Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 4 Masalah yang Dulu

Varrel tidak menjawab, hanya mengelus bekas lukaku yang masih terlihat mengerikan dengan ujung jarinya yang agak kasar. Lama kemudian, Varrel menatapku dengan mata penuh kedinginan dan kecuekan. "Sepertinya kamu nggak pernah ceritakan masa lalumu padaku?" Aku menekan bibir dan menghindari tatapannya. Aku berujar dengan nada datar, "Itu sudah berlalu, nggak ada yang perlu diceritakan." Varrel memicingkan mata hitamnya, menarik kembali tangannya, dan kembali ke sikap anggunnya seperti biasa. Varrel dengan elegan bangun dan memakai piama tidur. Dia berdiri di samping tempat tidur, memandangku dengan dingin seraya berkata, "Tidurlah lebih awal." Aku terdiam sejenak. Aku menyadari bahwa Varrel sudah kehilangan minat dan bersiap untuk tidur di ruang kerja. "Oke." Aku memang tidak suka menggali terlalu dalam, yang penting kami berdua merasa nyaman. Melihat Varrel akan pergi, aku menarik selimut dan bersiap untuk tidur. Namun, baru berjalan beberapa langkah, Varrel tiba-tiba menoleh padaku dan memanggilku dengan suara rendah, "Sofia." "Ya?" Aku menatap Varrel dan menunggu kelanjutannya. "Yovie berbeda denganmu, jangan menyulitkannya." Ucapan Varrel singkat, tetapi penuh dengan perlindungan. Tubuhku di dalam selimut kaku sejenak, hatiku juga berdebar-debar. Apakah Varrel memperingatkanku seperti ini karena Yovie dipermalukan di hadapanku hari ini? Sambil menekan emosi dalam hati, aku menyahut, "Ya." "Brak!" Pintu kamar ditutup dengan keras. Di dalam ruangan besar ini, aku terduduk sendirian memandang langit-langit gelap di atas dengan bengong. Cih, belum apa-apa sudah langsung membelanya. Lupakan saja. Yang penting sekarang tidur dulu. Pada akhir pekan. Ketika menerima panggilan dari Keluarga Carter, aku masih lembur di kantor. Mendengar suara tegang di seberang telepon, aku langsung menuju gedung rumah sakit. Di ruang rawat inap, Kyle Carter terlihat pucat. Dibandingkan dengan pertemuan terakhir, matanya lebih cekung dan dia terlihat lebih tua. Yovie dengan sigap melayani di sampingnya. Begitu aku masuk, wajah Kyle berubah muram seketika. Dia menatapku dengan wajah dingin dan menghardik, "Kamu masih berani menemuiku?" Aku melirik Yovie yang berdiri di samping Kyle, lalu menatap Ibu yang berdiri tak jauh darinya. Yovie tampak bergembira, sedangkan Ibu terlihat khawatir. Entah apa yang terjadi. Aku menatap Kyle dan bertanya, "Ayah, apa kesalahanku?" "Brak!" Entah mengapa dia marah, Kyle langsung melemparkan keranjang buah di sampingnya ke arahku. Dia memelototiku. "Kamu nggak tahu apa yang sudah kamu lakukan? Sofia, kenapa aku bisa punya anak yang nggak tahu malu sepertimu?" "Kyle, kamu cukup beri dia pelajaran kalau Sofia salah. Kenapa harus melukainya?" tegur Ibu. Melihat Ayah marah, Ibu buru-buru mengadang di depanku. Aku menarik Ibu ke samping. Sudah lama aku terbiasa dengan tingkah laku Ayah yang seperti ini. Aku menatapnya dengan sorot mata dingin dan membantah, "Aku benar-benar nggak tahu apa yang sudah kulakukan. Pak Kyle, sebut saja. Seenggaknya biar aku tahu di mana letak ketidaktahumaluanku." Mungkin karena sikapku yang menantang, dada Kyle naik turun dengan hebat saking marah. "Apakah kamu yang melaporkan kakakmu dan Varrel ke polisi dengan tuduhan palsu?" Karena masalah ini? "Cih!" Aku tidak bisa menahan tawa. Aku menatapnya dan berkata, "Pak Kyle, lain kali kalau mau memarahiku, tolong cari alasan yang lebih masuk akal. Alasannya ini terdengar sangat bodoh bagiku." Setelah meliriknya sekilas, aku melanjutkan, "Karena kamu belum mati, aku pergi dulu, nggak ganggu kalian berdua saling menyayangi." Setelah berkata demikian, aku langsung meninggalkan bangsal tanpa menunggu Kyle meledak marah. Ibu bergegas menyusul keluar. Dia memegangiku dengan wajah penuh kekhawatiran. "Sofia, ayahmu bukan sengaja begitu. Dia hanya ingin kamu jangan menyebarkan aib keluarga. Keluarga Desta sudah tahu tentang kakakmu dan Varrel, lalu menelepon dan bertanya. Mereka bilang kita sama-sama adalah keluarga terhormat, kalau ada masalah lain kali, selesaikanlah secara pribadi. Jangan sampai dibawa ke kantor polisi dan membuat malu." Aku menatapnya sembari mengangkat. "Jadi, apa hubungannya denganku? Hanya karena aku yang lapor polisi?" Ibu menghela napas tak berdaya. "Masalah ini tentu saja bukan salahmu. Ayahmu terlalu gengsi, karena itulah dia marah padamu. Tentu saja, dia juga sudah memarahi kakakmu. Kamu ini, kenapa nggak bisa belajar dari kemanisan Yovie dan bujuk ayahmu?" "Dia suka dengar kata-kata manis, biar Yovie saja yang katakan padanya. Aku masih ada urusan, harus pergi dulu." Setelah berkata demikian, aku langsung berjalan menyusuri koridor untuk pergi. Ibu menahanku untuk pergi, memandangiku sambil menghela napas. "Nak, kenapa baru bertemu sebentar sudah mau pergi? Kamu nggak tanya kenapa ayahmu dirawat di rumah sakit? Bagaimanapun juga, dia ayah kandungmu." Aku sampai lupa karena marah. Aku menatap Ibu dan bertanya, "Dia kenapa?" "Kanker hati stadium akhir, baru saja terdiagnosis." Seketika, air mata Ibu menetes deras. Aku terkesiap dan terbengong. "Kenapa ... bisa tiba-tiba ...." Ibu tersedu-sedu. "Selama ini demi Grup Carter, ayahmu bekerja tanpa henti siang dan malam. Ditambah kebiasaan merokok dan minum alkohol yang nggak terkontrol. Dokter bilang dia hanya punya waktu tiga bulan lagi. Ini seperti vonis mati yang ditunda. Sofia, untuk masalah yang dulu, Ibu mohon kamu minta maaf baik-baik padanya, buat kemarahannya reda. Temani dia baik-baik. Selama bertahun-tahun ini, hubungan kalian ...." "Ibu, aku nggak bersalah dalam masalah waktu itu." Aku berdiri dengan kesal, sambil menahan emosi, Aku tahu perkataan Ibu selanjutnya pasti sama seperti dulu, jadi aku langsung masuk ke lift dan menutup pintunya sebelum Ibu menyusul. Di lobi rumah sakit, aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menekan perasaan yang mengganjal di dada. "Sofia, kamu benar-benar monster berhati dingin." Suara mengejek datang dari belakang. Yovie mengikutiku. Tidak ingin berurusan dengannya, aku langsung berjalan ke luar. Namun, Yovie tiba-tiba dia meninggikan suaranya, "Kamu lari dengan pria di usia 18 tahun, lalu akhirnya dijual ke perbatasan dan menjadi pelacur jalanan. Sofia, Varrel nggak tahu tentang masa lalumu ini, 'kan?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.