Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5 Kamu Menggodaku?

Keesokan paginya, aku bangun, mandi, lalu berdiri di depan jendela besar. Aku melihat Ricky sedang berlatih dengan kantong tinju di halaman. Di bawah sinar matahari, dia mengenakan kaos olahraga putih, memperlihatkan otot cokelat kekar. Belakang kepalanya seperti punya mata. Sesaat kemudian dia menoleh ke arahku, tersenyum manis dengan gigi putih rapi. Wajah tegas tampan seperti cahaya menerobos kegelapan. Aku mengangguk padanya, lalu menoleh ke arah lain, buru-buru merapikan barang, bersiap ke rumah sakit. "Kamu yakin mau ke rumah sakit buat kerja hari ini?" Ricky menyeka keringat dengan handuk sambil mendekat. "Tentu saja." "Tanganmu bisa menyetir?" "Nggak, aku bisa naik taksi." Aku tidak tahu kenapa aku menjawabnya dengan begitu tegas seolah bertemu musuh. "Bisa operasi?" "Bisa memeriksa pasien." "Sudah lihat berita?" "Aku nggak lihat berita." Aku tidak punya Instagram, juga tidak memakai WhatsApp. Aku juga tidak membuka notifikasi berita gosip di ponsel. "Kalau begitu tunggu aku sebentar. Aku antar kamu." Dia berkata sambil melepas kaos, memperlihatkan kulit cokelat kekar dan berkilau di bawah matahari. Aku segera mengalihkan pandangan dan berkata, "Nggak perlu." "Aku bilang tunggu, ya tunggu. Bisa nggak jangan sok kuat?" Dia melangkah cepat masuk ke dalam rumah, sepertinya mau mandi. Aku mengabaikannya dan keluar kompleks vila. Aku mengeluarkan ponsel untuk memesan taksi ke rumah sakit. Di depan rumah sakit, aku melihat lautan manusia, banyak wartawan yang memadati tempat itu. Petugas keamanan keluar semua, sepertinya tidak bisa mengusir mereka. Mobil tidak bisa masuk, aku turun di pinggir jalan, ingin melihat apa yang terjadi. Ada kerusuhan medis lagi? "Lihat! Itu Dokter Keisha!" Seseorang berteriak. "Dokter Keisha datang!" Semua orang bergerak mendekat. "Katanya Gabrielle keguguran, benar nggak?" "Dokter Keisha! Kenapa tunangan Anda membatalkan pernikahan?" "Dokter Keisha, apakah ini benar karena ada masalah dengan rahim Gabrielle seperti yang Anda katakan atau karena dia merebut tunangan Anda, jadi Anda mengutuknya keguguran?" Kemarin siang Gabrielle datang mencari masalah dan malamnya sudah keguguran. Pagi ini wartawan sudah datang, 24 jam terakhirku benar-benar heboh! "Jangan buat keributan di rumah sakit, ini bukan dunia hiburan." Aku sangat membenci para wartawan ini. Mereka ada di mana saja, tanpa peduli situasinya. Tapi aku tidak bisa pergi dan dikerumuni banyak orang. Ada berbagai jenis mikrofon, rasanya hampir masuk ke mulutku. "Dokter Keisha, katanya Anda yatim piatu, keluarga tunangan Anda sangat kaya. Apa karena sewaktu kecil terlalu banyak menderita, jadi Anda harus menikah dengan keluarga kaya?" "Perilaku kalian sudah mengganggu pekerjaanku, aku akan lapor polisi." Aku berkata dengan suara tajam, tapi karena satu tanganku tidak terlalu bisa dipakai, begitu mengambil ponsel, langsung dijatuhkan seseorang. Lalu dari samping, orang-orang saling mendorong-dorongan, ponselku tidak tahu ponselku sudah tertendang sampai ke mana. Diam-diam, juga ada orang tidak dikenal yang seperti sengaja memukulku dengan sesuatu. Saat aku mulai panik, tiba-tiba ada seseorang muncul di samping. Dia langsung merangkulku, membuka kerumunan dengan cepat, lalu menarikku untuk berlari. Kami berlari melewati beberapa gang dan akhirnya berhasil meninggalkan orang-orang itu. Saat sampai di tempat yang aman, dia melepaskanku dan aku bersandar di dinding sambil terengah-engah. Dia menurunkan masker, mengambil sebatang rokok, menyalakannya, lalu bersandar dingin di dinding sambil merokok. "Aku bilang akan mengantarmu, tapi kamu nggak mau." Suara Ricky terdengar pelan. "Kamu sudah tahu akan jadi begini?" Aku menyibak poni untuk mengusap keringat di dahiku. "Berita ini sudah heboh sejak semalam." Ricky menyerahkan ponsel yang layar depannya pecah padaku. Aku sangat kaget. Bagaimana dia bisa menemukan ponselku di antara kerumunan orang sebanyak itu? "Cepat atau lambat dia akan datang mencariku untuk operasi." Aku tersenyum. Mau bikin gosip sebanyak apa pun, kalau sakit tetap harus berobat. Memangnya dia mau mati? "Kamu lumayan tenang ya. Nggak takut namamu rusak?" Ricky berkata, lalu menyibak rambutku dengan lembut, gerakannya sangat alami. "Nggak masalah, terima kasih untuk hari ini." Aku mengangkat bahu, tersenyum tulus dan menatapnya. "Mau bagaimana terima kasihnya?" Ricky menjentikkan puntung rokok ke tempat sampah tidak jauh dari situ. Lalu menumpukan sebelah tangannya ke dinding dan menatapku dengan tajam. Aku spontan ingin menghindar. Begitu menoleh, aku melihat sosok mencurigakan yang bersembunyi di sudut dinding .... Aku berjinjit, menaruh kedua tanganku di bahu Ricky dan mencium bibirnya. Aku dapat merasakan dia terkejut sejenak. Aroma rokok mint samar khas pria menyelinap ke dalam dadaku. Aku sempat hanyut dalam lamunan untuk sesaat, tapi ketika akal sehat kembali, aku melepasnya lalu bertanya genit, "Bolehkah berterima kasih seperti ini?" "Menggodaku?" Ricky menatapku dengan penuh minat. "Hmm." Aku mengatupkan bibir sambil tersenyum tipis. "Kamu dokter." "Dokter juga manusia, aku juga seorang wanita." "Kamu tertarik denganku?" "Bagaimana denganmu?" "Kamu tunangan adik sepupuku!" "Sebentar lagi bukan." Aku melirik ke arah sudut tembok, mungkin para wartawan yang mengintai itu sudah mengambil fotonya.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.