Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Begitu kembali ke Kediaman Panger, Caroline meminta pelayan untuk menurunkan semua foto pernikahan di dinding. Dia mengumpulkan semua hadiah yang diberikan oleh Paul dan benda pasangan milik mereka, lalu membakar semuanya. Setelah itu Caroline pergi ke halaman, pria itu menanam kebun gardenia yang luas khusus untuknya di dalam halaman ini. Paul pernah mengatakan jika bunga gardenia bagaikan cinta mereka yang murni dan tanpa cela. Caroline mengangkat setangkai bunga gardenia di tangannya, hidungnya langsung dipenuhi dengan aroma yang segar dan lembut. Pada detik berikutnya, Caroline meremas kelopak bunga dengan tangannya dan membiarkan kelopak itu berjatuhan di tanah. Lalu dia membakar semua taman ini dengan ekspresi datar. Api yang terpantul di pupil Caroline, membuat tatapannya terlihat kosong dan mati rasa. Rasa sakit yang datang terlambat akhirnya memenuhi hati Caroline dan juga mengalahkan rasa tidak nyaman di seluruh tubuhnya. Caroline sama sekali tidak bisa menanggung rasa sakit ini. Ini seperti rasa sakit yang tersisa setelah menggores tulang untuk menyembuhkan racun. Untung saja dia sudah bisa meninggalkan semua ini pada tiga hari ke depan. Dia akan memulai kehidupannya yang baru. Saat Paul kembali sambil memeluk Lucy, dia tidak menyadari ada yang salah kecuali rumah ini terlihat lebih bersih dan segar. Saat melihat Caroline sedang berkemas, dia bertanya sambil mengerutkan keningnya, "Carol, kenapa kamu berkemas?" Caroline menjawab tanpa menatapnya. "Ayah dan Ibu mau pergi ke luar negeri, aku juga mau pergi bersama mereka." "Kapan kalian pergi? Aku akan coba cek jadwalku dulu, aku mau pergi dengan kalian kalau ada waktu. Omong-omong Lucy juga belum pernah ke luar negeri, jadi dia bisa ikut dengan kita kali ini." "Benar sekali, Kak Caroline," ujar Lucy dari samping. "Aku juga mau pergi ke luar negeri." Gerakan Caroline berhenti sejenak saat mendengar ini, lalu dia berkata dengan tenang, "Aku sudah tanya jadwalmu pada asistenmu, di tanggal itu kamu harus menemani klien dan nggak punya waktu. Selain itu, bukankah adikmu masih butuh perawatan? Dia harusnya nggak boleh bepergian, 'kan?" Paul tertegun sejenak, tapi dia tidak mengatakan apa pun lagi. Rencana untuk menemani Caroline ke luar negeri berhenti sampai di sini. Keesokan harinya, kantor notaris menghubungi Caroline untuk mengambil dokumen sertifikasi. Begitu dia berjalan keluar, tiba-tiba ada orang yang membekap mulut dan hidungnya dari belakang! Bau eter yang kuat membuat jantung Caroline menegang. Hanya saja dia segera kehilangan kesadarannya. Begitu terbangun kembali, dia melihat kegelapan di depannya. Kedua matanya ditutup dengan kain hitam, kedua tangannya diikat di belakang punggung dengan ikatan kabel. Selain itu, kakinya juga diikat dengan tali. Dia mencium aroma makanan yang busuk, seperti kandang sapi dan domba di dalam gudang. Mungkin karena cahaya mataharinya terlalu terik, seberkas cahaya yang redup menembus kain linen hitam di depan mata Caroline. Dari balik kain yang berbintik-bintik, dia bisa melihat seorang pria dan wanita yang sedang bersama. Caroline mengenal wajah wanita itu dengan baik, dia adalah Lucy! Lucy menatap pria itu dengan tatapan tidak senang dan berkata dengan marah, "Bukannya aku minta kamu bunuh dia? Kenapa kamu malah bawa dia ke sini?!" Pria itu memiliki bekas luka di wajahnya. Ia menyalakan sebatang rokok dengan terampil, lalu mengepulkan asapnya. Suara pria itu sangat rendah dan serak, "Tentu saja demi tukar uang! Lucy, semua barang yang kamu mau berkualitas tinggi. Uang yang kamu kasih sebelum ini sama sekali nggak cukup." Raut wajah Lucy berubah setelah mendengar ini, lalu dia berkata dengan marah, "Ini semua salah wanita jalang ini!" Dia berkata sambil melirik Caroline. Caroline segera menahan napasnya tanpa berani bergerak. "Waktu itu aku bisa saja curi semua barang berharga itu dan menjualnya, tapi rencanaku malah dirusak olehnya. Jadi aku terpaksa mengembalikannya!" Nada bicara Lucy dipenuhi dengan amarah dan rasa tidak terima. "Barangnya sudah hampir sampai, kamu sendiri juga tahu kalau kamu harus bayar di tempat dan aku akan kasih barang itu padamu. Sekarang kita cuma bisa mengandalkan istri Paul untuk menukarnya dengan sejumlah uang." Pria dengan wajah yang terluka itu mematikan rokoknya sambil meludah. "Apakah kamu sudah menghubunginya?" Lucy tidak mengatakan apa pun, dia mendongak untuk bertanya pada pria itu. Pria itu menggelengkan kepalanya. "Belum, karena aku sedang menunggumu. Kamu adalah adik Paul, harusnya kamu tahu berapa harga wanita ini." Lucy berpikir selama beberapa saat. "Minta 100 miliar darinya." "Baik!" Pria itu segera mengetik pesan untuk dikirim pada Paul. Hanya saja saat dia sedang mengetik, tubuhnya tiba-tiba kejang-kejang dan gemetar. Ponselnya bahkan sampai terjatuh ke lantai. Lucy langsung mengetahui jika pria ini kecanduan narkoba, lalu mengeluarkan jarum suntik dari dalam sakunya dan menyuntikkannya ke dalam pembuluh darah pria itu tanpa ragu-ragu. Beberapa menit kemudian, pria itu perlahan-lahan membuka kedua matanya. "Terima kasih." "Kalau kamu benar-benar mau terima kasih padaku, lebih baik kamu kasih beberapa benda dengan kualitas yang bagus padaku." Lucy menyimpan jarum suntiknya dengan terampil, lalu berkata dengan tenang. "Haha." Pria itu terkekeh dua kali, lalu berkata, "Sebenarnya aku punya beberapa barang bagus sekarang. Awalnya aku berencana simpan benda ini untuk diriku sendiri, tapi karena kamu sehabis bantu aku, aku akan kasih kamu sedikit." Setelah itu dia mengeluarkan sebuah tas kecil yang bergambar badut berjanggut dari dalam sakunya. "Ini adalah barang baru yang sangat murni, aku jamin kamu pasti akan merasa sangat tenang begitu mengisapnya." Mata Lucy langsung berbinar. Caroline menatap mereka berdua dengan gugup, dia melihat ekspresi mereka yang semakin lama semakin rileks dan tatapan mereka yang perlahan-lahan kehilangan fokus. Dia mengetahui jika ini adalah kesempatannya!

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.