Bab 1
Operasi transplantasi ginjal yang akan dilakukan Lana Sudiro untuk putranya akan segera dimulai.
Operasi kali ini sangat sulit, karena ginjal yang akan ditransplantasikan berasal dari tubuhnya sendiri.
Dalam waktu kurang dari tiga hari, dia sudah harus turun tangan sendiri melakukan operasi pada putranya. Setelah berlangsung selama 24 jam, lampu ruang operasi akhirnya padam. Operasi itu berhasil.
Saat dia bersiap membagikan kabar gembira itu kepada suaminya, Jodi Kusuma, yang sedang menunggu di ruang sebelah, melalui celah pintu, dia justru melihat pria itu sedang berpelukan mesra dengan dokter magang yang bekerja di bawahnya.
"Kak Jodi, operasi ini nggak akan ada masalah apa-apa, 'kan? Kalau anak kita kenapa-kenapa bagaimana? Andai saja aku bisa mendonorkan ginjalnya, paling nggak nyawa anak kita nggak akan bergantung pada orang lain."
Lana terpaku di tempat.
Apa maksudnya "anak mereka"?
Dia baru hendak menerobos masuk untuk menuntut penjelasan.
Namun, detik berikutnya dia melihat pria itu memeluk Wendy dengan tatapan penuh rasa sayang. "Jangan khawatir, sejak Lana mengalami kecelakaan mobil dan kehilangan ingatan, dia tiba-tiba punya seorang anak, dan dia sama sekali nggak curiga, dan selalu menganggap Hans sebagai anaknya sendiri. Dia pasti akan berusaha sebaik mungkin dalam operasi ini. Lagi pula, dulu kamu kehilangan satu ginjal demi menyelamatkan aku, dan aku terpaksa menikahinya agar dia mau menukar ginjalnya demi anak kita. Itu sangat adil."
Di ruang perawatan, kedua orang itu tenggelam dalam momen penuh kasih sayang, berpelukan mesra.
Lana tidak bisa menahan diri lagi!
Dia menutup mulutnya dan mundur ke lorong, berlari seolah-olah ingin melarikan diri. Akhirnya, dia berlari ke toilet, menutup pintu, dan menangis tersedu-sedu.
Di luar pintu terdengar suara rekan-rekan yang merayakan keberhasilan, sementara dia hanya bisa berlutut tidak berdaya.
Selama lima hari terakhir, dia tidak tidur nyenyak demi operasi ini. Perasaan hampa di tubuhnya membuatnya hampir merasa terkuras habis.
Namun, demi putranya, demi rumah tangga ini, Lana terus bertahan dengan susah payah.
Ternyata, semua itu palsu!
Pernikahannya palsu!
Anak itu pun bukan miliknya!
Lima tahun menikah, suaminya menipunya selama lima tahun penuh!
Padahal pria ini dulu pernah berjanji akan menjaganya seumur hidup.
Lana bertemu Jodi karena sebuah kecelakaan.
Hari itu, saat pulang kerja melewati jembatan, dia melihat Jodi yang patah hati dan ingin mengakhiri hidupnya.
Lana tanpa ragu melompat untuk menolong. Arus sungai sangat deras, dan dia berjuang keras menyeret Jodi ke tepian, dan membawanya ke rumah sakit. Lana diberi tahu bahwa ginjal pria itu tersumbat air kotor dan harus segera transplantasi ginjal.
Sebagai bagian dari keluarga medis terkenal, Lana tidak bisa berpangku tangan melihat nyawa terancam.
Akhirnya, dia menyumbangkan satu ginjalnya sendiri demi menyelamatkan Jodi.
Tiga hari setelah operasi, ketika dia bangun, pria itu sudah keluar rumah sakit.
Pertemuan berikutnya terjadi di reuni sekolah. Ternyata, Jodi adalah siswa seangkatan dengannya.
Hanya saja, pria itu mengambil jurusan keuangan.
Lana tertarik pada postur tegap dan wajah tampan Jodi, dan mulai mengejar pria itu.
Akhirnya, keduanya memutuskan berpacaran.
Jodi adalah pacar yang baik.
Dia selalu menyiapkan minuman jahe manis dan penghangat pinggang saat Lana datang bulan.
Dia berlari lebih dari sepuluh kilometer hanya untuk membelikan kue favorit pada hari ulang tahun Lana.
Dia menggunakan penghasilan pertama dari usahanya untuk membelikan Lana seuntai kalung mahal.
Orang-orang selalu bilang Lana beruntung.
Lana pun berpikir demikian.
Maka mereka pun menikah baik-baik.
Lalu, mereka memiliki seorang anak.
Jodi adalah suami yang sempurna, ayah yang bertanggung jawab.
Lana tidak pernah meragukannya.
Kalau bukan karena hari ini, ketika dia melihat semuanya sendiri ...
Ternyata, sepuluh tahun cinta itu semuanya palsu.
Sebagai seorang dokter unggul, Lana menukar ginjalnya demi anak musuh!
Kini dia bahkan sudah tidak memiliki satu ginjal pun!
"Jodi, kamu memang kejam," pikir Lana.
"Sepuluh tahun ini, apa pernah ada momen kamu sungguh mencintaiku?!" lanjut Lana dalam hati.
Demi rumah tangga ini, Lana mengorbankan masa mudanya.
Sekarang, mimpi palsu itu telah usai.
Dia mengeluarkan ponsel dan menelepon, "Pak, aku sudah memutuskan, aku akan ikut dalam kesempatan untuk belajar di Negara Arendia."
Di ujung telepon, Pak Andre terdengar terkejut. [Bukannya kamu berencana menetap di dalam negeri? Bahkan biaya kuliah ke luar negeri gratis, mobil dan rumah juga diberikan, tapi kamu rela melewatkan itu semua demi tetap di apartemen sewaan itu. Kenapa tiba-tiba berubah pikiran?]
Seluruh rumah sakit tahu, Lana adalah wanita yang sangat memprioritaskan keluarga.
Banyak kesempatan belajar ke luar negeri yang dia lewatkan demi Jodi dan Hans.
Orang menertawakan Lana karena tertipu dalam pernikahan.
Dulu, dia selalu tersenyum, berkata, "Selama ada mereka berdua, di mana pun tetap rumah."
Sekarang melihat kembali, dirinya benar-benar hanya sebuah lelucon.
"Pak, aku sudah memikirkannya. Dulu aku terlalu bodoh, tapi sekarang aku tahu bahwa hal terpenting dalam hidup adalah mewujudkan nilai diri sendiri."
Pak Andre setuju. [Bagus kalau kamu sudah memikirkannya! Aku kira keluargamu akan berakhir di generasimu! Baiklah, kalau kamu sudah memutuskan, lima hari lagi setelah pengajuan disetujui, kamu akan ikut aku ke luar negeri!]
"Ada satu hal lagi yang ingin aku beri tahukan," kata Lana sambil menggenggam ponsel dengan erat. "Soal keberangkatan ke luar negeri ini, aku belum memberi tahu siapa pun. Aku harap rumah sakit bisa merahasiakannya."
[Nggak masalah.]
Lana mengakhiri panggilan.
Lalu, dia menarik napas dalam-dalam, dan menatap dirinya yang letih di cermin.
"Lana, mulai sekarang ... "
"Kamu harus hidup untuk dirimu sendiri!" pikir Lana.