Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 6

Keesokan paginya, saat bangun, Stanley sudah tidak ada di sisi, hanya ada sebuah cincin rubi yang tergeletak sendirian di dalam kotak, seolah menjadi penyerahan dirinya tanpa kata. Hanna menyeret tubuhnya yang sakit dan pegal untuk membersihkan diri. Sudut bibirnya yang terkoyak membuatnya mengernyit menahan sakit. Perlahan dia menuruni tangga, melihat Stanley dan Sheila sudah duduk berhadapan untuk sarapan. Sheila tampak tersenyum bahagia. "Kak Stanley, rumahmu sungguh besar, bahkan ada paviliun sendiri dan kolam renang. Bisa tinggal di rumah sebagus ini, kamu benar-benar hebat." Saat melihatnya turun, Stanley hanya menatap dingin, sama sekali tidak ada sisa kehangatan semalam. "Kak Hanna, ayo makan bersama." Tiga tahun berlalu, Sheila terlihat lebih dewasa dan cerdas, namun setiap gerak-geriknya tetap menunjukkan sikap manis dan imut, sesuai fantasi para pria tentang cinta pertama. Stanley mengulurkan tangan, menghapus remah-remah makanan di bibirnya, membuat Sheila tertawa riang. "Kalian makan saja." Hanna merasa mual, dan memerintahkan pelayan membawa seporsi baru makanan ke kamarnya. "Apa lagi yang kamu ributkan?" Stanley dengan tidak sabar mendorong pintu. "Apa kamu merasa aku sengaja bersikap dingin padanya?" tanya Hanna sambil mengangkat alis. Stanley terlihat agak ragu, lalu menggeleng. "Dia nggak akan melakukan apa-apa. Aku dan dia cuma teman. Kalau memang mau, kami sudah bersama sejak lama. Dia hanya tinggal sementara. Setelah terbiasa, dia akan pindah. Bisa nggak berhenti meributkannya?" "Kamu bilang dia cuma tinggal sementara ... tapi kenapa aku baru tahu sekarang? Di internet, dia disebut-sebut sebagai Nyonya Sentana. Sekarang dia bisa masuk rumah sesuka hati, tapi kamu diam saja dan membiarkannya tinggal di sini. Kamu kira aku siapa?" Piring sarapan terjatuh ke lantai, Hanna menuntut penjelasan dengan marah. "Semua itu hanya spekulasi di internet, kenapa harus terlalu serius? Dulu kamu bijaksana dan lapang dada, sekarang karena gosip kecil saja jadi ribut, masih pantaskah kamu disebut Nyonya Sentana?" Stanley berkata dengan kesal. "Jelas-jelas aku istrimu, tapi aku harus rela melihat hakku direbut, rumah kita ditempati orang lain. Kamu hanya memperlakukanku sebagai istri di rumah, tapi ke luar justru menyebut dia sebagai istrimu. Apa kamu ingin aku diam dan menanggung semua ini?" Air mata menetes saat Hanna meluapkan rasa kecewanya. Namun, itu malah membuat Stanley kecewa. "Semua ini sudah kamu nikmati selama tiga tahun. Bagaimanapun juga, kamu tetap istriku. Sementara dia, hidup sendirian tak punya apa-apa. Apa kamu begitu egois sampai nggak mau berbagi sedikit pun dengannya?" "Setelah kembali dari luar negeri, dia bisa bekerja apa saja untuk hidup. Kenapa malah kamu yang harus menafkahinya? Haruskah kamu merugikan aku demi menguntungkan dia? Aku ini istrimu!" "Emosimu nggak beres, Mario ngomong apa lagi padamu? Aku sudah bilang jangan bergaul dengannya, tapi kamu nggak pernah mendengarku." Stanley menatap ke bawah, seolah tak ingin melanjutkan perdebatan. "Sheila telah berkorban terlalu banyak untukku, aku harus menebusnya." "Kakak marah ya, aku nggak mau lihat kalian bertengkar. Kalau aku mengganggu hidup kalian dan membuat kalian nggak senang, aku akan pindah saja." Suara Sheila terdengar dari bawah, bercampur suara Stanley yang samar. "Dia nggak akan berani, tenang saja." Cincin rubi itu dilempar ke sudut laci. Kemudian Hanna menatap kolam renang di bawah, termenung, dan menangis tanpa suara. Air kolam yang jernih memantulkan cahaya matahari ke matanya. Dulu saat mereka sedang jatuh cinta, Stanley sering menggambar di bawah cahaya lampu malam. Begitu Hanna mendekat, dia langsung gugup dan berusaha menyembunyikannya. Kemudian Hanna akan memeluk Stanley dengan manja, barulah pria itu mau menunjukkan kertas itu dengan wajah memerah

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.