Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

"Besok hari ulang tahun Scarlet. Jam 7 malam, Hotel Imperial." Suara di ujung telepon terdengar dingin dan asing, "Jangan telat." "Aku nggak ...." "Sudah, ya." Panggilan itu tiba-tiba diakhiri, membuat Chivonia tidak punya kesempatan untuk menolak. Pada hari perjamuan, Chivonia memilih gaun hitam sederhana. Begitu masuk, Chivonia melihat Scarlet sebagai pusat perhatian dan Stevino yang sudah lama tidak dia temui. "Scarlet beruntung sekali," bisik kedua wanita di samping, "Orang tua angkat sangat sayang, Pak Stevino juga sangat peduli padanya." "Benar. Kudengar Pak Stevino sendiri yang menyelenggarakan perjamuan ini. Lihat sampanye itu! Diterbangkan khusus dari Negara Farcia, harganya sembilan digit per botol. Bunga-bunga itu baru saja diterbangkan dari Negara Berdino pagi ini. Seluruh ruang perjamuan didekorasi menyerupai taman kesukaan Scarlet yang menghabiskan biaya ratusan miliar." Obrolan para tamu terdengar. Chivonia menyesap bir sambil menatap Stevino yang berdiri tidak jauh darinya. Hari ini pria itu mengenakan setelan hitam. Kemejanya terbuka dengan santai, memperlihatkan bagian kecil tulang selangka, memberinya aura orang kaya yang santai. Namun pria ini setengah berlutut untuk membetulkan gaun Scarlet. Wajah yang biasanya tegas tengah tersenyum. "Sekarang kami persilakan Pak Sofyan dan Bu Madeline untuk memberikan doa kepada putri tercinta mereka!" Begitu pembawa acara selesai berbicara, orang tua Chivonia menggandeng tangan Scarlet dan naik ke atas panggung. Pak Sofyan berdeham sebelum melihat ke arah penonton. "Hari ini aku punya pengumuman penting. 60% saham Grup Senor akan diwariskan kepada Scarlet." Para penonton riuh dan Chivonia menggenggam gelasnya erat-erat. Saat itu Stevino juga naik ke atas panggung dan mengeluarkan sebuah kotak beludru dari saku. Setelah dibuka, dia memperlihatkan sebuah cincin giok antik. "Bukankah itu pusaka Keluarga Pardis!?" teriak seseorang di antara penonton, "Kudengar cincin giok itu diwariskan oleh Bu Esther kepada istri cucu tertua." "Ya ampun, memberikan pusaka kepada adik istrinya? Pak Stevino ini menampar wajah Chivonia di depan semua orang ...." Cincin itu perlahan-lahan diselipkan ke jari manis Scarlet, ukurannya sangat pas. "Ayah, Ibu, Stev, bukankah ini nggak baik?" Scarlet tiba-tiba mengalihkan pandangan, suaranya terdengar ragu, "Toh Kakak baru putri kandung Keluarga Senor sekaligus istri Stev. Seharusnya semua ini miliknya, 'kan?" Mendengar ini, Pak Sofyan dan Bu Madeline langsung menggenggam tangannya. "Omong kosong! Chivonia menikah dengan baik, punya dukungan Keluarga Pardis. Sudah sepantasnya kami melakukan sesuatu untukmu, juga memberimu harta kami." Stevino berkata dengan tenang, "Kalau bukan karena kecelakaan itu, sejak awal cincin ini milikmu." Chivonia berdiri di tengah kerumunan, merasa seperti ditelanjangi di hadapan semua orang. Ucapan kedua orang tua bagaikan tamparan di wajah, ucapan Stevino bagaikan pisau yang terus mengiris wajahnya. Tatapan para tamu di sekitar bagaikan lampu sorot yang menyorotnya dengan tatapan kasihan, ejekan dan angkuh seolah mengatakan Chivonia adalah "makhluk malang." Chivonia bahkan bisa merasakan tatapan puas Scarlet, bagaikan seorang pemenang yang memamerkan piala-pialanya. Dulu Chivonia pasti akan sedih sekali. Namun sekarang dia hanya merasa tenang. Chivonia perlahan meletakkan gelas birnya. Saat berbalik, dia mendengar seseorang berbisik. "Lihat, matanya memerah ...." "Dia pasti pergi ke kamar mandi untuk menangis ...." "Kasihan sekali, orang tua kandung dan suaminya lebih menyayangi putri angkat ...." Chivonia langsung berjalan ke kamar mandi tanpa henti. Cermin itu memperlihatkan dirinya yang lemah lembut tanpa setetes air mata pun yang menetes. Karena Chivonia telah lama melupakan segalanya, telah lupa betapa rendah hatinya dia memohon perhatian orang tua dan kasih sayang Stevino, juga tidak lagi ingat bagaimana dirinya berulang kali mengorbankan harga diri hanya untuk mendapatkan perhatian mereka. Orang-orang yang dulu dia kagumi telah menjadi orang asing baginya. Kini Chivonia cukup menunggu hingga dokumen imigrasi selesai dengan santai, lalu belajar mencintai dirinya sendiri.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.