Bab 5
Judy mencibir, "Vinnia, kamu pikir kamu itu siapa? Kamu pikir cuma karena kamu menandatangani kontrak bernilai miliaran dengan Grup Universal, mereka akan memperlakukanmu seperti orang kaya? Kamu pikir bisa begitu sombong? Memangnya kenapa kalau kamu orang penting? Toh aku tetap mendapat peran utama di film 'Akhir Dunia 2076'."
"Heh." Vinnia terkekeh pelan, "Kamu pikir kamu mencurinya? Lebih tepatnya, aku memberikannya padamu karena kasihan."
Wajah Judy membeku.
Vinnia menyelipkan sehelai rambut ke belakang telinganya dan berkata perlahan, "Selama bertahun-tahun di industri ini, nggak ada yang mampu dan ada berani mencuri peranku. Kalau kamu berani, kamu harus membayar harganya."
Vinnia mendekati Judy. "Kamu pikir bisa berbuat sesuka hati cuma karena mengandalkan Grup Lirton, Keluarga Sinor dan pria itu? Kamu kira untuk apa aku kembali?"
Judy menyipitkan matanya. "Untuk apa?"
"Aku kembali untuk merebut kekasihmu," kata Vinnia sebelum terdiam sejenak, "Nggak cuma kekasihmu, tapi juga sumber daya, status, ketenaran dan kekayaanmu. Aku mau semuanya."
Vinnia kembali dan meninggalkan Judy tanpa apa pun.
Inilah utangnya.
Tatapan tajam Vinnia membuat Judy mundur setengah langkah.
Ada niat membunuh tersirat di mata wanita itu.
Bahkan kebencian yang membara.
"Sepertinya kamu sangat membenciku." Judy tentu saja tidak mengenali orang di hadapannya sebagai Valenna yang meninggal lima tahun lalu dan masih terintimidasi oleh sikap tegas wanita itu, "Aku cuma mencuri peran darimu dan kamu menyimpan dendam padaku?"
Vinnia memperlihatkan senyuman acuh tak acuh. "Karena Nona Judy begitu murah hati, nggak apa-apa. Bagaimana kalau berikan kekasihmu padaku?"
Judy terkejut. "Apa?"
"Darren." Vinnia tersenyum. "Aku sangat tertarik pada pria ini."
"Vinnia, bisa-bisanya kamu begitu nggak punya malu? Beraninya kamu menginginkan kekasihku! Kamu pikir kamu itu siapa?" Wajah Judy memerah karena marah dan malu, "Biar kuberi tahu kamu. Meski kamu telanjang bulat dan berdiri di depan Darren, mustahil dia akan melirikmu!"
"Nggak punya malu?"
Vinnia tertawa mendengar ini. "Nona Judy, sepertinya kamu masih belum mengerti pria. Pria cuma berpikir dengan bagian bawah tubuh mereka. Kamu pikir dia nggak akan melirikku kalau aku berdiri telanjang di depannya?"
Judy tercengang.
Vinnia tertawa menantang. "Kamu mana tahu kalau nggak dicoba? Semua pria itu sama saja."
Judy berkata dengan marah, "Jadi, kamu pakai cara itu untuk bisa dapat posisi ini? Ada banyak rumor kalau kamu tidur dengan sutradara demi posisimu. Begitu liar dan nggak punya malu, cuma pura-pura sok lugu!"
Vinnia tidak merasa demikian. "Iya, aku memang seperti yang kamu katakan. Aku tidur dengan sutradara, produser dan investor. Nggak cuma mereka, aku juga ingin tidur dengan kekasihmu. Kalau kamu memang sehebat itu, awasi kekasihmu baik-baik atau aku akan bosan kalau bisa mendapatkannya dengan mudah."
"Kamu!" Judy tiba-tiba menjadi gelisah, "Kamu mana layak?"
Vinnia membalas dengan sinis, "Kamu pikir kamu layak? Bukankah saat itu kamu seorang simpanan yang naik pangkat? Takut kehilangan pria yang kamu rebut?"
Wajah Judy memucat karena marah. "Kuperingatkan kamu, pria ini bukanlah orang yang bisa kamu idamkan!"
Vinnia berkata dengan santai, "Pak Darren tampan, kaya raya dan berkuasa. Kutanya kamu, wanita mana di negeri ini yang nggak menginginkannya?"
Judy berteriak, "Kamu nggak layak!"
"Aku layak atau nggak itu bukan urusanmu. Nona Judy, kita tunggu saja." Vinnia hendak pergi.
Judy berbalik, meraih tangan Vinnia dan berkata dengan sinis, "Aku nggak takut kamu nggak bisa tidur dengannya, cuma takut kamu nggak begitu beruntung."
"Kamu pikir kata-katamu bisa mengancamku?" Vinnia menepis tangan wanita itu dan mencibir dengan sinis, "Nona Judy kira ancamanmu akan berpengaruh padaku?"
Judy melihat Vinnia pergi, begitu marah hingga tenggorokan terasa seperti tercekat.
Henny bergegas masuk. "Judy ...."
Judy hampir menangis. "Vinnia ini sombong sekali!"
Dia memasang wajah garang. "Bukankah malam ini ada pesta minum? Biarkan dia merasakan akibat kalau menyinggungku!"
"Judy, apa rencanamu?"
Judy membisikkan beberapa kata di telinga Henny. Dia terlihat terkejut, tetapi langsung menenangkan diri.
"Aku mengerti."
"Buat dia tidur dengan Pak Hendro. Besok penggemar setianya akan melihat idola mereka tak lebih dari seorang pelacur yang rela melakukan apa saja demi uang!"
...
Klub Devian.
Vinnia keluar dari mobil dan menatap gerbang yang megah.
Ini adalah klub pribadi terkenal di Kota Nirkan, tempat berkumpul kesukaan banyak orang kaya dan terkenal.
Pelayan menuntunnya ke sebuah pintu, membukanya dan Vinnia perlahan masuk.
Ruangan pribadi itu cukup besar, sekitar dua atau tiga ratus meter persegi dengan alunan musik yang menenangkan.
Beberapa pria duduk di sofa, wajah mereka asing.
Setiap orang didampingi seorang wanita. Beberapa bertubuh seksi dan menggoda, sementara yang lainnya manis serta rupawan. Setiap orang memiliki pesonanya sendiri.
Vinnia seolah sudah terbiasa dengan suasana seperti itu dan duduk di sofa dengan tenang.
Kedatangannya langsung mengubah suasana di ruangan pribadi itu.
Siapa yang tidak kenal Vinnia, seorang aktris papan atas?
Pada saat yang sama, dia langsung mengenali salah satu wanita itu.
Herdian.
Seorang aktris muda yang sedang naik daun dan dipromosikan oleh industri hiburan. Meskipun kurang berbakat dalam berakting, modal yang dimiliki telah mendorongnya ke posisi aktris muda terkenal. Meskipun banyak skandal, dia memiliki banyak penggemar.
"Pak Hendro!" Herdian memanggil dengan manis sambil merangkul lengan seorang pria, "Kok terus menatap wanita lain?"
Pria yang dipanggil "Pak Hendro" adalah pria gemuk dengan rambut menipis, wajah gemuk dan kulit kemerahan.
Dia membalas, "Ini bukan 'wanita lain'! Ini Vinnia, artis yang baru saja menandatangani kontrak dengan Grup Universal!"
Vinnia samar-samar ingat orang itu.
Hendro adalah pengembang real estat yang terjun ke industri hiburan beberapa tahun lalu sekaligus merupakan salah satu pemegang saham Grup Universal.
Herdian diam-diam memutar bola matanya.
Alasan dia berusaha keras untuk menyanjung Hendro adalah karena kalau bisa memenangkan hati pria itu, peran utama dalam film berikutnya pasti akan menjadi miliknya.
Namun perhatian Hendro tidak tertuju pada Herdian, dia sangat tertarik pada Vinnia.
Dia belum pernah bertemu dengan Vinnia. Pertemuan pertama ini membuatnya sangat takjub.
Masih ada wanita secantik itu di dunia ini.
Rambut hitam legam.
Wajah halus dan putih.
Pipi mulus berwarna merah muda.
Bibir merah merona.
Kulit Vinnia sangat halus dan lembut, wajah yang putih terlihat memerah begitu diterpa angin sepoi-sepoi, membuat orang ingin menciumnya.
Polos namun memikat, mulia dan anggun. Itulah yang menggambarkan Vinnia dengan sempurna.
Herdian yang berdiri di samping tidak lagi terlihat menarik.
Herdian memelototi Vinnia dengan kesal karena tidak ingin pusat perhatiannya dicuri. Dia pun berkata dengan sinis, "Kak Vinnia, ini perjamuan penyambutan yang Pak Hendro siapkan khusus untukmu. Nggak masalah kalau kamu terlambat, tapi bukankah seharusnya kamu dihukum dengan tiga gelas bir?"
Vinnia menopang dagunya dengan anggun. "Minum sebagai hukuman? Siapa yang berani menghukumku?"
Vinnia berkata sambil menatap Hendro dengan penuh arti.
Hendro benar-benar terpesona oleh tatapannya dan langsung berkata, "Nggak ada! Akulah yang salah karena nggak menjadi tuan rumah yang baik. Aku harus menghukum diriku dengan tiga gelas bir!"
Herdian benar-benar kebakaran jenggot.
Semua orang di ruangan pribadi ini adalah orang penting dengan pengaruh besar, tetapi Vinnia malah mengabaikan mereka semua.
Dengar-dengar ....
Bonus penandatanganan yang diberikan Grup Universal padanya adalah 200 miliar.
200 miliar!
Atas dasar apa?
Herdian semakin tidak terima.
Dia tiba-tiba teringat tugas yang diberikan Judy, melirik bubuk yang tersembunyi di tas dan mengatupkan bibir.
Rencananya adalah menyelipkan obat ke dalam gelas bir saat Vinnia mabuk, lalu membuatnya tidur dengan Hendro.