Bab 4
Gwen perlahan membuka matanya, sedangkan Juan duduk di samping ranjang pasien setelah dokter pergi. Pria itu mengernyit, sorot matanya tampak merasa bersalah.
Ketika melihat Gwen sudah sadarkan diri, Juan segera membantunya duduk. "Aku sudah tahu kejadian yang menimpamu. Maafkan aku, aku nggak menyangka Amira tega melakukan hal itu."
Gwen masih merasakan sakit yang parah di perutnya, bahkan tidak memiliki tenaga untuk berbicara.
Gwen menghela napas. "Aku mau lapor polisi. Amira sudah dewasa, tapi terus membuat masalah. Dia harus ditahan selama beberapa hari supaya jera."
Gwen mengambil ponsel dan hendak lapor polisi, tetapi Juan merebut ponselnya.
"Jangan. Amira nggak sengaja. Gwen, tolong jangan perpanjang masalah ini."
Gwen tertegun sejenak, kemudian berkata, "Maksudmu, percuma aku cuci lambung?"
Juan terdiam cukup lama, kemudian berkata, "Maafkan aku. Aku akan ganti rugi, tapi jangan laporkan Amira ke polisi."
Gwen menatap Juan. Sambil mendesah, Gwen berkata, "Bisa nggak kamu jangan terus bucin sama dia?"
Juan menggelengkan kepala. "Kalau pria yang kamu cintai masih hidup, kamu juga nggak ingin dia menderita, 'kan?"
Gwen tertegun. Sebelum sempat menjelaskan, Amira sudah bertanya duluan.
Beberapa saat kemudian, Gwen berkata, "Aku mengerti, nggak akan kulaporkan lagi."
Meskipun Gwen mengampuni Amira, kata-kata Gwen membuat perasaan Juan tidak nyaman.
Juan menatap wajah Gwen. Pria itu tidak bisa menahan emosinya, kemudian bertanya, "Bukankah pria itu sudah lama meninggal? Kenapa kamu masih memikirkannya?"
Gwen bingung tiba-tiba Juan menanyakan hal itu.
Bukankah Juan sudah tahu sejak lama bahwa Gwen mencintai Ivan?
Gwen tidak pernah peduli Juan mencintai Amira, tetapi kenapa pria itu marah saat merasakan Gwen mencintai Ivan?
Sebelum Gwen menjawab, ponsel Juan tiba-tiba berbunyi.
Itu adalah panggilan dari Amira.
Setelah menjawab telepon dari Amira, Juan meredakan emosi, sehingga amarah yang "aneh" di hatinya langsung mereda.
Juan berdiri. Sikapnya kembali sopan seperti sedia kala, nada suaranya terdengar tidak berdaya. "Amira membuat ulah lagi, aku harus pergi. Nanti kalau ada waktu, aku jenguk kamu lagi."
Gwen segera memanggil Juan saat melihat pria itu hendak buru-buru meninggalkan bangsal.
"Nanti jelaskan pada adikmu, karena sepertinya adikmu takut aku hamil. Aku nggak akan bisa hamil. Sejak kita menikah, aku sudah pasang IUD."
Langkah Juan tiba-tiba berhenti. Dengan ekspresi sulit menerima kenyataan, Juan menoleh dan bertanya, "Apa kamu bilang?"
Gwen memandangnya dengan heran.
Selama lima tahun mereka menikah, mereka berdua bersikap hormat satu sama lain. Juan juga selalu menunjukkan ekspresi datar.
Namun, hari ini Gwen berkali-kali melihat ekspresi Juan yang berbeda dari biasanya, ini jarang terjadi.
Gwen berkata, "Selain Ivan, aku nggak mau melahirkan anak pria lain. Kamu juga paham mengenai hal itu, 'kan?"
Seketika itu juga, ekspresi Juan berubah muram. Pria itu seperti sedang menahan emosi dan berkata, "Maaf, aku masih nggak paham. Segera jalani operasi untuk pengangkatan IUD."
Setelah berkata demikian, karena takut Gwen menolak, Juan menambahkan, "Ini adalah kewajiban sebagai istri."
Sambil menggelengkan kepala, Gwen berkata, "Aku sudah mengajukan surat cerai, jadi aku nggak perlu melakukan kewajiban sebagai istri."