Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 10

"Ayah, Ibu, kenapa kalian juga ikut-ikutan bertingkah aneh?" "Aku nggak akan bercerai dengan Rani. Perlakuan baikku pada Mitha hanya demi Seno. Aku dan Mitha sama sekali nggak punya hubungan asmara." Arman terkejut dengan ide gila orang tuanya. Baru tidur dua jam, orang tuanya sudah menempuh perjalanan jauh hanya untuk menjodohkannya dengan Mitha. Apakah terjadi sesuatu pada bayinya? Arman segera menelepon bawahannya. Informasi yang didapat adalah ada kelompok lain yang juga mencari bayi itu. Bahkan, kelompok lain itu lebih cepat dan sudah membawa bayinya keluar dari Seranda. "Bagaimana kalian ini bekerja? Kenapa nggak kasih tahu aku hal sebesar ini?" Bawahannya tampak ragu-ragu, dan setelah beberapa saat terdiam, dia akhirnya berkata, [Saya sudah menelepon, tapi Nona Mitha bilang Anda sedang tidur dan meminta kami nggak mengganggu.] Arman melirik Mitha yang terlihat polos di sampingnya dan hendak berbicara, tetapi tiba-tiba seperti ada sesuatu di pikirannya. Dia tiba-tiba menyadari. Sejak Mitha dan Rani diculik bersama, Mitha sepertinya sama sekali tidak khawatir tentang hilangnya bayi itu. Apa sebenarnya yang terlewat olehnya? Ada satu detail penting yang sesaat melintas, tapi Arman tak bisa mengingatnya sama sekali. Mitha menatap orang tua Arman dengan tatapan sedih. "Ayah, Ibu, aku cuma khawatir pada Kak Arman." "Orang bilang wanita melahirkan itu berat, tapi lihat Kak Arman, tiga hari tiga malam bergadang karena Kak Rani. Dia yang lebih menderita." "Tapi Kak Rani malah berulah. Pertama dia menuduhku, dan setelah ketahuan Kak Arman, dia malah menculik bayiku." "Kak Arman menyuruhnya mengembalikan bayi itu, tapi karena cemburu, dia malah menyuruh orang menculikku." "Untungnya Kak Arman masih sayang padaku. Kalau nggak, aku sudah ... " Mitha menceritakan semua yang terjadi hari ini hanya dalam beberapa kalimat. Semakin orang tua Arman mendengarnya, semakin mereka marah. "Arman, kenapa kamu masih membela istri yang nggak tahu sopan santun itu?" "Mitha, kemarilah. Bukankah kamu ingin punya anak dari Keluarga Pratama?" "Kamu dan Arman akan punya anak." Mendengar perkataan ibu Arman, jantung Mitha berdebar kencang. Setelah merencanakan begitu lama, akhirnya hari ini tujuannya tercapai. Ternyata, selama Rani yang bodoh itu menghilang, Arman akan menjadi miliknya. Wajah Mitha memerah karena malu. Dia menunduk dan bergumam, "Aku akan menuruti perkataan Ibu." "Aku memang menantu Keluarga Pratama. Aku bersedia melahirkan penerus untuk keluarga ini." Ibu Arman mengangguk dengan puas. Dia sudah lama tidak menyukai Rani karena Rani adalah wanita dari kelas bawah. Jadi, dia akan memanfaatkan hari ini untuk menyatukan Arman dan Mitha, agar Arman tidak lagi memikirkan wanita miskin itu. Arman semakin merasa ucapan ini tidak benar. "Aku nggak setuju!" Dia mengerutkan kening sambil memandangi ketiga orang di depannya, lalu berkata dengan serius, "Rani adalah istriku." "Kalian tenang saja, meskipun anak itu nggak bisa ditemukan, aku dan Rani akan punya anak lagi untuk diwariskan kepada Seno." "Selama aku masih ada, garis keturunan Seno nggak akan terputus." "Jadi Ibu, tolong jangan lagi mengajukan permintaan yang nggak masuk akal ini!" Ibu Arman memandangi anak sulungnya dengan rasa kecewa, lalu mendorong Mitha ke pelukan Arman. "Arman, kamu nggak lupa kan wanita yang ada di surat nikah itu adalah Mitha?" "Kalianlah pasangan yang telah diberkati secara resmi oleh pendeta." "Sah-sah saja kalau kalian memiliki anak." Meskipun dua pernikahan Arman diadakan di tempat yang sama, pernikahannya dengan Rani tidak diberkati oleh pendeta dan tidak resmi. Sedangkan pernikahan Mitha dan Arman dihadiri dan diberkati oleh pendeta paling otoriter di Seranda. Karena itu, istri sah Arman sebenarnya hanyalah Mitha . "Kak Arman, kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa," kata Mitha dengan suara bergetar, "Aku juga baik-baik saja menjalani hidup sendirian ... " "Paling aku akan mati lebih cepat dan bisa menemani Seno di surga." Melihat Mitha menangis, hati Arman mulai goyah. Rani adalah wanita yang pernah dia cintai dengan tulus. Dia tidak bisa menerima kenyataan Rani menghilang dari hidupnya selamanya. Seno adalah adik yang selalu dia sayangi sejak kecil, dan Mitha juga adalah calon adik ipar yang sudah dia tentukan sejak awal. Ketika Seno sakit parah, Arman dan orang tuanya sedang sibuk bekerja, dan tidak bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani Seno. Mitha-lah yang selalu menemani Seno, memberikan masa-masa bahagia terakhir dalam hidup Seno. Keluarga Pratama sendiri sudah terlalu banyak berutang pada Mitha. Sudahlah. Ini adalah terakhir kalinya dia mengalah. Begitu Mitha hamil dengan keturunan Keluarga Pratama, dia akan mengalihkan semua perhatiannya kembali ke Rani. Lagi pula dia juga banyak berutang budi pada Rani. Saat Arman hampir menyetujuinya, tiba-tiba pintu diketuk. "Tuan Arman, kami telah menangkap pelaku penculikan yang dulu menculik Nyonya Rani dan Nyonya Mitha."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.