Bab 1
Monica bermimpi adegan dewasa. Dalam mimpinya, dia tidur bersama seorang pria super tampan dengan tinggi 185 cm dan perut kotak-kotak.
Sebagai wanita berusia tiga puluh lebih yang masih sendiri sejak lahir, meski tak punya pengalaman nyata, teori yang dia kuasai tidaklah sedikit. Lagi pula, itu hanya mimpi, jadi dia pun menggunakan semua pengetahuan teoretis yang dimilikinya untuk "beraksi" dengan pria tampan itu.
Jujur saja, bermimpi seperti itu benar-benar melelahkan.
Seluruh tubuhnya terasa letih, kelopak matanya berat dan enggan terbuka. Dia berpikir untuk memejamkan mata sebentar lagi, menunggu alarm berbunyi baru bangun.
Namun saat itu, terdengar suara laki-laki di telinganya, bernada geram seakan marah. "Monica."
Suaranya begitu dingin, seakan bisa membekukan Monica kapan saja. Tanpa pikir panjang, Monica menjawab, "Apa!"
Begitu kata itu keluar, tubuhnya langsung merinding, dan seketika matanya terbuka lebar, kesadarannya pun hampir pulih seluruhnya.
Astaga! Dia kan seorang wanita yang hidup sendirian, kenapa bisa mendengar suara laki-laki?
Saat mengikuti arah suara itu, Monica mendapati pria tampan yang semalam bersamanya kini sedang menatapnya dengan sorot mata penuh amarah.
Pria tampan memang enak dipandang, bahkan saat marah pun tetap terlihat menawan.
Pasti mimpinya belum selesai.
Walau sadar itu hanya mimpi, Monica tetap merasa agak malu, lalu menyapa, "Halo, tampan!"
Dia berusaha menampilkan sikap lembut dan manis, tanpa menyadari bahwa tubuh yang dia tempati sekarang adalah sosok gemuk lebih dari seratus kilo, dengan wajah dipenuhi lipatan lemak hingga membuat raut wajahnya tampak terimpit.
Melihat penampilannya, Jason segera memalingkan wajah, merasa muak hingga hampir memuntahkan makanan sisa semalam.
Monica langsung kesal dan bergumam dalam hati, "Apa-apaan pria ini. Apa dia sakit jiwa?"
"Kita baru saja selesai berhubungan, tapi sekarang dia malah menunjukkan ekspresi jijik? Maksudnya buat siapa?"
Monica jelas ikut naik darah.
Dalam hal semacam ini, justru pihak perempuan yang lebih dirugikan. Dia sendiri belum sempat mengatakan apa pun, tetapi pihak lelaki sudah lebih dahulu memperlihatkan rasa jijik.
Pria ini pasti pura-pura!
Begitu Monica bergerak, tubuhnya langsung terasa tidak nyaman, terutama di bagian bawah. Dia buru-buru menunduk, dan mendapati tubuhnya penuh dengan bekas biru keunguan serta bercak merah samar yang sarat akan makna.
Monica terkejut, lalu mencubit lengannya sendiri dengan keras. "Sssh!"
Dia menarik napas, menahan rasa sakit. Jadi ini bukan mimpi?
Tak lama kemudian, dia segera menyadari ada yang janggal. Tempat ini jelas bukan rumah yang dia beli, melainkan rumah yang memancarkan nuansa tempo dulu. Perabotannya kuno, bahkan di atas lemari masih ada cangkir enamel dengan tulisan besar "Buruh adalah yang Paling Mulia".
Yang paling membuat Monica merinding adalah kalender dinding yang tergantung di sana. Tahun yang tertera adalah 1 Mei 1980.
1980? Jadi dia ... kembali ke masa lalu?
Saat akhirnya dia melihat sosok dalam cermin, Monica tak mampu menahan diri dan berteriak histeris.
"Ah, babi!"
Di cermin tampak seorang perempuan dengan wajah penuh minyak, pipi bergelambir, dan fitur wajah saling berimpitan hingga nyaris tak terlihat jelas, ditambah beberapa jerawat di dahi dan dagu. Tubuhnya pun sangat besar dan gemuk.
Ketika Monica menyentuh wajahnya, perempuan dalam cermin itu pun menirukan gerakannya.
Dia menunduk, menatap lengan besarnya yang gemuk, lalu akhirnya tak kuasa menahan tangis.
Sementara itu, Jason merasa heran. Perempuan ini bersikap seakan-akan dirinya yang jadi korban, padahal jelas-jelas dia yang menjebaknya dengan obat hingga keduanya berhubungan. Sekarang masih bisa berpura-pura? Keterlaluan sekali.
"Monica, hentikan."
Tapi Monica tidak mau menurut. Dia adalah wanita modern abad ke-21, punya rumah, mobil, wajah cantik, uang berlimpah, dan hidup yang penuh kenyamanan. Kini, hanya karena tertidur sebentar, dia justru terlempar ke tahun 80-an yang miskin serba kekurangan, dan yang paling ironis, terjebak dalam tubuh seorang wanita gemuk.
Yang paling membuatnya putus asa adalah ingatan yang tiba-tiba muncul di benaknya. Dia sepertinya telah masuk ke dalam sebuah novel, menjadi tokoh sampingan bernasib tragis dengan nama yang sama dalam kisah romansa berlatar era 80-an berjudul "Tuan Muda Kapitalis dan Istrinya".
Dalam cerita asli, Keluarga Hidayat yang terdiri dari empat orang dipindahkan ke sebuah desa miskin di Provinsi Jiraya untuk menjalani masa "reformasi" karena status mereka sebagai kapitalis.
Kebetulan, desa itu adalah kampung halaman tokoh wanita asli, Desa Waringin.
Kehidupan kapitalis yang dibuang ke desa jauh lebih sulit dibandingkan kaum muda intelektual yang dikirim ke desa.
Pernah suatu kali, ibu Jason kelaparan sampai hampir pingsan. Karena di rumah tidak ada makanan, tokoh pria, Jason, terpaksa mencuri seekor ayam milik Keluarga Juniar dan memasaknya.
Ibu Jason akhirnya berhasil selamat dari ambang maut.
Namun setelah kejadian itu terbongkar, ayah Monica menuntut Jason untuk mengganti rugi. Tentu saja Jason tak mampu membayarnya.
Ayah Monica pun mengajukan syarat kedua yaitu Jason harus menikahi putrinya ...
Yakni si tokoh wanita yang berbadan lebih dari seratus kilo.
Jason jelas menolak. Dia berkali-kali berjanji dan merayu ayah Monica bahwa jika suatu hari dia punya uang, dia pasti akan memberi ganti rugi berlipat ganda.
Tapi ayah Monica tak bergeming.
Menurutnya, dengan penampilan putrinya yang seperti itu, ada pria yang mau menikahinya saja sudah sangat bagus. Jadi, mana mungkin dia menyia-nyiakan kesempatan ini.
Karena itu, dia mengeluarkan ancaman kalau Jason tidak mau bayar ganti rugi, maka dia harus menikahi putrinya. Kalau tidak, dia akan melapor pada kepala desa.
Keluarga Hidayat memiliki latar belakang yang kurang baik. Jika tindakan sang tokoh pria mencuri ayam sampai dilaporkan, akibatnya bisa sangat serius, bahkan bisa berurusan dengan penjara.
Ini bukan sekadar omongan menakut-nakuti. Di masa-masa khusus itu, ketika penegakan hukum sangat ketat, hal sesederhana berciuman di tempat umum pun bisa berujung hukuman.
Kenyataan yang keras membuat Jason terpaksa menunduk dan menikahi tokoh asli.
Jason sama sekali tidak punya perasaan pada dirinya, ditambah lagi pernikahan mereka memang hasil paksaan.
Meski sudah tidur di ranjang yang sama selama tiga tahun, keduanya tidak pernah benar-benar bersama.
Orang tua tokoh asli juga tahu bahwa mereka belum pernah berhubungan sama sekali. Saat menikah dengan tokoh pria, tokoh asli baru berusia enam belas tahun. Usia yang terlalu muda, dan hamil pun berbahaya.
Ibu tokoh asli, yang sudah berpengalaman, cukup bisa memaklumi hal itu.
Barulah pada tahun 1980, ketika kebijakan berubah, Keluarga Hidayat akhirnya mendapat izin untuk kembali ke kota.
Negara bahkan mengembalikan properti leluhur Keluarga Hidayat di Kota Amerta. Ini benar-benar kabar baik.
Namun menjelang tanggal kepulangan, muncul masalah baru.
Keluarga Hidayat akan kembali ke kota, lalu bagaimana dengan Monica?
Apakah dia juga akan dibawa ke Kota Amerta?
Begitu ibu Jason, Yani Cahya, teringat menantu yang jelek dan gemuk itu, dadanya langsung terasa sesak karena kesal.
Putranya menikahi Monica hanya karena dirinya, dan hal itu selalu menjadi duri di hati ibunya Jason. "Nggak bisa, Monica nggak bisa dibawa ke kota. Kalau nggak, kebahagiaan Jason seumur hidup akan hancur."
"Bagaimanapun, kedua anak ini nggak pernah mendaftarkan pernikahan secara resmi. Tiga tahun ini pun, Jason nggak pernah melampaui batas terhadap Monica. Bagaimana kalau kami mengakui Monica sebagai anak angkat saja? Setelah kami sekeluarga sudah menetap di Kota Amerta, kami akan mengalihkan satu unit rumah atas namanya. Setelah itu, kalian sekeluarga bisa ikut pindah ke kota, dan kami akan bantu mencarikan jodoh yang cocok untuk Monica di Kota Amerta."
Keluarga pihak pria memang benar-benar orang yang baik.
Harus diakui, keluarga pihak pria benar-benar berjiwa besar. Dengan kemurahan hati seperti itu, rasanya tidak pantas menyebut mereka "kejam dan tak berperasaan".
Meski kata-kata yang diucapkan terdengar begitu indah, ayah Monica sangat paham bahwa Keluarga Hidayat sebenarnya tidak mau Monica menjadi menantu mereka.
Selain itu, meski mereka memang tidak pernah berhubungan, tapi tetap saja mereka sudah berbagi ranjang selama tiga tahun. Siapa yang akan percaya jika mereka mengatakan tidak terjadi apa-apa?
Apalagi dengan penampilan Monica seperti itu, andai dia benar-benar putus dari Jason, belum tentu dia bisa menemukan jodoh lain di masa depan.
Soal janji pemberian rumah, memang terdengar sangat menggiurkan. Tapi bagaimana kalau setelah kembali ke Kota Amerta mereka ingkar janji?
Di sisi lain, ayah Monica juga khawatir jika bicara terlalu keras, dia bisa saja menyinggung Keluarga Hidayat, dan mereka langsung pergi begitu saja tanpa bisa dihalangi.
Akhirnya, dia mengambil keputusan nekat. Lebih baik biarkan saja kedua anak itu benar-benar melewati batas.
Kalau sudah terjadi, mengingat sifat Jason yang bertanggung jawab, dia pasti tidak bisa lari dari kewajiban.
Kalaupun berani mengingkari, dia selalu bisa melaporkan Jason dengan tuduhan mempermainkan putrinya.