Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 61

Daniel tersenyum puas dan berkata, "Karena aku pintar." Aku mengangkat alis, lalu bertanya, "Jadi maksudmu aku bodoh?" Senyum percaya diri Daniel langsung lenyap. "Mana mungkin, kamu itu paling pintar di mataku." Aku baru merasa puas dan melanjutkan membentuk tanah liat. Saat cangkir-cangkir hasil karya kami masuk ke dalam tungku pembakaran, aku tiba-tiba berkata, "Pokoknya aku mau yang kamu buat itu." Daniel mengusap kepalaku dengan sayang sambil berkata, "Baik." Sambil menunggu hasil pembakaran, pemilik toko mengajak kami ke taman kecil di atap. Dia bahkan membawakan kue buatannya sendiri beserta kopi. Aku memang penyuka makanan manis. Selain karena sering mengalami hipoglikemia, entah kenapa hanya saat makan manis aku merasa benar-benar bahagia. Aku masih ingat satu hal yang manusiawi dari Daniel saat kami masih SMA dulu. Pada saat itu, sekolah melarang kami membawa camilan, dan aku yang selalu menyelipkan permen serta cokelat di dalam tas sering kali kena tegur. Namun, sebab seluru

Klik untuk menyalin tautan

Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik

Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.