Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4

Saat di acara pernikahan masih belum ada perasaan yang terlalu besar. Saat ini hanya ada aku dan Daniel, melihat tampangnya yang menyetir dengan fokus, aku tiba-tiba mempunyai perasaan yang tidak nyata. Setelah kembali ke rumah, aku duduk di depan meja rias dengan agak malu di bawah pandangan Daniel. Setelah aku menghapus riasanku dengan cepat, aku langsung pergi ke kamar mandi dengan cepat. Saat air hangat mengenai tubuhku, jantungku yang berdebar cepat baru perlahan-lahan mereda. Tiba-tiba, pintu kamar mandi diketuk orang. "Ada apa?" Mungkin karena keraguan dalam suaraku terlalu jelas, Daniel berhenti sejenak, baru berkata dengan nada tidak berdaya, "Kamu belum ambil piamamu." Aku sontak ingin mencari celah di tanah untuk bersembunyi. Ini benar-benar terlalu memalukan. Melalui kaca buram, aku melihat bahwa Daniel sudah pergi. Saat itu, aku baru membuka celah pintu dan mengambil piamaku. Setelah selesai mandi, aku membuka piamaku, tapi dibuat terkejut oleh modelnya yang sangat seksi. Aku meraba sedikit bahan pada piamaku dan merasa agak tidak berdaya. Kalau pakai, aku merasa agak tidak enak hati. Kalau tidak pakai, aku juga tidak mungkin keluar dengan telanjang. Setelah berpikir lebih lanjut lagi, aku menggertakkan gigi dan memakai piama itu. Yang jelas Daniel juga impoten, aku tidak takut akan terjadi apa-apa. Aku membuka lebar pintu kamar mandi. Daniel yang mendengar suara itu pun melihat ke arahku. Melihat tatapannya yang membara, aku menarik turun gaun yang hampir tidak bisa menutupi bagian bokong itu dengan tidak nyaman. Jakun Daniel bergerak naik turun. Dia meletakkan dokumen di tangannya, lalu berjalan perlahan ke arahku. Daniel mengulurkan jari-jarinya yang panjang ke arahku. Jantungku kembali berdegup dengan kencang. Tidak disangka, Daniel hanya mengeluarkan rambutku yang terjepit di antara tali bahu piamaku. "Duduklah, aku bantu kamu keringkan rambut." Daniel dengan lembut membelai rambutku dengan jari-jarinya, sementara pengering rambut menderu. Tidak ada dari kita yang berbicara. Setelah Daniel mengoleskan serum rambut secara merata ke ujung rambutku, aku mendengar dia berkata dengan suaranya yang serak, "Aku mau mandi dulu." Tidak tahu apa itu ilusiku saja, aku merasa Daniel mencium puncak kepalaku. Aku menenangkan diri, lalu mulai mengamati tata letak ruangan. Gaya dekorasi vila ini adalah gaya barat yang minimalis, sangat sesuai dengan seleraku. Hanya saja ranjangnya terlalu besar. Bagaimana aku bisa melewati satu malam dengan tenang di sini bersama seorang pria yang tidak mempunyai emosi? Tiba-tiba aku mempunyai sebuah ide. Di dalam kamar ganti ada selimut sutra cadangan. Aku segera membawa keluar satu selimut, lalu meletakkannya di atas ranjang. Meskipun tidak bisa pisah ranjang, kita bisa pisah selimut. Dengan begitu, aku juga masih bisa melindungi harga diri Daniel. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aku benar-benar pintar sekali. Saat ini, Daniel membuka pintu kamar mandi. Dia hanya melilitkan handuk di pinggangnya, sambil berjalan dia mengeringkan tetesan air dari rambutnya. Tetesan air yang belum kering mengalir dari lehernya, terus membelok ke dada, kemudian jatuh ke otot perut Daniel yang kencang, dan akhirnya menghilang di balik handuk di sepanjang lekukan otot berbentuk V yang menonjol di bagian perut bawahnya. Aku menelan air liurku dan berkata dalam hati kalau bentuk tubuh Daniel ini lumayan bagus. Aku menurunkan pandanganku. Setelah melihat bagian tubuh tertentu, aku dengan cepat mengalihkan pandanganku. Sayang sekali. Sebagus apa pun bentuk tubuhnya juga tidak berguna. Dia 'kan impoten. Waktu melihat pemandangan di ranjang, Daniel mengangkat alisnya dengan bingung. "Apa maksudnya ini?" Aku segera menjelaskan, "Kamu jangan salah paham. Aku begini demi kebaikanmu." Bukannya aku merasa kamu tidak mampu, aku hanya ingin melindungi rasa percaya dirimu sebagai seorang pria. Daniel melempar handuk pengering rambutnya ke samping, lalu berjalan perlahan ke tepi ranjang. Dia menekuk satu kakinya, berlutut setengah di ranjang. Wajahnya perlahan mendekatiku, aku hampir bisa mencium aroma sabun mandinya karena terlalu dekat. Dengan tatapan terfokus, Daniel menatapku dan bertanya perlahan, "Demi kebaikanku? Begini demi kebaikanku?" Aku merasa tenggorokanku kering karena tatapan Daniel dan diam-diam menjauhkan diri darinya. "Ya." Daniel menyadari gerakanku. Dia membuka lima jari panjangnya, menggenggam pergelangan kakiku, lalu menariknya dengan kuat, segera mengembalikan jarak yang kubuat seperti semula. Bahkan, kita lebih dekat dari sebelumnya. "Kenapa tidur terpisah adalah demi kebaikanku?" Aku tergagap-gagap tidak bisa menjelaskan dengan jelas. Aku 'kan tidak mungkin langsung memberitahunya kalau ini untuk menjaga rasa percaya dirinya. Daniel mengusap lembut pergelangan kakiku dengan jarinya yang sedikit kapalan. Rasa geli yang lembut membuatku tak tahan untuk menarik kakiku dari tangannya. "Hm? Katakanlah." Aku tak tahan dengan tatapan Daniel yang seolah ingin memanggang orang, jadi aku memberanikan diri menjawab, "Bukannya karena aku takut kamu nggak senang?" Kini giliran Daniel yang bingung. Dia mengernyitkan alis dan bertanya, "Kenapa aku nggak senang?" Aku menolehkan kepala dan bertanya dengan suara kecil, "Bukannya sekarang kamu 'nggak terlalu mampu'? Jadi, kita tidur terpisah saja. Kalau nggak, kamu akan nggak nyaman." Daniel menggertakkan gigi dengan ekspresi marah, "Nggak mampu? Siapa yang kamu bilang nggak mampu?" "Mereka. Mereka semua bilang kamu kecelakaan dan terluka di bagian itu." Mata Daniel begitu gelap dan menakutkan, seolah-olah dia akan segera "memakan orang". Aku ketakutan dan mundur sedikit, buru-buru mencari alasan untuk membela diri. "Tenang saja. Karena aku sudah menikah denganmu, aku pasti nggak akan meremehkanmu." Makin aku bicara, makin muram raut wajah Daniel. Aku buru-buru menjelaskan lagi, "Kamu jangan khawatir, aku pasti nggak akan kasih tahu orang lain masalah ini. Mulutku nggak ember kok." Namun, raut wajah Daniel belum membaik juga. Dia malah menyipitkan matanya dengan berbahaya. "Sekarang ... sekarang ilmu kedokteran sudah begitu maju, pasti bisa disembuhkan. Kamu jangan khawatir." Sebelum aku selesai bicara, Daniel seperti tak bisa menahan diri lagi, dia langsung menyerbu ke arahku.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.