Bab 15 Tidak Ada Pria yang Bisa Dipercaya
Sepanjang jalan, Surya terus mengoceh mengenang kisah masa kecil mereka bertiga, tapi tidak ada satu kata pun yang masuk ke telinga Yansen.
Setibanya di kantor, dia bahkan tidak memberi ucapan selamat tinggal pada Surya, langsung masuk ke lift khusus presdir menuju atas.
"Pak Yansen, mengenai gugatan pelanggaran hak cipta dengan PT Global, apa Anda perlu mencari beberapa pengacara tambahan?"
Sekretaris mengetuk pintu sambil menyerahkan dokumen. "Kabarnya pihak lawan sudah menyewa pengacara internasional terkenal."
Yansen mengangkat tangan menyesuaikan kacamata berbingkai emasnya, sama sekali tidak terpengaruh, lalu menandatangani dokumen di bagian bawah. "Nggak perlu, masalah hukum, tunggu saja Bu Wanda kembali, biar dia yang menangani sepenuhnya."
"Bu Wanda mau kembali ke kantor pusat?" Sekretaris yang tadi masih cemas, seketika lega mendengarnya. "Bagus sekali, kali ini PT Global pasti kalah!"
Apa yang dia katakan sama sekali tidak berlebihan. Sepanjang tahun ini, setiap kasus besar yang melibatkan Grup Feriawan, dan ditangani oleh Bu Wanda sebagai pengacara, tidak satu pun pernah berakhir dengan kekalahan.
Setelah sekretaris merasa tenang dan hendak berbalik pergi, tiba-tiba Yansen memanggilnya.
"Nanti belikan sedikit buah dan suplemen, kirimkan ke Ruang VIP 1 Rumah Sakit Sentramedik."
"Baik, Pak Yansen."
Setelah dia pergi, Yansen baru mengeluarkan buku nikah yang baru saja didapat dari saku jasnya.
Di foto itu, Kirana menyandarkan bahu kirinya sedikit pada Yansen, wajahnya tersenyum kaku.
Jari Yansen perlahan mengusap foto itu, menatapnya lama sekali, baru kemudian bangkit membuka brankas dan menyimpannya dengan rapi di dalam.
...
Di rumah sakit, bau obat antiseptik masih tercium di setiap sudut.
Kirana sudah duduk menunggu di kamar VIP 1 hampir dua jam, barulah Yunita terbangun dari kondisi koma yang dalam.
Kali ini keadaannya lebih baik, setidaknya dia sudah punya tenaga untuk mengangkat tangannya.
"Bu, akhirnya Ibu sadar! Tadi dokter datang, menyuruhku menandatangani semua surat persetujuan operasi. Beberapa hari lagi Ibu sudah bisa menjalani operasi!"
Saat menandatangani surat itu tadi, dia begitu gugup sampai hampir tidak bisa menggenggam pena.
Berbeda dengan kebahagiaan Kirana, Yunita hanya mengerutkan alis. "Kirana ... Dari mana uang operasi itu?"
"Aku pinjam."
Tentu saja Kirana tidak akan memberi tahu ibunya yang sebenarnya.
Namun, mengatakan bahwa uang itu hasil pinjaman juga tidak bisa dianggap bohong, karena uang operasi itu memang dikeluarkan Yansen. Hanya saja, setelah dirinya mengumpulkan cukup uang, dia akan mengembalikannya!
"Jumlahnya pasti miliaran, siapa yang bisa meminjamkanmu?" Yunita berusaha bangun, emosinya ikut terpancing. "Katakan yang sebenarnya! Apa kamu dapatkan uang itu lewat cara yang nggak benar?!"
"Nggak!" Kirana sudah kehabisan akal, dan akhirnya berkata, "Aku punya pacar, dia yang pinjamkan padaku."
Mendengar itu, Yunita justru makin tidak bisa menerima.
"Nggak boleh, kita nggak jadi operasi. Kamu harus kembalikan uang itu padanya!"
Kirana mengernyitkan alisnya, tidak berdaya. "Bu! Kalau Ibu nggak menjalani operasi, nyawa Ibu benar-benar dalam bahaya!"
"Sekalipun harus mati, aku nggak akan biarkan kamu menggunakan uang pria! Bukannya sejak kecil Ibu sudah bilang padamu, nggak ada pria yang bisa dipercaya, jauhkan dirimu dari mereka! Terutama pria kaya, makin nggak bisa diandalkan!"
Dulu, Yunita juga ditipu dengan cara yang sama. Sebelum menikah penuh janji setia, setelah menikah baru dua tahun langsung berselingkuh, bahkan sampai punya anak haram!
"Lalu Ibu mau aku bagaimana?"
Kirana sudah terlalu lelah, tidak bisa mengendalikan diri, suaranya pun meninggi. "Ayahku sama saja seperti sudah mati, kalau Ibu juga kenapa-kenapa, aku akan jadi yatim piatu!"
Yunita membisu.
Lalu Kirana menarik napas dalam-dalam, dengan lembut menggenggam tangan ibunya. "Bu, aku janji, uang ini pasti akan aku kembalikan padanya, ya?"
Dalam satu tahun pernikahan kontrak ini, dia akan berusaha mengembalikan uang itu sekaligus saat bercerai dengan Yansen.