Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 1

Namaku Fani Lumika. Aku sudah menikah dengan suamiku selama dua tahun, dan kami punya seorang putra. Kami tinggal di sebuah desa kecil yang terpencil di pegunungan. Di sana segalanya serba kekurangan. Bahkan untuk membeli barang yang lebih baik untuk anak saja, kami harus menempuh perjalanan jauh ke kota. Sejak anak kami lahir, kondisi ekonomi keluarga kami makin sulit. Agar aku dan anak kami bisa hidup lebih layak, suamiku langsung mengambil keputusan. Setelah berbicara dengan keluarganya, dia menyiapkan barang-barangnya dan pergi sendirian ke kota untuk bekerja. Tanpa terasa, dia sudah pergi lebih dari dua bulan. Aku tinggal sendirian di rumah bersama putraku, dan mertuaku sesekali membantu kami sedikit. Namun karena kelelahan, kondisi tubuhku makin hari makin menurun. Terutama bagian dadaku, terasa sangat bengkak seolah ada benjolan keras. Sedikit tersentuh saja sudah membuatku kesakitan sampai berkeringat dingin. Oleh karena itu, bayiku tidak bisa menyusu, dan kami sekeluarga sangat khawatir. Ibu mertuaku bahkan mengajak ayah mertuaku yang sudah lanjut usia naik ke gunung untuk menangkap ayam hutan supaya bisa memasakkanku sesuatu yang bergizi untuk memulihkan tubuhku. Awalnya aku pikir setelah memakannya kondisiku akan membaik. Tapi tak disangka, setelah makan ayam hutan itu, malam harinya aku merasakan sakit yang membuatku tidak bisa tidur. Anakku di sampingku menangis keras karena lapar, sementara aku sama sekali tak bisa mengeluarkan setetes pun ASI. Melihat dia kelaparan seperti itu, aku benar-benar tak tahu harus bagaimana. Aku mondar-mandir di dalam rumah dengan cemas, sampai akhirnya aku menelepon Dokter Wening di klinik kecil dekat gerbang desa menggunakan telepon rumah. Dokter Wening adalah seorang nenek yang berusia hampir 70 tahun. Dia terkenal di sekitar desa sebagai dokter yang sangat baik, ahli dalam pengobatan, dan berhati lembut. Setelah beliau mengangkat telepon dan mendengar keluhanku, dia terdiam sejenak, lalu memutuskan untuk datang sendiri ke rumahku demi membantu meredakan kondisiku. Aku sangat berterima kasih. Aku menggendong anakku yang tak henti menangis sambil menunggu kedatangannya. Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menunggu. Aku duduk dengan hati waswas, khawatir terjadi sesuatu pada beliau karena harus berjalan sendirian di malam hari di usia setua itu. Saat aku baru saja ingin membawa anakku keluar untuk melihat keadaan, tiba-tiba pintu rumah terbuka. Sinar tajam dari sebuah senter langsung menyorot wajahku. Cahaya itu begitu menyilaukan hingga pandanganku memutih dan membuatku tersentak mundur berkali-kali. Karena kehilangan keseimbangan, aku pun jatuh duduk ke lantai. Kaos katun yang kupakai tertarik ke bawah saat aku jatuh, sehingga bagian dadaku sedikit terbuka. Ketika aku menatap ke arah pintu, aku hampir menjerit karena terkejut. "Kenapa laki-laki!" "Dokter Wening mana?" Aku memeluk anakku erat-erat sambil menutupi tubuhku sendiri dengan panik sampai hampir menangis. Pria itu menutup matanya rapat-rapat dan buru-buru melambaikan tangan. "Jangan takut. Aku cucunya Dokter Wening. Aku baru lulus dari fakultas kedokteran di kota. Kaki Nenek lagi nggak kuat jalan, jadi beliau menyuruhku datang menggantikannya." Mendengar itu, keteganganku sedikit mereda. Tapi ini kan urusan perempuan, bagaimana mungkin aku membiarkan dokter laki-laki yang memeriksanya? Kalau hal ini sampai tersebar, bagaimana aku bisa menanggung malunya? Pria itu mungkin melihat kekhawatiranku. Dengan wajah tulus, dia berkata, “Di mata seorang dokter, nggak ada perbedaan jenis kelamin. Aku hanya datang untuk membantumu mengatasi masalah ASI yang tersumbat. Kalau nggak segera ditangani, anakmu nggak akan bisa menyusu untuk beberapa waktu." Melihat anakku yang sudah kehabisan tenaga menangis di pelukanku, aku terdiam beberapa saat dan akhirnya mengizinkan pria itu masuk ke dalam rumah. Dengan bantuan cahaya lampu, barulah aku bisa melihat wajahnya dengan jelas. Dia berwajah tampan, tubuhnya tinggi dan kurus, dengan kacamata bertengger di batang hidung. Dia tampak sangat sopan dan berpendidikan. Di bawah arahannya, aku meletakkan anakku lalu berbaring di atas tempat tidur. Detik berikutnya, pria itu perlahan mengangkat kaosku, memperlihatkan payudaraku yang bengkak, merah, dan besar karena penuh ASI.
Previous Chapter
1/9Next Chapter

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.