Bab 1
Vila Keluarga Wirawan.
Seluruh penjuru dihiasi dekorasi meriah, tapi hampir tidak ada tamu, hanya ada beberapa anggota inti Keluarga Wirawan yang duduk di kedua sisi.
Di tengah ruangan, Sharleen sedang melangsungkan upacara pernikahan dengan seekor ayam.
Kenapa mempelainya seekor ayam?
Sederhana saja, karena Aditya sang pengantin pria mengalami kecelakaan mobil beberapa waktu lalu. Dokter bilang sudah tidak ada harapan hidup lagi dan menyuruh keluarga membawanya pulang untuk menyiapkan pemakaman.
Tapi Tuan Muda Aditya adalah anak kesayangan Keluarga Wirawan.
Leoni, ibu Aditya tidak terima dan mengundang seorang peramal dari Kota Kosrax. Peramal itu bilang, satu-satunya cara Tuan Muda Aditya bisa selamat hanyalah melalui pernikahan penolak bala.
Sejak kecil Aditya sudah dijodohkan dengan putri Keluarga Thio, yaitu Adeline Thio.
Begitu mendengar harus ada pernikahan penolak bala, mereka langsung ingin menikahkan Aditya dengan Adeline.
Tapi Adeline menolak, bahkan diam-diam menikah dengan seorang duda sehingga membuat ayahnya marah besar.
Agar tidak menyinggung Keluarga Wirawan, akhirnya Sharleen, anak tiri Keluarga Thio, yang dipaksa menggantikan Adeline.
Untungnya, perjodohan itu sudah berlangsung lebih dari sepuluh tahun, jadi Keluarga Wirawan juga tidak ingat siapa nama putri Keluarga Thio yang dijodohkan.
Namun ini bukan paksaan, Sharleen sendiri yang rela, tidak ada yang mengancamnya.
Kenapa pernikahan sebagus ini harus ditolak?
Tito Wirawan, ayah Aditya sudah bilang, sebagai tanda balas budi, apa pun hasilnya, akan diberikan mahar sebanyak empat ratus miliar.
Bagus sekali, 'kan? Tidak perlu menemani makan, minum, atau tidur. Begitu Tuan Muda Aditya meninggal, Sharleen bisa memakai uang itu untuk membeli rumah dan mobil di Kota Sunther. Kalau nanti usianya sudah lebih tua dan merasa kesepian, dia bisa memelihara berondong.
Soal kemungkinan Aditya bisa bertahan hidup gara-gara pernikahan penolak bala?
Itu jelas tidak mungkin.
Sharleen tidak percaya ramalan.
Dokter saja sudah bilang tidak bisa diselamatkan, mana mungkin dirinya bisa membawa keberuntungan sebesar itu untuk suaminya, sampai bisa membuat orang yang sudah hampir masuk gerbang kematian kembali lagi ke dunia?
Upacara pernikahan selesai.
Leoni menatap Sharleen dengan mata berkaca-kaca, "Aditya ada di lantai atas, kamu naiklah dan temani dia. Kalau ada apa-apa, bilang saja ke pembantu."
"Baik."
Sharleen menjawab patuh.
Wajahnya berbentuk oval, pipinya sedikit berisi, memberi kesan manis, polos, dan imut.
Seorang kerabat berkata, "Lihat wajahnya, pasti membawa hoki bagi suami. Mungkin saja Aditya benar-benar bisa bangun."
"Betul." Kerabat yang lain ikut mengangguk.
Sharleen, "..."
Dia benar-benar baru tahu kalau wajahnya ternyata punya efek menghidupkan orang mati.
Sharleen pasrah dan berjalan naik ke lantai atas.
Kamar pertama adalah kamar Tuan Muda Aditya.
Saat masuk, dia melihat seorang pria muda berbaring di ranjang.
Wajahnya pucat, pucat seperti mayat.
Sharleen benar-benar kaget, tapi setelah mengumpulkan keberanian dan melihatnya sekali lagi. Meski mata pria itu terpejam, tapi wajahnya tampan. Alis tegas, hidung mancung, garis wajah bersih dan tajam, benar-benar sosok yang sangat menawan.
"Sayang sekali nggak jadi artis."
Sharleen bergumam, lalu mendekat untuk mengecek napas Aditya, "Lemah sekali, apakah dia sudah mati?"
Tiba-tiba hatinya berdebar.
Dia mendekat lagi, membuka kelopak mata Aditya.
Eh!
Entah hanya perasaannya atau bukan, dia seolah melihat bola mata pria itu bergerak.
Sharleen penasaran, jadi melihat mata satunya lagi.
Kemudian, dia menemukan kalau mata itu terbuka dan bola mata yang dingin sedang menatapnya.
"Ah!"
Sharleen terkejut hingga melompat, lalu tersandung kursi, hingga jatuh ke lantai bersama kursi.
"Ada apa? Ada apa?"
Pembantu yang mendengar suara ribut, buru-buru berlari masuk.
"Astaga, tuan muda sudah sadarkan diri!" Pembantu menjerit kaget.
"Benarkah, Aditya sudah sadar?" Leoni dan Tito buru-buru berlari masuk.
"Aditya, kamu benar-benar sudah bangun? Master Raka luar biasa, sungguh luar biasa!" Leoni gemetar karena terharu dan memeluk putranya erat-erat.
Jakun Aditya bergerak susah payah. Dia sudah sadar, tapi masih tidak punya tenaga bicara.
"Jangan menangis! Cepat bawa ke rumah sakit." Tito mengingatkan.
"Benar, benar, dokter bilang kalau sadar harus segera dibawa ke rumah sakit. Panggil ambulans! Sharleen, kamu ikut juga. Kamu pembawa hoki, pasti bisa membuat Aditya pulih dengan cepat."
Sharleen, "..."
Bukan.
Dia tidak seberuntung itu, 'kan?
Selama dua puluh empat tahun hidup, baru kali ini Sharleen tahu dirinya punya bakat menghidupkan orang mati.
Hal itu membuatnya mulai mempertanyakan hidup.
Bukankah seharusnya, begitu Aditya meninggal, dia bisa menjadi janda?
Dia hanya ingin menjadi janda yang bisa hidup dengan bahagia.
...
Jam sepuluh malam.
Sharleen yang memakai baju pengantin tradisional merah, duduk di kursi luar ruang gawat darurat dengan linglung.
Saat ini, pintu ruang gawat darurat terbuka.
Dokter melepas masker, "Ini benar-benar keajaiban. Pasien awalnya nggak punya harapan hidup sama sekali, tapi nggak disangka ... ini pertama kalinya aku melihat kasus seperti ini. Tenang saja, pasien sudah melewati masa kritis, kondisinya sudah aman sekarang."
"Syukurlah!"
Leoni menangkupkan tangan sambil menangis, "Ini benar-benar mukjizat dari Tuhan, terima kasih Master Raka. Sharleen, terima kasih. Kamu penyelamat anakku."
Selesai berkata, Leoni menggenggam erat tangan Sharleen.
Dokter agak bingung, soalnya ucapan terima kasih malah ditujukan pada orang-orang yang tidak jelas, "Eh ... hal berbau mistis nggak ada dasar ilmiahnya, sebaiknya jangan terlalu percaya."
Leoni mendengus, "Kalau nggak berterima kasih pada master dan menantuku yang membawa hoki, memangnya aku harus terima kasih pada dokter? Waktu itu kalian bilang anakku sudah nggak bisa diselamatkan lagi."
Dokter, "..."
"Sudahlah, ke depannya masih membutuhkan perawatan dokter agar nggak ada komplikasi." Tito buru-buru menarik istrinya.
Aditya segera dipindahkan ke ruang perawatan.
Sharleen ditugaskan menemani di kamar. Meski disebut menemani, Keluarga Wirawan sebenarnya sudah mempekerjakan dua perawat, jadi Sharleen di situ hanya sekadar formalitas.
Dia berbaring di sofa, memikirkan bagaimana menghadapi hari-hari ke depan, saat telepon tiba-tiba berdering.
Ketika melihat siapa yang menelepon, Sharleen buru-buru keluar ruangan untuk mengangkatnya, "Kak ...."
"Sharleen, aku dengar kamu menggantikanku menikah dengan Keluarga Wirawan. Kamu gila ya? Tuan Muda Aditya itu sudah setengah masuk liang kubur!"
Suara Adeline terdengar marah dan cemas.
Padahal biasanya, kalau dua orang yang tidak memiliki hubungan darah membentuk keluarga baru, hubungan antar saudara jarang bisa akur.
Namun dia dan Sharleen hanya terpaut sekitar satu tahun, jadi meskipun bukan saudara kandung, karena setiap hari tinggal di bawah satu atap, berangkat dan pulang sekolah bersama, membuat hubungan mereka sangat dekat.
"Bukan, Keluarga Wirawan bilang akan kasih mahar sebesar empat ratus miliar. Aku pikir, setelah menikah ke sana dan menunggu Aditya mati, aku bisa ambil uangnya dan hidup bebas." Sharleen cepat-cepat memotong, takut kakaknya banyak pikiran.
"..." Adeline menggertakkan giginya, "Lalu bagaimana kondisi Aditya sekarang?"
Begitu hal ini diungkit, Sharleen langsung merasa kesal, "Malah sadarkan diri setelah menikah untuk mengusir sial denganku."
Adeline, "..."
Sharleen menghela napas, "Jangan bicarakan aku lagi. Kamu masih muda dan cantik, tapi malah menikah dengan Wakil Profesor Andres, duda tua itu?"