Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Ayah Monica terlihat setuju dengan cepat, tapi diam-diam dia membeli obat penambah nafsu yang biasanya digunakan untuk babi dan mencampurkannya ke minuman Jason. Akibatnya, terjadilah insiden di mana keduanya berhubungan. Melihat Monica menangis tersedu-sedu, Jason berpikir. "Perempuan ini memang pandai berpura-pura. Apa dia takut aku marah, lalu sengaja bersikap polos?" Monica benar-benar licik. Saat Keluarga Hidayat mengusulkan menjadikannya putri angkat, dia terus menangis dan memprotes dengan cara itu. Hanya setelah Tomi menunjukkan wibawa sebagai kepala keluarga, keputusan akhirnya dibuat. Namun, tak disangka, Monica malah memasukkan obat ke dalam minumannya. Seandainya Jason tidak menahan diri, dia pasti sudah menghajar Monica habis-habisan. Jason sama sekali tidak curiga bahwa obat itu berasal dari ayah Monica. Dia malah mengira Monica yang memberikannya. Ini benar-benar tidak adil bagi Monica. Mana mungkin dia punya ide seperti itu? Semua ini jelas rencana orang tuanya, dan Monica hanya dijadikan kaki tangan. Setelah menenangkan diri, Monica menyeka air matanya dan mencoba memanggil, "Jason ... ?" "Monica, kamu benar-benar licik!" Jason menggeram marah. Melihat reaksi Jason, Monica pun yakin dan bergumam dalam hati. "Sialan, ternyata aku benar-benar menjadi tokoh antagonis dalam cerita ini!" Menurut alur asli, aksi pemberian obat itu membuat Jason benar-benar membenci tokoh asli. Meski sang wanita itu berhasil ikut kembali ke kota bersama Keluarga Hidayat seperti yang diinginkan, karena tidak ada bimbingan dari orang tua, dia hanya bisa melewati hari-harinya sendirian di kamar. Adapun soal memberi obat, keberhasilan pertama hanyalah kebetulan semata. Jika sampai bisa berhasil lagi untuk kedua kalinya, itu sama saja menunjukkan Jason benar-benar bodoh. Tokoh utama pria memang hebat, hanya saja karena latar belakangnya tidak menguntungkan, dia tidak memiliki kesempatan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Dengan begitu, jalan untuk melanjutkan kuliah pun tertutup baginya. Bermodalkan ketajaman insting bisnisnya, Jason memanfaatkan peluang dari kebijakan reformasi dan keterbukaan, hingga dengan cepat menjadi seorang jutawan. Kemudian, pada krisis pasar saham global tahun 1987, dia meraup keuntungan besar di bursa saham Seraya, dan langsung melonjak menjadi orang terkaya di Mandala. Setelah jatuh cinta pada tokoh utama wanita, Jason mengajukan perceraian, bahkan berjanji memberikan 20 persen dari asetnya kepada tokoh asli. Bayangkan saja, dia itu orang terkaya di Mandala, dan 20 persen kekayaannya sudah cukup membuat seseorang hidup mewah sampai sepuluh generasi. Namun, tokoh asli justru tidak tahu diri. Dia menolak bercerai dan bersikeras ingin menjadi istri Jason. Bahkan, di jalan cinta antara tokoh pria dan tokoh utama wanita, dia sering memasang rintangan, sampai-sampai menyewa penjahat untuk merusak kehormatan tokoh wanita, Nayla Salma, lalu berniat membunuhnya. Akibatnya, dia malah membuat Jason murka, lalu dikirim ke penjara, dan akhirnya mati di sana. Saat meninggal, usianya bahkan belum genap tiga puluh tahun. Ketika membaca novel, akhir cerita ini terasa begitu memuaskan. Tetapi setelah dirinya benar-benar masuk ke dalam buku dan menjadi tokoh asli, Monica tidak bisa tenang lagi. Betapa bodohnya tokoh asli itu. Padahal ada kesempatan untuk hidup sebagai wanita kaya raya, tapi malah menyia-nyiakannya hingga berujung pada kehancuran. Kini, Monica hanya bisa menerima takdir. Segala masalah yang ditinggalkan tokoh asli harus dia tanggung sendiri. Untuk saat ini, hal terpenting adalah bagaimana membuat Jason tidak lagi begitu membencinya. Meskipun hampir mustahil, dia tetap harus berusaha mengubah citra dirinya di hati Jason. "Sakit ... " Air mata masih menggantung di sudut mata Monica. Itu bukan sekadar akting. Ini adalah pengalaman pertama bagi keduanya. Jason yang tengah berada di bawah pengaruh obat pun semalaman tidak memberi kesempatan baginya untuk beristirahat. Bisa jadi tokoh asli sengaja atau tanpa sadar menjerumuskan dirinya sendiri, sehingga Monica baru bisa masuk ke dalam cerita itu. Jason menatap lebam-lebam di tubuh wanita itu, merasa kurang nyaman. Kejadian semalam masih ada dalam ingatannya, meski tidak sepenuhnya jelas. Ketika pengaruh obat mulai menghilang, dia tetap tidak menghentikan tindakannya. Monica terus menangis, berulang kali memohon agar dia berhenti. Namun, amarah yang sudah terpendam membuat Jason tak mampu menahan diri. Sampai akhirnya, rasa nikmat ikut menyeruak, dan dia pun menjadikannya sebagai pelampiasan. Pria itu menarik kembali pandangannya, lalu dengan cepat mengenakan pakaian dan keluar kamar. Dari sudut matanya, Monica dengan hati-hati memperhatikan setiap gerak-gerik tokoh pria. Melihat pria itu pergi, dia pun menghela napas lega. Kalau keduanya harus telanjang bulat berdua dalam satu ruangan, suasananya benar-benar terlalu canggung. Namun, tak lama kemudian pria itu kembali, membawa sebuah salep. "Oleskan sendiri." Itu adalah salep untuk meredakan peradangan dan bengkak. Monica menatap pria itu, sementara kening Jason berkerut rapat. Dipaksa minum obat lalu harus berhubungan dengan seorang wanita gemuk yang tidak disukainya, tentu membuat hatinya sangat tertekan. Saat membaca novel dulu, Monica memang merasa kesal pada bagian ini, ketika tokoh pria dipaksa berhubungan oleh tokoh wanita pendukung. Keluarga tokoh wanita pendukung itu sungguh tak tahu malu, keji dan hina! Dia pun mengulurkan tangan menerima salep yang disodorkan pria itu. Ketika ujung jari mereka bersentuhan, rasa kesemutan langsung menjalar. Tubuh Jason seketika menegang, lalu dia buru-buru menarik kembali tangannya. "Untuk kejadian semalam ... aku benar-benar maaf!" Monica dengan tulus meminta maaf. "Kamu pikir hanya dengan satu kata maaf semua selesai begitu saja?" Wajah Jason tetap dingin. Setiap kali mengingat kejadian semalam, amarahnya kembali membuncah. "Aku tahu, permintaan maaf saja nggak bisa menebus apa yang sudah terjadi. Kalau kamu ingin memukul atau memaki, aku terima. Terserah kamu." Karena tubuhnya masih muda dan suaranya merdu, ditambah dengan cara Monica yang sengaja bersikap manis, dia tampak semakin membuat orang merasa iba. Amarah yang menekan dada Jason tiba-tiba mereda setengahnya. Sudahlah, lelaki sejati tidak akan ribut dengan perempuan. "Aku akan bertanggung jawab!" Monica tertegun. Dia tidak seperti tokoh asli yang dulu menangis meraung-raung dan mengancam dengan kata-kata. Justru Jason sendiri yang mengatakan akan bertanggung jawab. "Nggak perlu. Tadi malam memang salahku. Aku minta maaf padamu. Kalau kamu marah, kamu boleh memukul atau memarahiku sesukamu. Kalau nggak, anggap saja nggak pernah terjadi apa-apa." Itulah yang benar-benar dipikirkan Monica. Walaupun dia sempat terkesima dengan ketampanan lelaki itu, begitu mengingat akhir tragis yang menimpa tokoh asli, dia sama sekali tidak ingin terlalu terikat dengan Jason. Takut pria itu tidak percaya, Monica kembali menegaskan, "Kamu adalah sosok yang luar biasa, sementara aku hanyalah gadis desa biasa. Kalau bukan karena masa sulit seperti sekarang, seumur hidup kita nggak mungkin punya hubungan apa pun. Jadi sungguh, kamu nggak perlu bertanggung jawab." Jason sebenarnya ingin berkata, "Jangan pura-pura. Semua ini hanya cara licikmu untuk mengikatku." Namun melihat Monica yang tampak begitu menyedihkan saat ini, kata-kata itu akhirnya tidak pernah terucap. "Sudah diputuskan. Kamu ikut aku kembali ke ibu kota. Begitu usiamu cukup, kita akan pergi ke kantor catatan sipil untuk mendaftar nikah." Keputusan pria itu sudah bulat. Mulut Monica sempat terbuka, tapi akhirnya kata-kata bantahan tertelan kembali. Tokoh pria itu selalu tegas dan ucapannya tak pernah bisa diganggu gugat. Kalau dia banyak bicara, bisa-bisa malah disangka sedang bermain-main dengan taktik tarik-ulur. Daripada memaksa sekarang, lebih baik menunggu sampai Jason benar-benar menjadi orang terkaya, lalu pria itu sendiri yang mengusulkan perceraian, sambil memberinya banyak uang. Saat itu tiba, Monica bisa menggunakan uang hasil pembagian itu untuk mencari pria muda yang manis dan hidup bahagia. Setelah menata ulang pikirannya, Monica kembali menatap Jason dengan tatapan seolah melihat sosok dewa pembawa rezeki. Namun ketika menyadari sorotan panas dari wanita itu, Jason malah merasa semakin yakin bahwa semua sikap ini hanya pura-pura saja. ... "Apa?" Keluarga Hidayat tampak tidak percaya. Yani bahkan balik bertanya dengan ragu, "Jason, kamu benar-benar mau membawa Monica ikut kembali ke Kota Amerta?" Jason mengangguk. "Tadi malam aku mabuk, lalu aku dan Monica ... Begitu usianya cukup, aku akan membawanya ke kantor catatan sipil untuk mendaftar nikah secara resmi." Jason tidak menyebutkan soal Monica yang memberikan obat. Pertemuan antara dia dan Monica memang tak terhindarkan, juga karena ayam itu. Kalau dia menceritakan kebenarannya, ibunya pasti akan merasa bersalah. Meski Monica memang menyebalkan, tapi keadaan sudah seperti ini, dan dia tidak ingin ibunya menanggung rasa bersalah seumur hidup. Mira terkejut. "Kakak, kamu benar-benar mabuk berat, ya!" "Monica itu gemuk dan jelek, tapi Kakak malah mau melakukan ... jangan-jangan ketika lampu mati, semua wanita sama saja?" Yani dan suaminya saling bertatapan. Sebuah rasa penasaran tersirat di mata mereka. Semalam, Jason tidak minum banyak. Selama tiga tahun tidur di ranjang yang sama dengan Monica, dia tidak pernah melewati batas, tapi kenapa semalam bisa hilang kendali karena mabuk? Ada yang janggal. Tatapan mereka bertemu, dan semua pertanyaan tersampaikan tanpa sepatah kata pun.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.