalam hatiku. "Kalau nanti payudaramu bengkak lagi, hubungi saja aku. Nenekku sudah susah jalan, jadi kalau kamu bilang ke beliau pun cuma bikin beliau cemas." Aku mengangguk, meski pandanganku masih sempat terpaku pada tangan pria itu yang putih, panjang, dan begitu rapi hingga sulit untuk tidak mengaguminya.. Setelah dia pergi, tanpa sadar aku menjilat bibirku, lalu mengangkat anakku yang sudah sangat lapar. Kali ini, semua benar-benar terasa jauh lebih baik. Saat anakku mulai menyusu, tubuhku ikut sedikit bergoyang mengikuti ritmenya. Tapi di kepalaku justru muncul lagi bayangan sentuhan pria itu yang hangat dan lembut. Andai saja bukan hanya sampai di situ ... Andai sentuhannya berlanjut ... Namun tiba-tiba, ada sensasi aneh muncul di antara kedua kakiku, membuatku tersentak sadar. Bagaimana bisa aku memikirkan hal seperti itu? Suamiku sedang tidak di rumah, dan aku malah membayangkan melakukan hal seperti itu dengan pria lain. Ini sangat memalukan. Malam itu, entah siapa tetangga yang memberi tahu, mertuaku jadi tahu ada pria asing yang datang ke rumahku. Tanpa peduli aku dan anakku sedang tidur, mereka langsung datang dengan marah-marah dan mulai menghantam pintu keras-keras. Aku terkejut dan langsung menggendong anakku yang menangis keras, lalu berjalan ke pintu. Begitu membukanya, aku langsung melihat wajah mertuaku yang begitu marah, sampai ekspresinya tampak menyeramkan. "Fani, apa salah kami sampai kamu berani berbuat seperti ini?" "Bagaimana bisa kamu melakukan hal yang nggak senonoh seperti ini!" Mendengar hujatan mereka, aku terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mencoba menjelaskan. Namun, tidak peduli bagaimana aku menjelaskan, kedua mertuaku tetap tidak percaya padaku. Akhirnya, urusan ini sampai ke telinga Dokter Wening. Baru setelah Dokter Wening dan pria itu berulang kali meyakinkan mertuaku, kemarahan mereka akhirnya mereda. Aku nyaris saja jadi bahan gosip seluruh desa karena kejadian ini. Kejadian itu membuatku marah selama beberapa hari berturut-turut. Aku tidak mengizinkan mereka bertemu anakku dan wajahku selalu terlihat tidak ramah. Mertuaku sadar mereka salah, dan setiap hari datang untuk meminta maaf. Namun, yang mereka dapat hanyalah penolakanku. Pada hari keempat, mereka datang membawa dua hidangan spesial. Satu sup daging sapi dan satunya lagi daging kecap manis. Supnya hangat, berwarna pucat dengan minyak yang mengkilap di permukaan, sementara hidangan kedua yang dimasak dengan bumbu manis tampak mengepul panas. Tampilannya begitu menggugah selera. "Fani, kami minta maaf padamu. Tapi kamu juga tahu, suamimu bekerja di kota demi kalian berdua. Kami khawatir kamu bisa melakukan kesalahan karena terbawa emosi,” kata mereka. Aku mendengarkan permintaan maaf mereka, sambil melihat dua hidangan lezat itu. Demi memastikan anakku mendapatkan ASI yang bergizi, aku membalas dendam pada kedua orang tua itu dan langsung memakan semua hidangan itu sekaligus. Tak disangka, setelah memakan daging sapi itu, keesokan harinya payudaraku kembali bengkak. Bahkan gumpalan yang baru saja hilang kembali muncul, sampai-sampai ada sedikit bercak darah. Anakku kembali kelaparan. Kali ini, aku benar-benar tak punya pilihan lain. Dengan perasaan cemas namun penuh harap, aku menelepon pria itu.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.