Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8 Membela Keadilan Untuk Angel

Kening Angel berkerut. Detik itu juga dia ragu, apa dia kurang tidur sampai berhalusinasi. "Kepala perawat diberhentikan?" Elbert, "Benar." Angel terkejut. "Kenapa?" Elbert, "Kepala perawat sebenarnya sudah tahu kamu diganggu pasien itu. Tapi dia nggak lapor ke pihak rumah sakit, juga nggak ambil tindakan apa pun. Akibatnya, pasien itu semakin berani, sampai berani menghadangmu di rumah sakit." Angel, "Tapi itu kan nggak sampai harus dipecat?" Elbert, "Dia pernah bilang sama kamu, jangan menyinggung pasien, 'kan?" Angel, "Memang seharusnya begitu, apa yang dikatakan kepala perawat tidak salah." Elbert, "Secara teori benar, tapi dunia nggak hanya soal teori. Kalau ada orang yang main kotor dan dia hanya menyuruhmu taat aturan, itu namanya menindasmu." Perasaan Angel campur aduk. Dia tahu, kata-kata itu memang masuk akal, tapi dunia nyata sudah lama mengajarkan pada orang yang tidak punya koneksi dan sandaran, kalau mau bertahan hidup, kamu harus bisa terima logika melenceng itu. Dari umur dua puluh dua sampai dua puluh delapan, dari dulu yang penuh semangat menegakkan keadilan, sampai sekarang hanya bisa pasrah saja. Elbert, "Sewaktu istri pemilik Rumah Sakit Siloma memanggilku pulang dari luar negeri, dia pernah bilang dia nggak peduli bagaimana rumah sakit lain, tapi di Siloma, siapa pun, entah tenaga medis bahkan petugas kantin, selama kerja sesuai tugasnya, kalau diganggu orang luar, rumah sakit akan lindungi. Tapi kalau yang bikin masalah orang dalam, dia harus dikeluarkan dan nggak akan diterima lagi selamanya." Angel tahu, karena kalimat itu memang tertulis di peraturan resmi rumah sakit. Tapi dia tetap merasa cemas, "Terus bagaimana denganku?" Elbert berkata tenang, "Saat kamu masuk kerja nanti, keluarga pasien dan pasien sendiri akan minta maaf ke kamu. Direktur departemen akan datang langsung untuk menyampaikan permintaan maaf." Angel langsung merasa dingin di tulang belakangnya. Mulutnya terbuka, tapi dia bahkan tidak bisa bersuara. Elbert, "Kalau kamu punya permintaan lain, bilang saja. Nanti aku bantu sampaikan." Angel sampai mati rasa dan buru-buru berkata, "Pak Elbert, tolong kasih aku waktu menenangkan diri dulu, otakku agak macet.." Elbert, "Makanya tadi aku bilang, kamu tidur dulu. Aku telepon hanya buat kasih tahu, semuanya sudah beres, jangan khawatir." Begitu mendengar Elbert akan menutup telepon, Angel langsung berkata, "Pak Elbert." "Hmm?" Angel bertanya, "Anda nggak apa-apa, 'kan?" Elbert menghela napas pelan, nyaris tidak terdengar, "Aku nggak apa-apa, hanya ganti tempat kerja saja." Urat di pelipis Angel langsung menegang, "Anda mau pindah ke mana?" Elbert berkata, "Nggak bermaksud sombong, tapi di mana pun aku kerja, aku akan disambut dengan baik." Angel refleks berkata, "Kakak senior Anda istri pemilik Rumah Sakit Siloma. Dia bahkan melindungiku, dia nggak bantu Anda?" Elbert, "Dia berpihak pada yang benar, bukan pada keluarga." Angel, "Kalau begitu, biar aku yang pergi, Anda yang tetap tinggal!" Masalah ini dari awal memang karena dirinya. Mana mungkin dia tetap tinggal sementara Elbert harus pergi. Di seberang telepon, Angel terdengar panik tapi juga berusaha tetap tenang. Lalu dari ponselnya terdengar suara tawa pelan. Selama dua jam terakhir Angel sudah mengalami terlalu banyak hal, sampai-sampai mulai meragukan dirinya sendiri, merasa bingung dan kehilangan arah. Suara Elbert terdengar lembut dan berisi senyuman, "Kamu benaran mudah percaya sama orang." Angel, "..." Karena tidak mendengar suara Angel, Elbert mencoba menebak, "Kamu marah, ya?" Angel juga sempat pikir dirinya bakal marah, tapi ternyata .... Dia diam-diam menghela napas lega, "Nggak. Ini malah lelucon paling lucu yang aku dengar hari ini." Tiga detik kemudian, Elbert menahan tawanya dan dengan nada antara serius dan lembut, dia berkata, "Aku nggak pergi, kamu senang nggak?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.