Bab 6
Dokter membutuhkan waktu satu jam penuh untuk menjahit kembali luka Rani.
Luka fisik bisa disembuhkan dengan jarum, tapi hati Rani yang diinjak-injak berkali-kali, takkan pernah bisa diperbaiki.
Dia menutup mata, berharap tubuhnya cepat pulih agar bisa segera melarikan diri dari sini.
Namun, belum sempat bernapas lega, Mitha kembali masuk ke ruangan bersama pengawal.
"Kak Rani, kamu boleh kesal sama aku, tapi jangan sampai membuat bayimu kelaparan."
"Kak Arman secara khusus menyediakan pengawal untuk membantu melancarkan ASI-mu."
Rani mengerutkan kening dan ingin menekan bel untuk minta tolong, tapi Mitha mendorongnya.
"Kita semua melakukan ini untuk bayi itu. Kak Rani, bersabarlah sedikit."
"Aku juga ingin mencari terapis payudara perempuan, tapi mana ada wanita sekuat pria. Biarkan pengawal ini menyedotnya sebentar agar ASI-mu lancar dan bayimu tetap bisa minum susu."
Mitha melangkah mundur dua langkah dengan mata licik, lalu menatap dada Rani sambil mengangguk kepada pengawal.
Pengawal setinggi hampir dua meter itu mendekat selangkah demi selangkah, membuat rasa takut Rani semakin membesar.
Dia berteriak dalam hati, "Arman, bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain memperlakukanku seperti ini?"
"Aku nggak akan pernah memaafkanmu seumur hidupku!"
Rani menahan rasa sakit di hati dan berteriak dengan suara yang menyayat hati.
Namun yang menjawabnya hanyalah perlakuan kasar pengawal yang merobek bajunya dan cemoohan Mitha.
"Aku juga melakukan ini untuk kebaikanmu, Kak Rani. Nanti kamu akan berterima kasih padaku."
"Jangan berlagak seperti wanita suci. Ini bukan hal yang memalukan. Si pengawal saja nggak mempermasalahkan kamu yang sudah punya anak, tapi kamu malah kebanyakan tingkah."
Dia mengambil ponselnya dan dengan seenaknya mulai merekam video dada Rani.
"Tenang saja, video ini akan aku kirim ke Kak Arman."
"Tapi aku nggak tahu dia akan memandangmu seperti apa."
Tawa Mitha bergema di seluruh ruangan.
Efek bius Rani belum hilang sehingga dia tak berdaya melawan mereka. Dia hanya bisa membiarkan para pengawal melakukan hal-hal yang keterlaluan padanya.
Air mata tak terbendung mengalir dari matanya. Rasa hina, ketidakberdayaan, serta penyesalan di hatinya perlahan berubah menjadi kebencian.
Dia membenci Mitha, tapi dia lebih membenci Arman.
Arman adalah suaminya, tetapi dia selalu membantu orang lain untuk menindasnya.
Rani bertekad, setelah beberapa hari ke depan, dia pasti akan membuat mereka menyesal.
Rani merasakan sakit yang tajam di dadanya, sementara Mitha sibuk menelepon seseorang.
"Tenang saja, Kak Arman. Orang-orang yang aku panggil pasti akan membantu melancarkan ASI Kak Rani. Kalau kamu khawatir, nanti aku bisa tunjukkan rekamannya padamu."
Mendengar ucapan Mitha, Rani merasa sangat terhina dan tak bisa menahan rasa ironis yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Ternyata Arman selalu tahu apa yang Mitha lakukan padanya. Tapi karena dia memercayai Mitha, dia sama sekali tak memedulikan perasaannya.
Kalau kali ini yang menjadi korban adalah anaknya, lalu apa berikutnya?
Apakah kalau Mitha mengincar nyawanya, Arman juga akan membantunya tanpa ragu?
...
Rani akhirnya pingsan karena kesakitan, dan ketika dia bangun, dia mendengar Mitha berteriak di ruang perawatan, menuduhnya mencuri anak itu.
Tidak lama kemudian, Arman buru-buru datang dari kantor, menatap Rani dengan tajam, dan memerintahkannya untuk mengembalikan anak itu.
"Rani, bukankah aku sudah bilang akan memberimu anak lagi setelah kamu selesai masa nifas?"
"Kenapa kamu terburu-buru seperti ini?"
Air mata Rani sudah habis. Saat melihat ekspresi Arman yang menuduhnya, dia hanya merasa semuanya tidak masuk akal.
"Maksudmu, aku yang mencuri anak itu?"
"Aku yang baru saja menjalani operasi Caesar kurang dari 24 jam lalu, dengan luka yang robek dan dijahit kembali, diam-diam pergi ke ICU dan mencuri anak itu?"
"Arman, kamu benar-benar menganggapku hebat!"
Arman terdiam oleh kata-kata Rani, memandangi Mitha yang menangis tersedu-sedu di pelukannya, lalu mempertegas nada bicaranya. "Selain kamu, nggak ada orang lain yang akan mencuri anak itu."
"Rani, aku nggak tahu cara apa yang kamu gunakan atau siapa yang kamu suruh untuk mencuri anak itu."
"Pokoknya, kamu harus mengembalikan anak itu dalam waktu 1 jam."
"Kalau nggak, aku akan meminta Mitha menyebarkan video terapi payudaramu tadi ke seluruh Seranda!"
"Jadi, jangan paksa aku melakukannya, Rani."