Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 7

Baik-baik saja? Kekanakan? Bahkan cara Lizania menanyakan pun begitu wajar, seakan-akan semua ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan dirinya, malah berbalik mengajari orang lain bahwa mereka yang salah. Selama bertahun-tahun, Lizania selalu seperti ini. Dalam batas tertentu, aku sudah lama mati rasa. Diriku bahkan mengira akan menjalani hidup seperti ini selamanya, terutama karena aku tidak pernah menemukan titik untuk menantangnya, atau tepatnya, sebuah kesempatan. Namun tepat kemarin, titik keseimbangan itu akhirnya muncul. Dia sekarang duduk di sampingku. Lampu lalu lintas berganti-ganti cahaya. Sementara dia menatap lurus ke depan, berfokus menyetir, seakan sama sekali tidak mendengar suara dari ponselku. Aku sangat ingin meluapkan semuanya, tetapi Aurelius ada di sampingku, aku tidak ingin membuat keadaan menjadi terlalu buruk. Ada hal-hal tertentu yang memang harus dibicarakan secara langsung. Aku menghela napas. "Lizania, nanti setelah aku sampai rumah, kita bicarakan, ya?" "Hmm, baik. Andre bilang kamu seharian ini sibuk, pasti capek ... hati-hati di jalan, ya." "Malam ini aku juga masih ada urusan penting, jadi aku nggak ikut campur urusan kalian, sepasang kekasih!" Aku menutup telepon, entah kenapa, tiba-tiba teringat satu kejadian semasa SMA. Waktu itu aturan kelas sangat ketat, aku diam-diam berpacaran dengan cowok yang kusukai saat belajar malam. Bisa dibilang itu jarang. Berpacaran di usia sekolah, hampir tidak ada yang berani. Sebenarnya itu hanyalah cinta masa sekolah yang sangat murni, bersih, tanpa noda. Namun suatu kali, saat kami berpegangan tangan di koridor, Lizania melihatnya. Prestasi akademisku selalu nomor satu seangkatan, setiap gerak-gerikku selalu diperhatikan. Aku seharusnya adalah siswa yang patuh pada aturan, jadi isi hati yang tersembunyi harus benar-benar kusimpan rapat. Karena itu aku tanpa sadar merasa takut, memohon padanya agar tidak memberi tahu guru. Lizania sangat kooperatif, dia tidak memberi tahu guru. Namun dia memberi tahu ketua kelas dan teman-teman sekelas, lalu ketua kelas diam-diam memberi tahu wali kelas. Anak laki-laki itu dipindahkan ke sekolah lain, sementara predikat Siswa Teladan Kota yang kudapatkan berkat peringkat pertama seangkatan justru jatuh ke tangan Lizania. Saat upacara penghargaan, Lizania juga menggunakan nada polos seperti ini untuk berkata padaku .... "Yuni, jangan sedih, ini juga demi kebaikanmu, kok." "Lagi pula, aku 'kan nggak memberi tahu guru, itu yang kamu minta." "Aku punya banyak teman, di antara para gadis selalu suka gosip, aku juga nggak sengaja menyebarkannya." "Aku nggak menyangka mereka akan memberi tahu guru ...." Sejak kecil sampai besar, tidak pernah sekali pun aku menang melawannya dengan kata-kata. Begitu Lizania merasa terpojok, alisnya yang cantik sedikit berkerut, dan keberpihakan langsung sepenuhnya jatuh ke arahnya. Barang-barang milikku, pada akhirnya selalu bisa jatuh ke tangan Lizania. Karena itu setelahnya, tak peduli seberapa keras aku berusaha, semuanya terasa sangat sia-sia. Apa yang mau dikatakan, bagaimana mengatakannya, kepada siapa mengatakannya .... Semua tidak berguna.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.