Bab 19
"Rani?"
Arman menggosok matanya. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Wanita yang mengenakan setelan jas itu terlihat sangat profesional, sangat berbeda dengan Rani dalam bayangannya.
Arman agak ragu untuk mengenalinya.
Rani menoleh dan memandang orang yang sangat dikenalnya. Awalnya, dia mengira hatinya akan sakit.
Tak disangka, setelah lebih dari tiga bulan berlalu dan bertemu dengannya lagi, hati Rani sudah tenang tanpa gejolak.
Rupanya begini rasanya ketika sudah tidak mencintai lagi.
"Rani, akhirnya aku menemukanmu!"
Arman bahkan tidak peduli dengan kesopanan. Dia menerobos kerumunan orang, dan tergopoh-gopoh berlari ke hadapan Rani.
"Aku sudah melihat sifat asli Mitha, dan sudah menghukumnya dengan keras."
"Sekarang dia hamil dan beristirahat di rumah. Setelah anaknya lahir, kamu bisa menyiksanya sesuka hatimu."
"Asalkan itu bisa meredakan amarahmu, lakukan apa saja."
Melihat Arman yang penuh kasih sayang, Rani justru merasa sedikit jijik.
Apakah selama dirinya tidak ada, Arman baru menyadari siapa Mitha sebenarnya?
Lalu bagaimana dengan beberapa tahun sebelumnya?
Penderitaan apa yang dia alami?
Rani melambaikan tangannya, menyuruh para pengawal untuk menarik Arman mundur, lalu menatapnya dengan serius. "Dia hamil?"
"Anak siapa yang dia kandung?"
Wajah Arman langsung berubah pucat.
"Bukan anakku ... aku sakit. Kamu sudah tahu kondisiku. Sekarang kondisiku lebih parah."
Arman mengakui penyakit yang selama ini tidak ingin diakuinya.
Penyakit ini menyangkut harga diri seorang pria, tetapi jika dia tidak menjelaskannya sekarang, Rani mungkin akan salah paham selamanya.
Arman berpikir. "Rani, aku bahkan mengatakan hal seperti ini di depan umum, kamu akan memaafkanku, 'kan?"
Tapi tak disangka, Rani menggoyangkan gelas di tangannya dan berkata dengan sinis, "Bagaimana mungkin orang tuamu membiarkan dia mengandung anak selain keturunan Keluarga Pratama?"
"Kamu tidur dengannya, 'kan?"
"Arman, jangan pura-pura nggak bersalah. Kamu membuatku merasa jijik."
Arman memandang Rani dengan perasaan terluka.
Dia sudah menyadari kesalahannya dan mencari Rani selama tiga bulan penuh. Bagaimana bisa Rani begitu kejam padanya?
"Rani, aku benar-benar tahu salahku. Apa yang harus kulakukan agar kamu bisa memaafkanku?"
"Kamu bisa memukul atau memarahiku. Kumohon, aku nggak bisa hidup tanpamu, aku nggak bisa kehilangan kamu!"
Arman melangkah maju, ingin meraih Rani, ingin menciumnya, dan ingin memeluknya erat.
Dulu, setiap kali Rani marah, dia selalu melakukan hal seperti itu.
Dan Rani akan pasrah di pelukannya. Ketika wajahnya memerah, itu berarti dia sudah memaafkannya.
Tapi sebelum Arman sempat memeluk Rani, seseorang sudah menendangnya hingga terjatuh ke lantai.
Farid memandang pria yang telah menyiksa adiknya seperti ini dengan penuh kebencian dan ingin sekali memukulnya dengan keras.
"Siapa yang membiarkannya masuk?"
"Pak Arman, Anda datang ke acara orang lain, membuat keributan dan bahkan menggoda tamu wanita, apa Anda nggak memikirkan nama baik Keluarga Pratama?"
Arman marah, berdiri dan menatap Farid. "Aku mencari istriku sendiri. Siapa kamu? Berani ikut campur?"
Saat berkata begitu, Arman tiba-tiba sadar dan menatap Rani dengan wajah marah.
"Rani, apa karena dia?"
"Mitha bilang kamu dekat dengan pria lain, aku kira dia cuma bohong."
"Jadi ... karena pria ini, kamu nggak mau pulang selama ini? Karena dia juga, kamu mengkhianatiku?"
Arman menatap Farid dengan geram. "Apa kelebihannya?"
"Apa dia lebih kaya dariku? Atau statusnya lebih tinggi dariku? Aku dan kamu bahkan pernah punya anak, bisakah dia menandingi itu?"
Rani berkata dengan tenang, "Namanya Farid Cahya. Di mataku, tentu saja kamu tak sebanding dengannya."
"Dia bermarga Cahya?"
Arman makin marah.
Kalau begitu dia ... orang dari Inova Tech?
Tidak heran Inova Tech merebut bisnis Keluarga Pratama, ternyata Farid sengaja menargetkan Keluarga Pratama.
"Farid, kamu sudah merebut bisnisku, dan sekarang kamu juga merebut istriku?"
"Hari ini aku akan umumkan di sini, Keluarga Pratama dan Inova Tech nggak akan pernah berdamai!"
"Karena kamu sudah berani merebut bisnis Keluarga Pratama, akan kutunjukkan siapa penguasa sejati di Seranda!"
Setelah berkata itu, Arman langsung melangkah maju, berniat membawa Rani pergi.
Namun Rani menepis keras tangan Arman yang terulur padanya.
"Pak Arman, biar kuperkenalkan ulang diriku," katanya dingin.
"Aku Rani Cahya, Direktur Utama Inova Tech."
Rani mengangkat gelasnya, menatap Arman dengan alis terangkat.
"Pernyataan perangmu terhadap Inova Tech barusan, aku terima. Kuharap Keluarga Pratama nggak akan mengecewakanku."