Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1214 Kita Belum Menikah

Dia kembali! Karl langsung menelepon Yves dan tahu kalau pria itu sedang dalam perjalanan menuju bandara. Dia menutup telepon dan berbalik untuk melihat jam di dinding. Baru saja lewat jam 8. Dia tidak tahu kapan Yetta akan sampai di rumah. “Tuan Muda, apa kau tidak pergi ke bandara untuk menjemput Nona Muda?” tanya kepala pelayan. “Tidak.” Karl duduk di sofa dan tersenyum mengejek. “Dia tidak mau menemuimu dan akan menjadi masalah jika aku muncul.” Dia memilih untuk tinggal di rumah dan menunggu Yetta pulang. “Selamat datang di rumah, Nona Muda.” Saat kepala pelayan melihat Farrel yang mengikuti Yetta dari belakang, matanya terbelalak karena terkejut. Bukannya itu Ketua Jahn? Kenapa dia bersama Nona Muda? Meskipun begitu, dia hanya seorang kepala pelayan dan tidak berani untuk bertanya. Dia hanya bisa menahan rasa penasarannya dan membawa koper mereka ke lantai atas. “Ini rumahku,” kata Yetta kepada Farrel dengan lembut. Farrel melihat ke sekelilingnya dan bergumam. “Hm.” “Kenapa dia kembali denganmu?” tanya Karl dengan penasaran saat dia mendekat dan melihat Farrel. Apa Yves tidak jadi ke bandara? Kenapa dia tidak membawa pria itu? “Dia milikku sekarang. Apa sangat aneh baginya untuk kembali bersamaku?” Yetta menatap Karl dengan tatapan kosong. “Tidak.” Karl mengernyit, lalu bertanya, “Berapa lama rencanamu untuk tinggal?” “Tergantung.” Yetta tidak mau lagi bicara dengan Karl lalu menoleh ke arah Farrel. “Ayo naik ke lantai atas.” “Yetta, dia ini...” Farrel melihat ke arah Karl dengan penasaran. “Dia kakakku. Tidak penting.” Lalu Yetta membawa pria itu naik ke lantai atas. Karl berbalik dan menatap mereka. Farrel pun juga menoleh. Mata mereka bertemu. Farrel sedikit menundukkan kepalanya. Ekspresi Karl terlihat datar dan tidak ada yang tahu apa yang dia rasakan. Yetta membawa Farrel ke kamarnya, menunjuk ke arah ranjang besar di tengah ruangan, dan berkata, “Kita akan tidur di sini malam ini.” Farrel mengangguk, dan langsung menyadari ada yang janggal. “Kita?” “Benar. Kau itu kekasihku; apa aneh jika kita tidur bersama?” Yetta menatap ke arah Farrel, tersenyum sambil menyilangkan tangannya. Meskipun dia terus berkata kalau mereka bersama, kenyataannya, mereka tidak memiliki hubungan yang nyata. Apalagi tidur bersama. “Tidak.” Farrel menjadi serius. “Kita belum menikah. Kita tidak bisa tidur bersama!” Ekspresi seriusnya membuat Yetta geli. “Kenapa kau menjadi sangat kolot setelah kehilangan ingatanmu?” gumam Yetta. Farrel tidak mendengarnya dengan jelas. “Apa yang baru saja kau bilang?” “Bukan apa-apa.” Yetta membawanya ke dalam ruangan pakaian. “Gantung semua pakaianmu, mandi air panas, dan tidurlah dengan nyenyak.” Farrel mengangguk dengan patuh. “Baiklah.” “Bagus.” Yetta mengangkat tangannya dan membelai wajah pria itu, matanya terlihat sangat lembut. Farrel memegang tangan Yetta dan bertanya dengan pelan, “Lalu kau akan tidur di mana?” “Kamar tamu.” Farrel berkata dengan lembut, “Ini kamarmu. Kau harus tidur di sini, aku akan pergi ke kamar tamu.” Farrel mengambil kopernya saat dia mengatakan itu dan hendak pergi. “Tidak apa-apa, aku sudah bilang kau yang akan tidur di sini.” Yetta menghentikan pria itu dan menatap matanya. “Apa kau tidak mau menurutiku?” “Tidak.” Farrel mencibirkan bibirnya, tampak seperti hewan peliharaan yang tidak berbahaya. Yetta tersenyum. “Kalau begitu tidur saja di sini. Aku akan pergi sekarang.” Wanita itu membelai wajahnya, lalu berbalik dan pergi, menutup pintu di belakangnya dengan perlahan. Farrel melihat ke seluruh penjuru kamar; dekorasinya sangat kekanak-kanakan, dan ketidaktahuannya membuat dia merasa sedikit tidak nyaman. Dia segera menggelengkan kepalanya. ‘Jangan takut. Ini kamar Yetta.’ Setelahnya, dia mulai mengeluarkan pakaiannya, menggantung pakaian yang bisa digantung, lalu pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, Farrel berbaring di kasur dan mengingat wanita yang dia lihat di bandara. Sepertinya wanita itu dipanggil Sally. Sepertinya wanita itu tampak familiar, entah kenapa. Namun, tidak ada wanita itu di dalam ingatannya. Begitu dia menutup mata, wajah wanita yang sedang menangis sedih itu berputar di dalam benaknya. Hatinya mulai terasa sakit lagi. Dia berbalik dan memaksakan dirinya untuk melupakan pemandangan yang dia lihat tadi. Dia tidak berhasil tidur dengan nyenyak malam itu. … Saat Sally sadar, matahari baru saja mulai terbit. Dia membuka mata dan menatap ke arah langit-langit. Farrel akhirnya kembali. Tapi, Farrel lupa akan dirinya. Air mata berjatuhan dari sudut matanya. Pria yang mengatakan kalau dia akan mencintainya selamanya sudah melupakan dirinya. Dia memegang hatinya yang sakit dan merintih. Sabrina, yang kebetulan melintas di pintu, mendengar suara tangisan, dan segera membuka pintu. Dia melihat Sally sedang menangis tersedu-sedu dan bahunya gemetar, yang membuat Sabrina merasa sedih hanya dengan melihatnya saja. Sabrina juga ikut menangis. Dia segera mengambil beberapa lembar tisu, menghapus air mata Sally, dan membujuk dengan lembut, “Sally, jangan menangis, jangan menangis.” Sally menangis dengan lebih kencang setelah mendengar ucapan Sabrina. Hati Sabrina juga terasa sakit dan dia juga terisak. Langit perlahan berubah jadi terang, dan sinar matahari terbit masuk melalui jendela dari lantai ke langit-langit. Tangisan di ruangan itu berangsur-angsur berkurang hingga ruangan terasa sunyi. Sabrina menghapus air mata di sudut matanya dan menatap Sally, yang matanya merah karena menangis. “Apa kau merasa lebih baik?” Melihat tatapan Sabrina yang penuh perhatian, Sally lagi-lagi menangis tersedu-sedu, dan berusaha tersenyum. “Aku sudah lebih baik. Maafkan aku, aku sudah membuatmu khawatir.” “Anak konyol.” Sabrina membelai tangan Sally dan pura-pura marah. “Jika Yves tidak memberi tahu kami mengenai masalah Farrel, kami tidak akan tahu sama sekali. Pasti berat untukmu.” Hubungan Sally dan Farrel sangat penuh kasih; dia pasti menderita selama ini. Meskipun begitu, dia menyembunyikan perasaannya dengan baik sampai benar-benar tidak terlalu mencolok. Memikirkan ini, Sabrina menyalahkan dirinya sendiri. Jika saja dia lebih perhatian pada Sally, dia akan menyadari adanya kejanggalan. Sally mendengus dan menggelengkan kepalanya. “Denganmu di sini, tidak berat sama sekali.” “Sally-ku tersayang...” Sabrina merasa lebih bersalah saat mendengar Saly mengatakan itu. Sally berbalik untuk melihat ke luar jendela dan tersenyum. “Farrel akhirnya kembali.” Sabrina mengikuti tatapan wanita itu dan menghela napas perlahan. “Aku benar-benar tidak menyangka Yetta akan melakukan hal seperti itu.” “Aku juga tidak menyangka.” Sally menarik napas dalam-dalam. “Jika aku mengetahuinya, aku tidak akan berteman dengan dia sejak awal.” Akhrinya, ini adalah apa yang dia dapatkan karena tidak cukup mengenal seseorang. “Jangan terlalu memikirkan itu.” Sabrina menepuk tangan Sally dan membujuknya. “Untungnya, Farrel sudah kembali sekarang. Aku yakin dia akan segera kembali ke sisimu.” Sally menoleh ke arah bibinya. “Benarkah?” “Ya.” Sabrina mengangguk. “Dia sangat mencintaimu. Dia pasti akan ingat padamu.”

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.