Bab 2287
Josie turun dari ayunan dan berjalan menuju Zayne. Matanya yang bulat dipenuhi amarah, dan ada aura keluhan yang menyelimuti wajahnya.
“Apa hakmu meneriakiku, Zayne Severe?! Kau berlari keluar untuk bermain-main tadi malam dan pulang lebih awal pagi ini tanpa memberikan penjelasan apa pun pada kami. Aku bangun pagi-pagi sekali, membuatkan sarapan untuk Joseph, dan mengantarnya ke taman kanak-kanak. Kau tidak hanya tidak menunjukkan kepedulian terhadap kami tapi kau meneriaki kami tanpa alasan yang baik? Apa kau tidak tahu kau terlalu berlebihan, Zayne?!”
Zayne berkata dengan hati nurani yang sedikit bersalah, “Aku sibuk dengan pekerjaan tadi malam. Bukankah seharusnya kau lebih perhatian padaku?”
Josie telah kelelahan sepanjang pagi tapi tidak menerima sedikit pun perhatian dari Zayne. Zayne bahkan meminta Josie untuk lebih memperhatikannya. Josie langsung marah dan berkata tanpa ragu, “Kerja, kerja, kerja. Bagimu Ini selalu tentang pekerjaan. Kau tidak punya keuntungan sepanjang tahun. Apa pekerjaan benar-benar lebih penting daripada istri dan anakmu?!”
Zayne melompat seolah-olah seseorang telah menginjak lukanya. "Aku tahu itu. Aku tahu kau memandang rendah pekerjaanku. Aku sama sekali tidak berguna di matamu.”
Josie mencibir. “Kau tidak berguna sejak awal. Kau tidak bisa mengurus keluargamu, kau juga tidak bisa mengurus istri dan anakmu. Kau tidak pernah mendapatkan hasil dalam pekerjaanmu. Kau bukan anak berusia tiga tahun lagi, Zayne. Bukankah kau sudah tahu hidupmu adalah sebuah kegagalan?”
Zayne berkata dengan marah, "Ya, aku tahu di matamu, aku hanya seorang pria dengan kekurangan dan tanpa kekuatan."
“Kekurangan terbesarmu adalah kau tidak bisa mengakui ketidakmampuanmu. Kau telah berkecimpung dalam bisnis selama lebih dari sepuluh tahun dan kau gagal setiap tahun. Kenapa kau tidak bisa menjadi ayah ruamh tangga saja?” kata Josie dengan putus asa.
Josie meneriakkan semua rasa frustrasi yang ia simpan di dalam hatinya selama beberapa tahun terakhir.
Ia telah mencoba yang terbaik untuk mendukung Zayne dalam bisnisnya. Mustahil bagi Zayne untuk menghasilkan banyak uang, tapi ia mengalah hanya agar Zayne bisa mempertahankan martabatnya sebagai seorang pria dan menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya.
Meskipun demikian, keputusan Josie ini menjadi bumerang.
Zayne memusatkan seluruh perhatiannya pada karirnya, dan ia bekerja keras dengan harapan mencapai kesuksesan besar, tapi Zayne benar-benar tidak cocok untuk berbisnis.
Ia mengalami banyak kegagalan tapi masih tidak mau menyerah. Seiring berjalannya waktu, hal itu menyebabkan konflik besar antara Josie dan Zayne.
Zayne merasa Josie memandang rendah dirinya dan memandang upayanya dengan jijik.
Adapun Josie, ia berpikir Zayne hanya punya pekerjaan di matanya dan tidak terlalu peduli dengan dirinya dan putra mereka.
Oleh karena itu, konflik dan kerenggangan diam-diam memisahkan mereka lebih jauh.
Zayne akhirnya berteriak, “Kalau kau tidak bisa hidup seperti ini lagi, maka kita akan bercerai.”
Josephine menatap Zayne dengan tidak percaya. Meskipun ia tidak puas dengan ketidakdewasaan Zayne, ia masih ingat pria ini adalah pria yang ia dapatkan dengan susah payah dan putus asa setelah pertempuran panjang.
Ia sangat menghargai takdir yang diperoleh dengan susah payah ini.
Josie tidak pernah berpikir Zayne akan menggumamkan kata 'perceraian' dengan begitu mudah.
Josie menangis. Ia bertanya pada Zayne dengan nada tersendat, "Apa kau sudah lama ingin bercerai?"
Zayne tidak mengatakan sepatah kata pun.
Josie terlalu sedih untuk berbicara tetapi ia berhasil menahan kata-katanya, "Apa kau benar-benar berpikir aku tidak bisa hidup tanpamu?"
Zayne tetap diam.
Josie mencibir. “Kalau kau ingin bercerai, aku akan memenuhi keinginanmu. Tapi, karena kau telah mengkhianati cintaku, aku tidak akan membiarkanmu melakukannya dengan mudah. Joseph akan menjadi milikku. Kau tidak perlu membiayai Joseph satu sen pun di masa depan dan kau tidak akan mendapatkan hak kunjungan.”
Zayne tidak pernah menyangka biaya perceraian akan begitu signifikan. Untuk waktu yang lama, ia tidak bisa menerima perpisahan yang kejam ini.
Ia melunak dan berkata, “Aku hanya bercanda denganmu. Kita pasangan tua sekarang. Kenapa kita harus bercerai?”
Josie merasa lebih lega.
Ia menatap Zayne dengan tajam dan memperingatkannya, "Aku tidak pernah mau mendengar lelucon seperti ini lagi."