Bab 1
Aku telah ditandai sebagai kekasih manusia serigala, Arga Sagara.
Konon, wanita yang memiliki tanda itu memiliki makna istimewa bagi manusia serigala. Manusia serigala rela melakukan apa saja demi melindungi kekasih mereka, termasuk mengorbankan nyawa mereka.
Pada malam bulan purnama, aku diserang oleh segerombolan drakula. Namun, Arga hanya diam menyaksikan aku disiksa sampai sekarat.
Kepala pelayan manusia serigala berlutut memohon kepada Arga agar menyelamatkanku, tetapi Arga malah pergi sambil membopong seorang pejalan kaki yang jatuh pingsan.
Arga hanya mengatakan.
"Selama tanda itu masih ada padanya, dia nggak akan mati."
Saat di ambang kematian, aku menjual jiwaku kepada iblis untuk meredakan rasa sakit yang kurasakan.
Namun, dari udara terdengar suara tawa dingin seseorang.
"Kalau mau menjual jiwa, setidaknya carilah pembeli yang mau membeli dengan harga paling mahal. Apa untungnya bertransaksi dengan iblis? Bagaimana kalau bertransaksi denganku saja?"
...
Pada malam bulan purnama, segerombolan drakula mengepungku.
Senyuman haus darah terlihat di wajah mereka. Terasa sekali gairah dan antusiasme para drakula itu.
Luka di leherku sudah menghitam, darah di seluruh tubuhku terasa panas membara, bahkan jiwaku terasa terbakar.
Sebagai manusia, aku berani melawan para drakula.
Semua ini hanya karena aku menerima kabar bahwa pemimpin manusia serigala, Arga Sagara, sedang dalam bahaya.
Sebagai kekasih pilihan Arga, aku hanya berpikir.
"Apa pun yang terjadi, aku harus menyelamatkan Arga!"
Saat nyawa pemilik tanda ini terancam, tanda itu akan secara otomatis memanggil pasangan manusia serigalanya untuk melindunginya.
Namun, Arga menahan sekuat tenaga kekuatan dari tanda itu. Manusia serigala itu hanya diam menyaksikan aku disiksa sampai sekarat.
Arga hanya mengatakan, selama aku punya tanda kekasih manusia serigala, aku tidak akan mati.
Aku sudah kehilangan harapan dan bersiap menjual jiwaku kepada iblis.
Dalam kondisi setengah sadar, aku mendengar suara tawa sinis dari sosok misterius.
"Kalau mau menjual jiwa, setidaknya carilah pembeli yang mau membeli dengan harga paling mahal."
"Apa untungnya bertransaksi dengan iblis? Bagaimana kalau bertransaksi denganku saja?"
Aku tersenyum pahit dan mengangguk sedikit.
Seluruh tubuhku sudah basah kuyup oleh hujan, sedangkan para drakula yang mengepungku tampak ketakutan. Sebelum mereka sempat melarikan diri, mereka sudah berubah menjadi asap hitam dan lenyap.
Di ambang kematian, aku mengulurkan tanganku ke udara, mencoba meraih secercah harapan terakhir.
Ketika aku membuka mata lagi, aku berada di atas tempat tidur.
Aku terkejut.
"Arga!"
Tanpa memedulikan rasa sakit di sekujur tubuhku, aku bergegas turun ke bawah.
Begitu melihat Arga sedang sarapan di ruang makan, aku merasa lega.
"Syukurlah, Arga masih hidup," pikirku.
Arga memandang ke arahku. Ketika melihat pakaianku penuh dengan noda darah merah gelap, Arga mengernyitkan kening.
Aku baru menyadari bahwa luka di tubuhku sudah sembuh, tetapi pakaianku masih penuh noda darah dan sobek karena cakaran para drakula.
"Kenapa pakaianmu seperti itu?"
"Kamu membuat Lusi takut."
Aku melihat ada seorang wanita duduk di samping Arga.
Wanita itu adalah pejalan kaki yang jatuh pingsan kemarin.
Lusi mengenakan kemeja pria yang longgar. Wanita itu memeluk Arga seperti seekor kelinci yang ketakutan.
Arga tampak khawatir. Dia menepuk punggung Lusi dengan lembut untuk menenangkan wanita itu.
"Nggak apa-apa. Seperti kubilang, dia nggak akan mati. Sebaliknya, kakimu masih sakit karena terkilir."
Wajah Lusi tampak memerah, kemudian wanita itu membisikkan sesuatu di telinga Arga.
Telinga Arga langsung memerah.
"Sudah nggak sabar, ya?"
Arga tersenyum. Arga memandangku lagi, ekspresinya berubah dingin lagi.
"Kok diam saja? Cepat ganti pakaianmu. Memalukan sekali!"
Aku mengalihkan pandangan dan pergi tanpa mengatakan apa-apa.
Ketika berendam di bak mandi, aku melihat tanda di dadaku makin memudar.
Suara orang misterius itu muncul lagi di pikiranku.
"Tiga hari lagi, setelah tanda itu hilang sepenuhnya, pergilah ke Hutan Dhuma untuk menemuiku."
Ternyata kejadian semalam itu benar-benar terjadi.
Ternyata Arga benar-benar tidak menyelamatkanku.
Arga memberiku tanda sejak aku lahir.
Tanda itu adalah sesuatu yang sangat ajaib, sebuah ikatan emosional yang dibentuk oleh manusia serigala saat mereka bertemu dengan wanita yang ditakdirkan untuknya.
Begitu tanda itu terbentuk, manusia serigala akan memiliki perasaan yang tidak bisa dilawan terhadap wanita yang dipilihnya.
Sejak aku menerima tanda itu, Arga selalu melindungiku. Dia tidak akan mengizinkan pria lain mendekatiku. Hanya aku, yang dia perhatikan sepenuh hati, bahkan dia paham apa yang kuinginkan.
Selama 20 tahun terakhir ini, aku sudah terbiasa perhatian terhadap Arga. Begitu baiknya, bahkan begitu aku terbangun setelah kejadian semalam, aku masih ingin memastikan kondisi Arga baik-baik saja.
Tanpa kusadari, pintu kamar mandi terbuka sedikit, menyisakan celah kecil.
Aku mendengar suara Arga yang sedang menelepon.
"Aku tahu itu adalah jebakan yang dibuat para drakula!"
"Tapi sebagai pemimpin manusia serigala, mana mungkin aku semudah itu terpengaruh oleh perasaan?"
"Bagaimana caranya menghilangkan tanda sialan itu?"
Aku tersenyum pahit.
Aku ingin sekali memberitahunya bahwa tanda ini akan hilang tiga hari kemudian.
Setelah itu, dia akan bebas.
Namun, belum sempat mengatakan sepatah kata pun, air mataku sudah mengalir deras.