Bab 9
Setelah keluar dari rumah sakit, Primus berkata lembut padanya, "Evita, beberapa hari lagi adalah ulang tahun pernikahan kita yang kelima. Aku mau menyiapkannya dengan baik. Beberapa hari ini aku nggak pulang ke rumah, kamu istirahat saja di rumah."
Beberapa hari berikutnya, dia memang tidak kembali.
Sementara itu, Dominic justru terus memperbarui status media sosialnya.
Dia memamerkan hadiah-hadiah mewah, berlatar hotel mahal atau pantai pribadi, dengan tulisan ambigu penuh rasa bangga dan manja seperti wanita yang sedang dimabuk cinta.
Meski wajah pria dalam foto selalu disembunyikan, Evita mengenali tangan dengan tulang yang tegas dan jam tangan mahal di pergelangannya. Itu milik Primus.
Dia melihat unggahan itu tanpa emosi, bahkan terasa sedikit lucu.
Dia diam-diam membereskan kopernya, hanya menunggu pembebasan terakhir.
Akhirnya, pada pagi hari ulang tahun pernikahan mereka yang kelima, Evita menerima telepon dari Kantor Catatan Sipil.
"Nyonya Evita, masa mediasi perceraian Anda dan Pak Primus sudah berakhir. Sertifikat perceraian sudah selesai. Anda bisa datang mengambilnya kapan saja."
Setelah menutup telepon, Evita mengembuskan napas panjang.
Akhirnya ... semua berakhir.
Dia menarik kopernya yang sudah lama dipersiapkan dan melangkah keluar dari vila tanpa menoleh.
Pada saat bersamaan, ponselnya berbunyi. Itu pesan dari Primus.
[Evita, jam tujuh malam ini, di restoran berputar lantai paling atas Hotel Birminton. Aku sudah siapkan makan malam perayaan ulang tahun pernikahan yang mewah dan kejutan untukmu. Kamu harus datang, ya.]
Evita menatap pesan itu, sudut bibirnya tersenyum dingin dan sinis.
Kejutan?
Evita juga sudah menyiapkan kejutan untuknya.
Semoga ... Primus menyukainya.
Dia tidak membalas pesan itu. Dia langsung pergi mengambil sertifikat perceraian, lalu memanggil taksi menuju bandara.
Sedangkan ponselnya? Dia berikan begitu saja pada seorang pengemis di pinggir jalan.
"Ini untukmu."
Setelah membuang ponselnya, dia berjalan ke pintu keberangkatan, tidak menoleh lagi.
Di sisi lain, di lantai paling atas Hotel Birminton.
Primus memakai jas yang sangat mahal. Ruangan pesta dihias romantis dan mewah. Bunga mawar berbentuk hati, cahaya lilin bergoyang, iringan suara biola ... semuanya sangat sempurna tanpa cela.
Namun, tokoh wanitanya tidak ada di sana.
Waktu terus berjalan dan sudah lewat pukul tujuh.
Primus yang awalnya penuh harap mulai gelisah. Dia terus melihat jam dan menelepon Evita.
Pertama, tidak diangkat.
Kedua dan ketiga ... tetap tidak diangkat.
Ada firasat tidak enak, seperti tanaman merambat dingin, perlahan melilit hatinya.
Sampai akhirnya, entah panggilan ke berapa, telepon terhubung!
"Evita! Kamu di mana? Kenapa belum datang?"
Namun yang terdengar dari seberang adalah suara pria asing yang serak dan kasar, "Kamu siapa?"
Jantung Primus seketika tenggelam. "Kamu siapa? Di mana pemilik ponsel ini?"
"Oh, maksudmu wanita cantik itu ya? Dia memberikan ponsel ini padaku, katanya nggak mau lagi. Aku melihatnya masuk ke bandara tadi. Sepertinya mau pergi jauh ... halo? Halo?"
Bandara ... pergi jauh ... ponselnya tidak mau lagi ....
Beberapa kata itu bagai palu berat yang menghantam jantung Primus!
Dia langsung panik! Kepalanya mendadak kosong!
Evita mau pergi ke mana? Kenapa dia kasih ponselnya pada orang lain?
Tidak, mustahil. Mungkin ponselnya dicuri!
Ya! Pasti begitu! Evita pasti masih menunggunya di rumah!
Dia meraih kunci mobil dan berlari keluar hotel seperti orang gila dan mengebut pulang ke vila.
"Evita! Evita!" Dia membuka pintu dan berteriak dengan panik.
Yang menyambutnya hanyalah keheningan.
Di ruang tamu, semua jejak keberadaan Evita telah lenyap.
Bunga iris kesukaannya di vas sudah kering, selimut lembut yang biasa dia gunakan di sofa tidak ada, bahkan aroma lembut yang dulu begitu dicintai Primus telah menghilang dari udara.
Seluruh rumah terasa dingin seperti makam besar.
Pandangan Primus akhirnya jatuh pada sebuah benda di atas meja ruang tamu.
Sebuah dokumen bersampul merah tua dan secarik kertas.
Dengan tangan gemetar, dia mengambil buku itu ... sertifikat perceraian.
Saat dibuka, fotonya dan Evita terpampang di dalam, dengan stempel yang jelas dan tidak bisa dibatalkan.
Seolah tersengat, dia langsung menutupnya, lalu mengambil kertas kecil itu.
Di atasnya hanya ada satu kalimat, dengan tulisan tangan cantik namun sangat tegas.
[Primus, aku sangat bersih, yang kotor itu kamu.]
Primus seperti disambar petir. Kepalanya berdengung hebat!
Aku sangat bersih? Yang kotor itu kamu?
Apa maksudnya? Kenapa Evita menulis kalimat seperti itu?
Saat pikirannya kacau dan bingung ....
"Plak!"
Televisi besar di ruang tamu tiba-tiba menyala sendiri!
Layar mulai memutar sebuah video dengan resolusi sangat tinggi.
Latar belakangnya berbagai kamar hotel mewah, ruang istirahat kantor, bahkan kursi belakang limusin Rolls Royce itu!
Di layar, dia melihat dirinya dan Dominic saling berpelukan dengan tubuh, gerakan tidak pantas, suara desahan dan tawa menggoda bergema jelas di seluruh ruang tamu yang dingin itu.