Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Vinnia menggertakkan gigi. Darren berkata dengan nada dingin, "Menurutmu tempat apa ini? Ini Klub Devian." Tempat apa Klub Devian itu? Ini adalah tempat untuk mencari kesenangan dan menikmati hiburan. Banyak orang kaya suka datang untuk membicarakan bisnis, bersenang-senang dengan wanita sambil memastikan transaksi bisnis diselesaikan secara damai. Wanita di sini hanya objek hiburan tanpa nama ataupun reputasi. Bukankah Vinnia ingin bermain dengannya? "Darren!" "Aku mengizinkanmu memanggilku dengan namaku." Darren menangkup wajah mungilnya, "Kalau mau, panggillah aku seperti itu beberapa kali lagi." Detik berikutnya, pria itu menunduk untuk mencium Vinnia, membuatnya tidak bisa bernapas. Vinnia tanpa sadar mencoba menghindar, tetapi jari-jari ramping Darren mencubit pipi wanita itu, membuatnya terpaksa membuka mulut. Begitu mulut terbuka, pria itu memperdalam ciuman. Darah panas mengalir melalui setiap pembuluh darah di tubuh. Saat ini Vinnia tidak bisa mundur ataupun menghindar. Vinnia tiba-tiba menggigit sekuat tenaga, samar-samar aroma darah menyeruak di antara bibir dan gigi. Darren mengernyitkan dahi dan terpaksa mundur. Vinnia langsung mundur ke tempat yang aman sementara dan menatap pria itu dengan waspada. Separuh tubuh pria itu diselimuti kegelapan, matanya penuh dengan niat membunuh yang mengerikan. "Enyahlah!" Vinnia membalik meja kopi ke lantai dan mengambil gelas kristal sebelum dibanting ke arah pria itu. Dengan suara "prang". Gelas kristal itu mengenai tubuhnya, lalu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping. Wajah pria itu tetap tenang. Sepatu kulitnya bergesekan dengan pecahan kaca dan seketika sudah dekat dengannya. Suara yang rendah dan dingin terdengar di atas kepala. "Mau kabur ke mana?" Darren mencengkeram kerah baju Vinnia dan menekannya ke dinding. Wajah Vinnia langsung memerah dan langsung mencoba mendorongnya, tetapi tubuh berotot pria itu sama sekali tidak bergeming. Vinnia marah sekali dan menggigit leher Darren. "Hiss ...." Darren mengerutkan kening kesakitan, kemudian melirik wajah yang memerah. Beraninya wanita ini menggigitnya? Wanita itu benar-benar mengerahkan tenaga, seketika darah mengalir dari sudut bibirnya. "Kamu pikir bisa kabur?" Darren menghantamkan tinjunya kuat-kuat. Tinju itu menghantam dinding, mendarat tepat di samping telinga Vinnia. Vinnia terkejut. Pria itu menggertakkan gigi dan bertanya, "Sebenarnya siapa kamu?" Vinnia, "..." "Vinnia? Valenna?" Darren mencibir, "Ini kamu?" "..." "Kenapa, masih mencoba sembunyi?" Vinnia berkata, "Pak Darren, Valenna sudah meninggal, 'kan? Siapa yang kamu cari dalam diriku?" "Ada tanda lahir berbentuk bulan sabit di bahumu," kata Darren sambil mengangkat tangan untuk mencengkeram lehernya. Vinnia menegang sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak. "Kenapa, Pak Darren datang untuk memastikan identitasku? Nggak masalah, silakan." Ketenangan Vinnia membuat mata Darren berkilat. Semua kecurigaan itu membuat Darren benar-benar curiga wanita di hadapannya adalah Valenna yang telah kembali. Dia tidak yakin Valenna sudah mati atau belum. Darren tidak menghadiri pemakaman, bahkan tidak mengunjunginya setelah dikremasi dan dimakamkan di makam keluarga. Lima tahun lalu, Hugo pergi ke luar negeri dan tidak menghilang tanpa jejak. Hugo dan Valenna juga sangat dekat. Dia menyelidiki informasi tentang Vinnia. Vinnia memulai debut lima tahun lalu dan dekat dengan Keluarga Janir. Bahkan ada rumor Vinnia adalah menantu pilihan Keluarga Janir. Kebetulan sekali. Darren punya alasan untuk curiga Valenna belum mati dan Vinnia ini adalah Valenna. Selain itu .... Mungkin penampilan Vinnia yang berubah total itu karena operasi plastik atau mungkin .... Darren menatap bahu wanita itu, kulitnya putih bersih tanpa cela. Darren terus menggosok dengan ujung jari, tetapi tanda lahir berbentuk bulan sabit yang dia bayangkan tidak terlihat di mana pun. Pria itu menatap Vinnia dengan curiga, lalu melihat wanita itu menyeringai dengan sinis, "Kenapa? Sudah dapat jawaban yang kamu mau?" "..." "Valenna sudah lama meninggal," kata Vinnia dengan sinis, "Bukankah itu pilihanmu, Pak Darren?" Mata Darren diam-diam memerah. Pandangannya terus tertuju pada titik itu, kulit putih bersih tanpa jejak disembunyikan. Dia terus menggosok kulit wanita itu dengan sampai memerah. "Sudah cukup belum?" tanya Vinnia dengan ketus, "Tapi bukankah melegakan kalau wanita itu mati?" Darren menatapnya. "Apa katamu?" Vinnia berkata, "Semua orang di Kota Nirkan bilang Keluarga Sinor punya menantu yang jelek dengan wajah penuh bintik-bintik merah, memalukan sekali! Pak Darren adalah pria tampan dan berkuasa, beraninya wanita jelek itu menikahimu? Bukankah Keluarga Sinor malu punya menantu seperti itu?" "Diam!" "Aku nggak bisa membayangkan bagaimana kamu bisa tidur dengan wanita jelek itu. Darren, meski kamu menelantarkan wanita jelek itu, itu sudah takdirnya. Kamu juga nggak mau anak dalam kandungannya, 'kan?" Darren hendak menyerang. Ponsel tiba-tiba berdering. Dia pun menenangkan diri sejenak, lalu melonggarkan dasi dengan kesal sebelum mengangkat ponsel dan melihat Judy yang menelepon. Pria itu menjawab dan suara Judy terdengar dari ujung sana. "Kak Darren, kamu di mana?" "Aku di ...." Mata Vinnia berbinar, lalu tiba-tiba menerkam Darren, merangkul bahunya. "Pak Darren, siapa yang menelepon?" Darren memelototinya. Suara Judy tiba-tiba menegang. "Siapa itu?" "Pak Darren ... aku kepanasan ...." Napas Vinnia pelan, suaranya manis dan lembut, "Bukankah kamu bilang mau menemaniku? Malam ini kamu milikku ...." "Kak Darren ...." Darren meraih tangan Vinnia dan menggenggamnya erat-erat. "Sudah cukup?" "Pak Darren, jangan terburu-buru ...." Suara Vinnia bergetar, "Kamu akan merobek bajuku ...." Vinnia berkata sambil merebut ponsel dari tangan pria itu, mengakhiri panggilan dan mematikannya sebelum dilambaikan dengan penuh kemenangan. Setelah itu, dia melemparkan ponsel ke tempat sampah dengan penuh kemenangan. Mata Darren menyipit. Tiba-tiba .... Darren meraih sikat pinggang dan melepaskannya dengan satu sentakan, kemudian mengikat kedua tangan Vinnia tinggi-tinggi di atas kepala sebelum digantung di lampu dinding. "Mau main denganku? Oke." Darren membuka kancing kemejanya dengan santai. Detik berikutnya, tubuh berotot dan garis baru serta leher yang sempurna terungkap. Dalam cahaya redup, Vinnia langsung diselimuti kegelapan. Seolah ditarik ke jurang oleh tangan tak terlihat .... ... Sementara itu. Judy menatap panggilan yang telah diakhiri dengan amarah meluap di dada. Dia buru-buru menelepon kembali, tetapi ponselnya mati. Dia langsung mengenali suara di ujung telepon ... itu adalah Vinnia. Darren bersamanya!? Dia menelepon lagi. Kali ini dia menghubungi Nandi dan panggilan itu langsung dijawab. "Nona Judy?" "Mana Kak Darren? Di mana dia?" "Di Klub Devian." "Klub Devian ...." Judy menggigit bibirnya, "Aku akan segera ke sana." "Nona Judy." Nandi memperingatkan dengan serius, "Lebih baik jangan datang." "Kenapa?" "Tempat ini penuh wartawan," kata Nandi, "Sepertinya media telah mendengar sesuatu dan mengepung tempat ini." "..." Nandi berkata, "Kalau kamu datang, pasti akan ada masalah." Judy bertanya dengan marah, "Sekarang dia bersama siapa?" "Entahlah, aku mana berhak menanyakan rencana Pak Darren?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.