Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

"Belum." Hanya satu tamparan, bagaimana mungkin marahnya reda? Jason mengangkat tangan Chelsea yang tadi menamparnya, menaruh di bibir dan menciumnya dengan lembut. "Sakit ya? Nanti di rumah aku kompres dengan es, juga akan berikan penjelasan yang masuk akal, ya? Jangan marah karena orang yang nggak penting." Chelsea menunduk, sorot matanya memancarkan kesedihan. Mungkin inilah sifat jelek pria. Kalau tidak ketahuan langsung selingkuh di ranjang, mereka tidak pernah mau mengakui kesalahan. "Orang nggak penting?" "Maksudnya Nona Jesslyn?" Chelsea memiringkan kepala, menatap wajah Jesslyn. Wajah Jesslyn pucat pasi, kaku seperti patung, jauh dari gaya menantang waktu pertama masuk toko. "Iya." Jason jawab tegas, tanpa ragu. Suara Jason terdengar tegas, tanpa ragu sedikit pun. Wajah Jesslyn semakin pucat. Keluar dari toko, Chelsea langsung berjalan ke mobilnya. Jason menarik tangannya, memaksa dia berdiri di sisinya. "Naik mobilku. Aku antar kamu pulang." Chelsea melepaskan diri, tapi genggamannya kuat sekali, tidak bisa dilepas. Akhirnya dia ditarik ke mobil Jason. Jason membuka pintu penumpang depan. Di atas kursi dengan interior berwarna abu-abu dan hitam, tergeletak sebuah jepit rambut berwarna merah muda dan putih. Jason mengambil dan menyingkirkan benda itu dengan tenang. Chelsea mendengus. "Perlu dicek lagi? Siapa tahu ada barang pribadi lain. Kalau aku tanpa sengaja melihat pakaian dalam, aku takut mataku bintitan." Jason yang tadinya tenang langsung meledak seperti kucing yang ekornya diinjak begitu mendengar kalimat itu. "Chelsea, kenapa pikiranmu harus sejorok itu?" "Aku mencintaimu, tapi nggak akan pernah menuruti segala keinginanmu. Peristiwa seperti hari ini adalah yang pertama terjadi dan aku berharap itu juga yang terakhir. Saat ini, Grup Jimino berada di tahap penting untuk naik ke level berikutnya dan partner kerja di sekitarku nggak mungkin nggak ada lawan jenis." "Hari ini kamu mempermalukan Jesslyn, aku bersedia menurutimu karena dia hanya staf kecil. Kalau nanti orang yang kamu curigai seorang wanita dengan posisi tinggi, apakah kamu masih bisa bersikap seenaknya seperti ini, bagaimana Grup Jimino bisa berkembang lebih jauh?" Chelsea menatapnya dengan tenang, mata beningnya seperti dilapisi es. Baru sekarang dia menyadari betapa hebatnya kemampuan manipulasi Jason. Chelsea tidak bertengkar juga tidak naik mobil Jason, langsung balik ke mobil sendiri dan pergi. Ada banyak orang berlalu lalang di luar toko gaun pengantin, Jason tidak menahannya membuka pintu mobil sendiri. Saat akan masuk, dia melihat Jesslyn berjalan keluar dari toko dengan wajah pucat. Jason diam sesaat, mengangkat tangan memberi isyarat. "Naik." Di sisi lain. Chelsea menatap bagian belakang mobil hitam mewah di depannya yang penyok dengan plat nomor angka 8 berderet. Dia sempat melamun sehingga menabrak mobil di depannya. Karena menabrak, dia harus tanggung jawab. Dia turun untuk minta maaf pada orang di mobil itu. "Maaf, aku ...." Sopir hanya melirik sebentar, tidak bicara dan membuka pintu belakang dengan hormat. Dari dalam turun seorang pria berwibawa, kemejanya terkancing rapat sampai leher, wajah tegas dan dingin. Begitu melihatnya, sebuah bayangan melintas di kepala Chelsea. Dia tahu kalau pria di depannya adalah .... Belum sempat dia buka mulut, pria itu sudah berjalan menjauh. Dia bersandar di pagar tepi jalan, tangan kiri memegang ponsel sambil menelepon. Sesekali angin menerbangkan anak rambutnya, memperlihatkan dahinya yang lebar. "Nona, setelah mobilnya selesai diperbaiki, hubungi aku saja. Aku akan menyuruhmu pergi mengambilnya." Sopir itu menyerahkan sebuah kartu nama pada Chelsea. Chelsea sempat melirik ke arah sana. Pria itu masih menelepon, sepertinya ada masalah. Keningnya sedikit berkerut, tangannya sesekali terulur bermain dengan burung kecil yang bertengger di pagar. Sepuluh menit kemudian, sebuah mobil van datang. Pria itu segera naik, sopirnya tetap tinggal untuk membereskan urusan di sini. Sebelum masuk mobil, pandangan pria itu sempat melihatnya, membuat Chelsea buru-buru mengalihkan tatapan dengan gugup. Setelah semua urusan selesai dan mencatat semua informasi, Chelsea pulang sudah larut malam. Di sela itu, Jason sempat mengirim pesan lagi. Chelsea tetap tidak balas. Dia terlalu lelah. Setelah mandi, dia pun terlelap. Keesokan harinya, dia sudah janjian lewat aplikasi jual rumah dengan calon pembeli yang berminat untuk melihat vila. Sekalian, dia membereskan dan membuang sebagian barang. Sebagian besar adalah pernak-pernik kecil yang dulu diberikan Jason saat mereka kuliah. Barang-barang yang dulu sangat disayanginya, baru dia sadari ternyata begitu murahan setelah pandangannya terhadap Jason berubah, sama seperti Jason sendiri. Tiga hari kemudian. Saat Jason kembali, Chelsea sedang berada di halaman, merapikan bunga mawar yang baru mekar. Dia masuk dari pintu gerbang, melingkarkan tangan dari belakang dan menempel mesra. "Istriku, kangen aku nggak?" Chelsea mendengus dingin, "Di sampingmu sudah ada wanita cantik yang menemani, masih perlu aku rindukan? Mungkin kamu ingin aku jangan mengingatmu, supaya nggak mengganggu pertemuan rahasiamu dengan wanita itu." Suara Chelsea tenang dan bergegas melepaskan diri ketika Jason lengah. Aroma parfum wanita samar melekat di tubuhnya, membuatnya mual. Jason bereaksi cepat, mengangkat tangan mencengkeram pinggang Chelsea dan kembali menariknya ke dalam pelukan. Ototnya yang kekar terasa panas meski dilapisi kemeja. Chelsea berjuang, tapi Jason memegangnya lebih erat lagi, membuatnya tak bisa bergerak. "Aku hanya mencintaimu, jangan marah lagi, ya?" Dia membungkuk, berbisik di telinganya dengan suara rendah dan menggoda seakan meminta damai. Jari Chelsea menekan kuat, tertusuk duri mawar hingga berdarah. Tapi rasa sakit di ujung jari tak mampu menutupi gelombang jijik yang muncul di hatinya. Tangannya terkulai, ranting mawar berserakan di tanah. Jason menyadari itu, dia meraih tangan Chelsea dan mengenyit saat melihat darah di jarinya. Dia membungkuk hendak mengisap darah di jari itu. Begitu ujung jarinya menyentuh bibir hangat pria itu, wajah Chelsea seketika berubah. Bagaimana mungkin setelah tiga hari bersama Jesslyn, dia masih bisa berpura-pura penuh kasih di hadapannya? Bibirnya sudah mencium Jesslyn berkali-kali. Kotor! Terlalu kotor! Chelsea spontan menampar wajah Jason yang tampan. Telapak tangannya sampai mati rasa. Pria itu hanya diam, menatapnya dengan wajah masam dan dingin.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.