Bab 3
Melihat Marvin berjalan menjauh, air mata yang sudah sejak tadi Alisya tahan, akhirnya jatuh juga.
Dia berusaha bangun sambil menahan sakit, lalu mengambil sapu dan pel untuk membersihkan cangkir dan kopi yang berserakan di lantai.
Beberapa rekan kerja yang baik hati pun datang membantunya. Mereka terlihat kasihan padanya.
"Aku tadi dengar kalau Nona Keisha mintanya pakai es tanpa gula. Kenapa sekarang malah menyalahkanmu? Alisya, apa kamu sudah menyinggungnya?"
"Menyinggungnya? Memangnya masih perlu menyinggungnya dulu? Aku dengar, dia memang arogan dan semena-mena. Dia langsung cemberut begitu nggak suka sama sesuatu. Sudah banyak orang yang benci sama dia. Tapi karena Pak Marvin selalu membelanya, makanya nggak ada yang berani macam-macam."
"Hm, baru kali ini aku lihat Pak Marvin suka sama perempuan sampai segitunya. Alisya, kamu harus lebih hati-hati ke depannya. Kita cuma orang biasa, nggak sebanding sama putri orang kaya seperti mereka. Apalagi, Pak Marvin selalu membelanya. Meskipun ditindas, kita juga cuma bisa pasrah jadi tempat pelampiasan."
Alisya tahu mereka bermaksud baik.
Tapi mendengar ucapan mereka membuat perasaannya jadi campur aduk. Dia sampai tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Dulu, pernah ada masalah dengan satu kontrak yang Alisya tangani. Padahal masalah itu bisa muncul karena salah klien, tapi tetap saja dia yang disalahkan.
Tapi Marvin tetap percaya padanya meski semua orang menyalahkan dan menekan Alisya. Pria itu memberikan argumen kuat hingga akhirnya membersihkan nama Alisya.
Namun, saat Keisha berbohong seperti barusan. Pria itu bahkan tidak mencari tahu dulu kebenarannya, dan langsung menyalahkan Alisya tanpa memberinya kesempatan untuk menjelaskan.
Alisya sudah sangat berdedikasi dan hati-hati selama bekerja. Dia juga sudah sering membereskan banyak masalah pria itu. Tapi pada akhirnya, pria itu sama sekali tidak memercayainya?
Atau, Marvin memang tidak memedulikan lagi mana yang benar dan mana yang salah, sebab yang dia pedulikan kini hanyalah kebahagiaan Keisha?
Memikirkan itu membuat hati Alisya jadi ngilu dan getir.
Dia butuh waktu lama untuk membereskan semuanya, dan baru pulang dengan tubuh kelelahan.
Saat baru selesai mandi, Marvin meneleponnya.
"Bawakan gula merah dan bantal penghangat."
Alisya menyiapkan semuanya dan mengantarkannya secepat mungkin ke rumah Marvin.
Baru dua atau tiga hari tidak ke rumah ini, rumah yang dulunya bergaya minimalis ini terasa berubah drastis.
Pohon persik yang dulu ditanam oleh mendiang kakek Marvin, sudah dipindah dan berganti menjadi kebun tulip.
Perabotan serba hitam putih juga sudah diganti dengan yang berwarna kuning serta merah muda, warna yang paling Marvin benci.
Di lemari tempat menaruh pajangan juga berisi perhiasan, tas, dan hadiah yang tidak terhitung jumlahnya ...
Sekilas saja sudah bisa langsung tahu kalau semua ini kesukaan Keisha.
Alisya menatap semua perubahan ini dalam diam. Dia melangkah ke kamar yang lampunya masih menyala, lalu mengetuk pintu.
Segera setelah itu, Marvin membuka pintu dan mengambil barang pesanannya, baru menatap Alisya.
Luka di kening Alisya makin terlihat setelah mandi. Marvin sempat tertegun sejenak saat melihatnya.
"Lukanya separah ini? Kamu sudah ke dokter?"
Alisya hanya diam sambil menggeleng.
Marvin menekan pelipisnya, lalu berkata dengan lembut, tidak seperti biasanya.
"Keisha cuma lagi nggak enak badan. Dia nggak berniat melampiaskan kemarahannya ke kamu. Jangan dimasukkan hati, ya. Gajimu yang kupotong akan kutambahkan ke bonus akhir tahunmu nanti. Kalau sempat, pergi sana ke rumah sakit. Kalau makin parah, cuti saja beberapa hari, nggak apa, nggak perlu pakai proses pengajuan cuti."
"Nggak usah, bulan depan aku kan sudah ... "
Alisya hendak mengatakan soal pengunduran dirinya. Tapi sebelum selesai bicara, Marvin sudah menyodorkan sebuah kartu dan memotong ucapannya.
"Turuti saja apa kataku. Aku masih perlu bantuanmu buat mengurus jamuan pesta penyambutan bagi Keisha. Istirahat yang cukup biar cepat pulih."
Kalimat yang belum sempat Alisya katakan tadi pun tersangkut begitu saja di tenggorokan.
Dia hanya berdeham singkat, lalu menerima kartu tersebut dan pergi.
Saat pintu tertutup, dia bisa mendengar suara manja Keisha.
"Marvin, air gula merahnya masih belum siap? Aku mau kamu mengelus perutku."
"Iya, sebentar. Ayo, berbaring dan jangan gerak."
Saat mendengar nada bicara Marvin yang begitu lembut seperti barusan, Alisya tersenyum, seperti sedang mengejek diri sendiri.
Dia juga sering nyeri haid, bahkan beberapa kali pingsan saking sakitnya. Rekan kerjanya sampai harus melarikannya ke rumah sakit.
Saat Marvin tahu, pria itu cuma memberinya cuti dan tidak pernah menjenguk. Alisya harus menyiapkan sendiri air gula merah atau bantal penghangat.
Dulu, dia kira Marvin terlalu sibuk sampai tidak punya waktu.
Tapi sekarang dia sadar, sepertinya bukan karena itu. Pria itu tidak peduli padanya karena tidak menyukainya.
Setelah pergi dari rumah Marvin, Alisya ke rumah sakit untuk mengobati dan membalut lukanya.
Setelah beberapa hari beristirahat di rumah, dia menerima proposal jamuan pesta dari asisten Marvin.
Mulai dari pilihan bunga, makanan penutup, sampai seragam pelayan, semuanya sudah ditentukan.
Alisya cuma diberi waktu tiga hari. Dia tidak punya pilihan lain selain menguatkan diri dan mempersiapkan semuanya.
Setelah berhari-hari dibuat sibuk sampai lelah, akhirnya acara yang Alisya siapkan tersebut resmi dimulai jam tujuh malam.
Keisha datang memakai gaun mewah dan mencuri perhatian semua tamu undangan.
Para tamu mengerumuninya dan memuji penampilannya, membuatnya merasa berbunga-bunga.
"Sudah bertahun-tahun kita nggak ketemu, Nona Keisha. Nona masih terlihat anggun, elegan, dan bersinar seperti dulu. Bahkan pesta penyambutan ini juga sangat megah. Cinta Pak Marvin ke Nona nggak pernah berubah."
"Aku ingat, waktu di sekolah dulu, pernah ada yang menyatakan cinta ke Keisha. Waktu Pak Marvin tahu, dia langsung membuat anak itu dipindahkan ke sekolah lain. Semua surat cinta buat Keisha yang jatuh ke tangannya juga langsung dia sobek. Kalau ada yang diam-diam membicarakan Keisha di belakang, dia juga nggak segan-segan untuk menghajar orang itu sampai babak belur dan patah tulang ... "
"Semua juga tahu kalau Keisha itu cinta pertama Pak Marvin. Bahkan sudah seperti mutiara dalam hatinya! Lihat saja perhiasan yang dipakai Keisha, harganya bisa sampai miliaran, 'kan? Gaunnya saja juga dirancang khusus dan cuma ada satu di dunia. Pak Marvin rela mengeluarkan banyak uang demi menyenangkan Keisha!"