Bab 8
"Nenek, coba lihat. Bukankah gelang manik giok ini terlihat familier?"
Nadine membuka ponselnya, memperlihatkan pengumuman lelang dari rumah lelang Kota Trevora tentang gelang manik giok.
Nyonya Besar Virna sudah lama menjadi ibu mertua Aiko Karren, ibu Nadine. Dia sudah mengincar harta bawaan Aiko selama bertahun-tahun, jadi tentu saja bisa langsung mengenalinya!
"Mungkinkah ada pencuri di rumah?" Karina langsung menuding.
Wajah para pembantu langsung pucat dan semua buru-buru membela diri.
Nadine terlihat heran, "Kunci ruang penyimpanan hanya ada dua, satu di tangan Nenek, satu lagi di tangan Bibi Karina. Mana mungkin pembantu bisa mencurinya?"
Maksud tersiratnya adalah kalau bukan Karina yang curi, mungkinkah Nyonya Besar?
Nyonya Besar Virna langsung menatap menantunya dengan tajam.
Wajah Karina langsung berubah. Saat hendak membela diri, Nyonya Besar Virna sudah memerintahkan pembantu, "Pergi ke ruang kerja dan panggil tuan ke sini!"
Fredi, ayah Natalie sedang lembur, tapi tiba-tiba dipanggil keluar. Begitu melihat putranya sudah bebas dan belum sempat merasa senang, dia langsung mendengar soal pencurian sehingga langsung naik pitam.
"Plak!"
Tamparan mendarat di wajah Nadine tanpa peringatan.
Fredi membentaknya, "Nadine, kamu merasa belum cukup lama di rumah sakit jiwa? Baru pulang langsung membuat keributan!"
Pipi Nadine terasa panas dan bertanya sinis. "Kenapa, mau kirim aku ke sana lagi?"
Fredi tidak menjawab, hanya memarahinya, "Apakah kamu mengerti arti pepatah keluarga rukun, rezeki lancar?"
Nadine mentertawakan dirinya sendiri.
Dalam hati Fredi, dia memang anak yang paling tidak penting. Kalau dia tidak mau mengorbankan dirinya demi "kerukunan keluarga", maka dianggap bersalah.
Untungnya, sekarang dia sudah tidak berharap apa-apa sama Fredi.
"Nadine, semua Giok Hijau Kaisar kelihatannya mirip, mungkin kamu salah lihat." Talia memegang tangan Nadine, mencoba jadi penengah. "Barang peninggalan Bibi Aiko sangat banyak, mungkin saja terselip. Aku cari lagi besok, pasti ketemu! Kamu jangan panik dulu, nanti malah memfitnah orang tanpa bukti."
Nadine merasa muak. Dia menarik tangannya dari genggaman Talia dan menoleh ke arah Nyonya Besar Virna sambil berkata, "Nenek, di pengait platinum manik giok itu ada ukiran huruf. Aku yang ukir sewaktu kecil. Aku nggak percaya bisa ada dua gelang yang sama persis."
Sebenarnya, Nyonya Besar Virna tidak berniat menyimpan peninggalan itu untuk Nadine, tapi ingin memberikan barang bagus pada cucu kesayangannya, Owen. Tapi tindakan Karina dan Talia yang diam-diam menukar barang asli dengan palsu telah merugikan kepentingannya dan Owen. Itulah sebabnya dia marah.
Jadi, melapor pada Nyonya Besar Virna jauh lebih berguna daripada Fredi!
Nyonya Besar Virna sangat cerdik dan langsung paham maksud Nadine. Dia segera memerintahkan pelayan untuk memeriksa seluruh isi ruang penyimpanan.
Wajah Karina dan Talia semakin jelek mengingat apa yang telah mereka lakukan.
Dua jam kemudian, pemeriksaan selesai.
Selain gelang manik giok, barang lainnya masih ada, tapi Nadine menemukan beberapa di antaranya adalah tiruan, termasuk satu gelembung ikan kerapu emas yang berharga tak ternilai!
"Plak!"
Tamparan keras kembali terdengar, tapi kali ini mendarat di wajah Karina.
Pelakunya adalah Nyonya Besar Virna.
Dia menunjuk Karina dan bertanya, "Karina! Kamu mencuri di rumah sendiri? Dasar wanita jalang! Cepat katakan di mana barang aslinya? Di mana uangnya?"
Karina yang sudah hidup lama, baru kali ini ditampar. Terlebih lagi ditampar di depan anak-anaknya. Dia menangis tersedu-sedu dan melihat Fredi dengan wajah memelas, "Sayang ...."
Melihat istri yang sudah dikenalnya sejak kecil menangis begitu, hati Fredi langsung luluh dan hendak menenangkannya. Tapi Nadine berkata dengan suara kasihan, "Ayah, apakah aku yang membuat keluarga nggak rukun? Aku hanya nggak mau harta keluarga hilang tanpa jejak."
"Fredi, lihat sendiri istri baik yang kamu nikahi!" Nyonya Besar Virna sangat marah.
Fredi kehilangan muka, wajahnya gelap. Dia akhirnya tidak jadi membela Karina.
Keributan itu tiba-tiba terhenti karena bel pintu berbunyi.
Pembantu berlari masuk, "Tuan, Tuan Arvin datang!"
Arvin?
Nadine menoleh ke arah pintu dengan kaget.
Kenapa dia tiba-tiba datang?
Pria itu tampan dengan aura luar biasa. Dia mengenakan celana bahan dan kemeja formal, tampak seperti model di atas panggung peragaan busana. Dia mungkin baru selesai rapat.
"Arvin, kenapa kamu datang?" Fredi yang paling dulu bereaksi dan mendekat sambil tersenyum. Dia ingin menyanjung menantunya.
Arvin tidak menjawab. Matanya menyapu ke arah Nadine, lalu alisnya berkerut saat melihat bekas lima jari di wajahnya.
Nadine yang keras kepala memalingkan wajah, tidak membiarkannya melihat pipinya yang bengkak.
"Kak ... Kak Arvin, kenapa kamu tiba-tiba datang?" Talia menangis tersedu-sedu, seolah menahan kesedihan besar tapi tetap berusaha tegar.
"Cukup ramai, ya?" kata Arvin dengan emosi yang tidak bisa ditebak.
Fredi tersenyum canggung, "Ada sedikit salah paham di keluarga. Kamu sampai harus melihat lelucon ini!"
Talia melirik ke arah Nadine, mengatupkan bibirnya dengan kasihan seolah menahan diri supaya tidak memperbesar masalah.
Beberapa detik kemudian, dia akhirnya bicara, "Ada masalah dengan barang peninggalan Bibi Aiko. Nadine datang menanyakannya. Aku akui, aku memang diam-diam mengambil gelembung ikan kerapu emas yang Bibi Aiko tinggalkan, itu salahku. Tapi waktu itu, putri Keluarga Luken melahirkan dan nyawanya terancam, jadi aku ambil untuk menyelamatkannya. Saat itu Nadine masih kuliah di luar negeri, aku takut mengganggu belajarnya, juga ada perbedaan waktu, jadi ...."
Karina juga ikut menangis sambil bicara pada Nyonya Besar Virna, "Ibu, soal beberapa perhiasan yang Nadine bilang palsu, itu juga karena sudah aku kasih buat hadiah! Ibu tahu sendiri, urusan sosial butuh banyak biaya. Barang luar negeri mahal tapi kualitasnya jelek, aku nggak mau minta uang pada Fredi. Aku pikir, ada barang jadi di rumah, Nadine juga bagian dari keluarga ini. Aku sudah bekerja keras untuk keluarga ini selama bertahun-tahun, tapi nggak pernah memikirkan kepentingan diri sendiri!"
Soal barang itu benar-benar diberikan pada orang lain atau dijual, siapa yang tahu!
Nyonya Besar Virna baru mau buka mulut, tapi Arvin sudah berkata pelan, "Begitu ya? Sepertinya bukan masalah besar."
Nadine menatapnya tidak percaya, sorot mata dan hatinya perlahan dingin.
"Ya, bukan masalah besar!" Fredi segera tersenyum. "Semuanya untuk kebaikan keluarga, nggak perlu diperpanjang. Mulai sekarang jangan ada yang bahas lagi."
Dia bahkan memberi isyarat pada Nyonya Besar Virna agar jangan membahas masalah ini lagi.
Kalau sampai Arvin marah dan urusan bisnis terganggu, itu baru kerugian besar!
Nadine melirik Talia dan kebetulan Talia juga sedang melihatnya. Rasa sedih di mata Talia sudah lenyap, berganti dengan tatapan sombong seorang pemenang.
Tatapan yang seolah berkata, lihat, kamu sudah membuat keributan, tapi apa hasilnya?
"Huh."
Tawa dingin Nadine terdengar mencolok di ruangan.
Jadi Arvin datang karena diminta Talia untuk membantunya!
"Apa yang kamu tertawakan?" tanya Arvin sambil menoleh ke arahnya.
Nadine memandangnya. Meski tersenyum, tapi dingin dan penuh ejekan. Bekas jari di wajahnya tampak semakin mencolok.
"Aku ketawa karena kamu datang tepat waktu. Begitu suamiku datang, urusan peninggalan ibuku langsung bisa ditutup seenaknya."
Tertawa karena rencananya kalah dari kebohongan Talia!