Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Setelah berkata seperti itu, Wenny berdiri dan hendak pergi. Brak! Terdengar suara kaca pecah di belakang. Setelah Juan memecahkan gelas, dia berdiri. Kata-kata Wenny membuat dia emosi. "Wenny, suatu saat kamu pasti datang memohon minta balikan sama aku!" Setelah selesai bicara, dengan wajah muram, Juan pergi dengan membanting pintu. Saat pintu ditutup, hati Wenny juga bergetar. Dengan mata memerah, Wenny memperhatikan Juan pergi. Wenny mencubit telapak tangannya dan mencoba mengalihkan rasa sakitnya. Inikah sifat aslinya? Meskipun tahu bahwa kelembutan yang selama ini pria itu tunjukkan adalah palsu, Wenny tetap merasa hatinya sakit. Di dalam ruangan yang kosong, kesedihannya makin meluas sedikit demi sedikit, membuat udara terasa sesak. Tepat pada saat itu, suara dering ponsel memecah keheningan. Wenny berusaha menahan kesedihannya. Beberapa lama kemudian, Wenny mengambil ponselnya. Begitu telepon terhubung, dia mendengar suara perawat yang cemas. "Dokter Wenny, ada korban yang ditusuk berkali-kali, dia butuh penanganan segera." "Oke, aku segera ke sana." Wenny tidak mau berlama-lama bersedih dan tidak peduli lagi dengan Juan. Dia mengambil jaket, kemudian bergegas pergi. Apartemen Wenny dekat dengan rumah sakit. Dalam waktu sepuluh menit, Wenny sampai di rumah sakit dan bergegas lari ke ruang operasi. Lampu ruang operasi menyala terang, Wenny memegang pisau bedah dengan erat, gerakannya lancar dan tepat. Luka korban terlihat mengerikan dan dagingnya hancur. Penjepit hemostatik di tangannya menjepit pembuluh darah yang berdarah dengan tepat. Tindakan menghentikan pendarahan dilakukan dengan cepat dan efisien. Operasi selesai tepat pukul 12 malam. Wenny kembali ke kantor dengan perasaan mati rasa, baru saja sempat menarik napas dan minum seteguk air, asistennya sudah berlari masuk dengan tergesa-gesa. "Gawat, Dokter Wenny! Pasien kamar 405 mengalami serangan jantung!" Wenny panik, sekali lagi tenggelam dalam kesibukan menangani pengobatan. Meskipun pasien menunjukkan tanda-tanda pulih, Wenny masih belum bisa rileks. "Kondisi pasien kamar 405 sangat stabil beberapa hari ini, bahkan besok sudah boleh pulang. Kenapa hari ini tiba-tiba kena serangan jantung?" "Saya nggak tahu. Tadi saya memberi obat, lalu tiba-tiba dia ... " Asistennya belum selesai menjelaskan, tiba-tiba terdengar suara keributan di luar. Kepala departemen masuk bersama beberapa dokter jaga. Wajah mereka tampak curiga. "Wenny, tolong keluar sebentar." Wenny pergi keluar. Kepala departemen mengeluarkan sebuah botol obat dengan penuh kemarahan. "Wenny, beraninya kamu diam-diam mengganti obat pasien, tahu nggak tindakanmu ini membahayakan nyawa pasien?" Kata-kata kepala departemen seperti petir yang menggelegar, menghantam hati Wenny dengan keras. Separuh dari kulitnya terasa mati rasa. "Dokter, apa maksudmu? Kapan aku ganti obat pasien?" "Pasien di kamar ini memiliki kondisi tubuh yang khusus. Kamu yang bertugas meresepkan obatnya selama ini." Kepala departemen sangat marah. "Aku nggak menyangka bahwa seorang dokter spesialis di rumah sakit pusat kota bisa melakukan kesalahan sebesar ini." "Aku sudah laporkan masalah ini kepada direktur rumah sakit. Mulai besok, kamu akan dipecat dan harus mengikuti proses penyelidikan." Wenny sukar memercayainya dan pikirannya kosong. "Nggak mungkin ... Aku nggak mungkin salah kasih obat." Dia merebut obat yang dipegang kepala departemen. Dia mengeluarkan beberapa butir dan mengendusnya. Ternyata ... Wenny merasa panik dan membela diri. "Obatnya memang diganti, tapi bukan aku yang melakukannya. Aku nggak pernah salah meresepkan obat. Bukankah ada CCTV di ruang obat? Aku mau lihat CCTV sekarang!" "CCTV di sana rusak." Kepala departemen terlihat marah. "Kamu yang meresepkan obat, masih berani mengatakan bukan kamu pelakunya!" Duar! Wenny merasa seperti disambar petir. Ketika ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba, dari ujung koridor terdengar suara gaduh. "Wenny, kamu mau ke mana?" Juan datang menghampiri mereka dengan langkah sempoyongan. Wajahnya memerah dan pandangannya kabur, kelihatan jelas bahwa pria itu sedang mabuk. Melihat Juan datang dalam kondisi mabuk, Wenny merasa tidak berdaya. Wenny bertanya dengan putus asa. "Juan, kenapa kamu datang ke rumah sakit?" Juan berjalan dengan sempoyongan. Setelah identitas aslinya terungkap, Juan memperlihatkan sifat aslinya, arogan dan memberikan sindiran yang menyakitkan. "Wenny, buat apa kamu pura-pura kuat?" "Aku tahu bahwa kamu sedang pakai trik tarik ulur, tapi kuberi tahu, trikmu ini nggak berguna." "Lagi pula, aku hanya menghabiskan uangmu, apa salahnya?" "Cepat pulang dan siapkan makan malam untukku. Aku lapar!" Orang-orang yang mengerumuninya makin lama makin banyak. Wenny merasa dirinya telah dipermalukan habis-habisan, wajahnya terasa panas karena malu. Wenny memejamkan mata dan hatinya lelah. "Juan, lihat baik-baik. Ini adalah rumah sakit. Kalau ada masalah, kita bicarakan setelah aku pulang kerja!" "Memangnya kenapa kalau di rumah sakit? Keluargaku kaya raya, aku bisa beli rumah sakit bobrok ini!" Suaranya terdengar keras dan menggema di koridor pada pagi-pagi buta. Ekspresi kepala departemen berubah muram. "Dokter Wenny, di sini adalah rumah sakit. Tolong urus pacarmu dengan baik." Kepala departemen menjawab dengan suara serak, "Lebih baik kamu pulang. Setelah masalahmu beres, baru kembali ke sini." "Dokter Heri." Wenny merasa tersudutkan dan tidak berdaya untuk menjelaskan. "Pertama-tama, aku benar-benar nggak tahu tentang penggantian obat ini, pasti ada kesalahpahaman di sini. Selain itu, aku sudah putus dengan pria ini. Aku benar-benar ... " Wenny tidak sanggup melanjutkan kata-katanya. Lelah sekali, dia merasa fisik dan mentalnya sangat lelah. Dalam waktu singkat satu hari, dia melakukan lima operasi, menghadapi penipuan dari pacarnya, serta kesalahpahaman dari rumah sakit ... Setiap hal itu seperti gunung besar yang menekan di tubuhnya, membuatnya bahkan tidak punya kesempatan untuk bernapas. "Aku ... Dokter, tolong beri aku kesempatan. Aku janji akan menyelesaikan semua masalah ini, oke?" "Wenny, kalau kamu minta maaf sekarang, siapa tahu aku masih mau rujuk denganmu." Juan menarik tangan Wenny dengan paksa. "Juan, lepaskan aku." "Lepaskan aku." "Cukup!" Tepat pada saat itu, sebuah suara yang dingin dan tajam terdengar dari kerumunan. Semua orang menoleh ke arah suara. Kerumunan orang mulai minggir dan terlihat seorang pria bertubuh tinggi berjalan di tengah kerumunan. Pria itu mengenakan setelan jas rapi, tubuhnya tegap dan wajahnya tampan, terutama sepasang mata hitam pekat dan dingin yang seolah-olah sebuah jurang dalam itu, ditambah dengan aura yang melekat padanya, membuat seluruh koridor terasa sangat sesak dan tertekan. Beberapa pengawal berpakaian hitam yang terlatih berdiri tegak di kedua sisi koridor. Tiba-tiba, suasana menjadi tegang. Pria itu menatap Juan dengan tajam dan dingin. Suaranya yang dalam terdengar tegas. "Lepaskan dia." Juan merasa tertekan oleh aura yang sangat mengintimidasi darinya, ekspresinya langsung berubah serius. "Siapa kamu? Beraninya ikut campur dalam urusanku! Percaya nggak kalau aku ... Ah!" Saat Juan belum selesai berbicara, beberapa pria berpakaian hitam mendekat dan mengangkatnya, satu di kiri dan satu di kanan.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.