Bab 5
Mengurus pemakaman nenek memakan waktu seminggu.
Sekarang Keluarga Wirawan sepenuhnya ditopang oleh kakaknya. Usai pemakaman, kakaknya pun buru-buru kembali ke Kota Dustin.
Sebelum pergi, dia sempat menasihati Chelsea beberapa kalimat.
Dengan wajah pucat, Chelsea berjanji akan kembali tepat waktu dan memutus segala hubungan yang tidak perlu.
Dari bandara sampai ke vila, dia melihat mawar ungu di halaman yang seminggu tidak dirawat kini sudah layu.
Mawar ungu itu melambangkan melindungi cinta.
Itu adalah bunga yang Jason tanam sendiri sewaktu pertama kali mereka membeli vila ini.
Menatap bunga yang kering dan menguning, cahaya ejekan melintas di mata Chelsea. Dia melangkah, mencabut semua mawar sampai ke akarnya, lalu membuangnya ke tempat sampah. Sesudah itu dia mengeluarkan ponsel menelepon seseorang.
"Halo, soal harga yang waktu itu kamu tawarkan, aku setuju. Kalau bisa, aku ingin segera tanda tangan kontrak dan melakukan serah terima."
Pihak sana setuju dan mengatur waktu untuk bertemu.
Chelsea menutup telepon, naik ke atas untuk membereskan barang-barang.
Semua barang berharganya dipindahkan ke rumah kecil peninggalan nenek. Sedang sisanya, apa pun yang terkait dengan Jason, dibuang ke tempat sampah.
Ketika asisten Jason datang, tong sampah di depan vila sudah penuh sesak.
Dia agak heran, matanya tertuju ke arah tong sampah beberapa kali.
Kenapa pakaian itu terlihat sangat familier?
Saat melihat Chelsea, dia pun memanggilnya.
"Nyonya ...."
Chelsea mengangkat tangan untuk menghentikannya, "Namaku Chelsea."
"Bu Chelsea, Pak Jason malam ini ada acara jamuan. Dia memintaku datang mengambil satu set jas. Bisa tolong bantu pilihkan?"
Ekspresi Chelsea datar.
"Kenapa dia nggak ambil sendiri?"
Asisten itu menunduk canggung, "Pak Jason baru pulang dinas dari kota sebelah dan langsung ke kantor buat urus pekerjaan."
Chelsea berkata, "Benarkah? Aku kira dia terlalu asyik sampai lupa pulang."
Asisten tidak berani mengangkat kepala menatapnya.
Chelsea juga tidak berniat menyulitkannya, hanya melirik ke arah tong sampah, lalu berkata dengan datar, "Cari di situ saja."
Asisten mengikuti pandangannya dan melihat petugas kebersihan sedang mengangkut tong sampah yang sudah penuh.
"Ah?"
Dia merasa heran dan bingung.
Chelsea menjawab santai, "Cepatlah, kalau nggak nanti barang bagus diambil orang."
Setelah bilang begitu, Chelsea melintas di sampingnya, lalu mengemudikan mobil pergi.
Ekspresi asisten tampak kaku, tapi demi menyelesaikan tugas, dia terpaksa mengejar tong sampah yang dibawa pergi itu.
Grup Jimino
Asisten memegang pakaian yang berhasil direbut dari para pemulung dan masuk ke kantor Jason.
Barang-barang yang Chelsea buang semuanya mahal, sampai para pemulung pun berebutan.
Dalam perebutan itu, sudut matanya tersikut beberapa kali, sehingga bengkak dan merah.
"Pak Jason ...."
Begitu masuk, dia melihat Jason dan Jesslyn yang kepalanya hampir menempel, membuat hatinya penuh kekesalan.
Pak Jason yang main api, tapi dia yang menanggung akibatnya.
Mendengar suara itu, Jason yang sedang memberi arahan tentang detail proyek pada Jesslyn menoleh dan sejenak berhenti saat melihat kondisi tragis asisten.
"Chelsea memukulmu?"
Jesslyn terkejut, tampak sedikit simpati.
Menurutnya, Chelsea gila. Sebelumnya di toko gaun pengantin, dia juga pernah menyiramnya kopi tanpa alasan.
Asisten itu menarik napas dalam, berharap memang Chelsea yang memukulnya. Sebelum jadi asisten Jason, dia dulu adalah asisten Chelsea.
Enam bulan lalu, saat Chelsea sakit, barulah dia dipindahkan ke sisi Jason.
Sejak itu, dia hanya bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri hubungan Jason dan Jesslyn berkembang sejauh ini.
Dia merasa bersalah pada kebaikan Chelsea sebelumnya.
"Bukan, aku nggak sengaja menabrak sesuatu."
Jesslyn tampak sedikit kecewa, tapi cukup tahu diri untuk tidak berkomentar.
Jason hanya mengangguk dan berkata singkat, "Hati-hati."
Asisten ragu-ragu, ingin memberitahukan semua yang dilihatnya pada Jason.
Namun saat itu beberapa merek pakaian masuk dari luar kantor sambil membawa gaun.
Mereka berdiri sejajar di depan Jason dan Jesslyn, menampilkan gaun terbaru.
Wajah Jesslyn yang semula kecewa langsung berubah menjadi senang.
Jason senang melihat reaksinya, mengangkat alis sambil tersenyum.
"Pilih satu. Malam ini temani aku ke pesta."
Mata Jesslyn berbinar dan menatap Jason dengan kagum.
"Serius ... aku boleh memilihnya?"
Jason mengangkat tangan mengusap kepala Jesslyn.
"Boleh."
Setelah mendapat izin, Jesslyn bangkit dari kursi dan memilih gaun.
Asisten itu akhirnya menelan kembali kata-katanya, diam-diam keluar dari kantor Jason.
Malamnya, sahabat Chelsea yang seorang broker khusus akuisisi perusahaan mengajaknya menghadiri sebuah acara lelang.
Kebetulan Chelsea memang ingin konsultasi dengannya tentang nilai saham Grup Jimino.
Dia berniat menjual semua saham miliknya di Grup Jimino. Kebetulan punya sahabat yang ahli di bidang ini. Dengan bantuannya, dia bisa mendapat harga jauh lebih tinggi daripada menjualnya sendiri.
Lokasi pesta.
Chelsea langsung menuju ke ruang VIP di lantai dua yang dikatakan sahabatnya.
Begitu membuka pintu, dia melihat sahabatnya duduk sendirian di kursi dengan wajah agak muram.
"Siapa yang membuatmu kesal ...."
Efek kedap suara ruang VIP acara lelang tidak begitu bagus, sebelum kalimatnya selesai, terdengar suara obrolan dari ruang sebelah.
"Kak Jason benar-benar tahu menikmati hidup. Bulan depan mau nikah, tapi di samping ditemani Nona Jesslyn yang cantik. Nona Jesslyn lembut dan baik hati. Dia rela mengikutimu tanpa nama dan status, aku nggak kaget, hanya penasaran saja, bagaimana Kak Jason menyeimbangkan dengan yang di rumah? Ajarkan beberapa trik padaku."
Jason tidak bicara, tapi banyak orang di sekelilingnya yang menjilat.
"Walaupun Kak Jason mau mengajari, kamu juga nggak punya pesona seperti dia. Chelsea itu cinta mati sama Kak Jason, takut dibuang, mana mungkin berani membuat keributan?"
"Laki-laki memang harus seperti Jason, di rumah ada satu yang setia dan disukai banyak orang di luar."
Wajah sahabatnya, Savira Amusta langsung berubah gelap karena marah, langsung bangkit dari kursi.
Chelsea buru-buru menahannya, ujung gaunnya tersangkut dan menjatuhkan cangkir porselen di meja sehingga menimbulkan suara nyaring.
Suara rendah Jason terdengar, "Jangan bicarakan hal yang nggak penting, nikmati saja lelangnya."
Savira sangat marah, begitu melihat Chelsea yang tetap tenang, dia sadar kalau Chelsea sebenarnya sudah tahu semuanya.
Dia mendengus dingin, "Kamu mau menahannya begitu saja?"
Chelsea menjawab santai, suaranya cukup keras supaya ruang sebelah bisa dengar.
"Hidup kadang nggak lepas dari momen seperti makan tahi. Kalau nggak pura-pura tenang dan segera menanganinya, memangnya aku harus umumkan ke seluruh dunia kalau aku baru saja makan tahi?"
Ruang VIP sebelah, "..."
Suasana langsung hening total.