Bab 2
Hujan mulai turun di luar. Vila itu terletak di puncak gunung di pinggiran kota sehingga sulit untuk mendapatkan taksi di sana.
Yang lain sudah pergi, dan hanya tinggal Sally. Sally naik taksi ketika datang. Sally berdiri di bawah atap, memandangi tetesan hujan.
Sebuah Rolls-Royce hitam menembus hujan dan berhenti di depan Sally. Jendela mobil diturunkan, memperlihatkan wajah asisten Albert.
Asisten itu bernama Hendra Christian.
"Bu Sally, ayo naik."
Sally berdiri di luar tanpa bergerak. Matanya melihat melalui celah jendela mobil, seolah-olah tahu ada seseorang yang duduk di belakang.
Sebelum Sally bersuara, terdengar Albert berkata.
"Jalan, biar dia keringkan air dalam otaknya di sini."
Hendra sedikit canggung. Lalu, tanpa melihat Sally lagi, dia langsung pergi.
Sally menatap mobil itu dan mengerjap. Tetesan air hujan dari luar berjatuhan di wajahnya, dingin menusuk tulang.
Albert yang berusia 18 tahun berharap dapat merayakan ulang tahunnya yang ke-28 bersama Sally, tetapi Albert yang berusia 28 tahun sudah membenci Sally dalam-dalam.
Selama tiga tahun ini, Albert tidak pernah melakukan hubungan intim dengan Sally, bahkan hampir tidak pernah pulang ke rumah.
Di kalangan sosialita, orang-orang mengatakan Sally adalah yang paling kasihan di antara para wanita yang menikah dengan keluarga elit. Tidak punya apa-apa, selain cantik saja.
Di mata semua orang, Sally adalah wanita jahat yang berdosa karena telah membuat Jessica Kencana menjadi koma dan telah merebut tunangan Octaviani.
Namun, tidak ada yang ingat bahwa Sally, dari umur 12 hingga 19 tahun, telah menemani Albert dari masa terpuruk hingga menjadi sukses.
Orang-orang mengatakan bahwa Sally tidak puas hanya dijadikan anak angkat oleh Keluarga Petro, bahkan ingin memanfaatkan ikatan moral atas tujuh tahun itu untuk memeras Albert selama sisa hidupnya.
Tujuh tahun berlalu dalam sekejap mata. Jika dihitung, Sally telah bersama Albert selama empat belas tahun.
Sally menunduk dan menatap pesanan di ponselnya, tetapi tidak ada pengemudi yang mau menerimanya.
Sally akhirnya sampai di Kompleks Wanura pukul dua subuh. Gaunnya basah kuyup dan menempel pada pergelangan kakinya. Saat itu akhir musim gugur, cuaca begitu dingin sehingga bibir Sally sedikit bergetar.
Lampu di vila masih menyala. Saat sedang mengganti sepatu di pintu masuk, Sally melihat seorang pria duduk di sofa sambil mengurus masalah kerja.
Albert memiliki struktur tulang yang sangat bagus. Tidak peduli dilihat berapa lama, ketampanannya tetap membuat orang jatuh cinta padanya.
Hanya dengan duduk di sana, Albert bagaikan gunung salju yang tak terjangkau.
Tentu saja, Sally tidak akan berpikir bahwa Albert sedang menunggunya. Hubungan mereka sudah benar-benar renggang sejak tiga tahun lalu. Dari sosok yang ceria dan cantik, kini Sally bercermin dan hampir tidak dapat mengenali siapa wanita emosional di cermin itu.
Sally berganti sepatu dalam keheningan. Sally membuang syal ke tong sampah di pintu masuk, lalu ke lantai atas.
Ada banyak barang Sally di kamar tidur utama yang bernuansa hangat dan bersih. Albert jarang pulang dalam tiga tahun terakhir sehingga semua orang menertawakannya karena menjadi janda.
Sally membawa sebuah koper kecil dan mengemas beberapa pakaian sehari-harinya. Adapun tas dan perhiasan mewah yang memenuhi dinding, Sally belum pernah menyentuh semua itu.
Albert mengatakan Sally tidak pantas memakainya.
Di mata Albert, Sally adalah wanita matre. Mempunyai barang mewah, tetapi tidak dapat memakainya adalah penyiksaan bagi Sally.
Sally membawa koper ke lantai bawah dan meletakkan surat perjanjian cerai yang sudah ditandatanganinya di atas meja.
"Albert, aku sudah tanda tangan."
Dalam tiga tahun ini, mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Lebih tepatnya, Sally-lah yang terus-menerus melontarkan tuduhan atas sikap dingin Albert dan berusaha keras mendapat perhatiannya. Albert hanya berdiri diam, menyaksikan Sally kehilangan kendali dengan pandangan dingin cuek dan dingin, seperti orang yang menonton kebakaran dari seberang sungai.
Tatapan Albert beralih dari laptop di depannya ke koper Sally. Tenggorokannya terasa seperti terbakar hingga ke perutnya, seolah-olah telah dituangi asam sulfat.
Albert mencibir. Suara yang dingin dan sinis itu bagaikan pisau tajam yang akan menusuk telinga Sally.
"Cuma bawa segini, apa kamu berencana bolak-balik ke sini nanti? Sally, jangan lupa bagaimana kamu merebut posisi ini dulu. Saat aku bertunangan dengan Octaviani, kamu meracuni minumanku di pesta dan mengatur orang untuk memergoki kita. Aku sampai terpaksa harus menikahimu."
"Maafkan aku."
Sally memegang gagang koper dengan wajah pucat dan gaun basah. Dia tampak akan jatuh.
Sally mengepalkan tangan erat-erat dan terdiam sejenak. Butuh segenap usaha bagi Sally untuk berbicara.
"Albert, aku ingin tahu kenapa kamu tiba-tiba nggak mencintaiku lagi."
Selama tiga tahun ini, Sally telah memikirkan hal itu berulang kali. Dulu, saat mereka masih berpelukan di kamar sewaan yang sempit, Albert bersumpah akan mencintainya seumur hidup. Namun setelah Albert ditemukan kembali oleh Keluarga Petro, banyak yang mengimbau Sally untuk menerima uang mereka dan pergi. Keluarga Petro tak akan pernah menerima gadis miskin sepertimu sebagai menantu.
Sally mengabaikan imbauan itu dan berpegang teguh pada janji Albert, menunggu Albert menikahinya secara meriah.
Alhasil, Sally mendengar kabar pertunangan Albert dan Octaviani. Albert berkata dia sudah tidak mencintainya lagi.
Mengapa Albert tiba-tiba tidak mencintainya lagi?
"Karena kamu nggak pantas."
Jawaban itu bagaikan palu yang menghantam Sally dengan keras.
Sally tak bisa menggambarkan rasa sakitnya. Jantungnya serasa ditusuk entah berapa kali dan terus berdarah.
Ketika mencintainya, Albert berkata dia adalah gadis terbaik di dunia, tetapi saat berhenti mencintainya, Albert dengan santai berkata dia tidak pantas dicintainya.
Dengan identitas yang begitu biasa, Sally membela cintanya di hadapan sekelompok anak orang kaya yang arogan itu. Di mata mereka, Sally hanyalah badut jenaka.
Akan tetapi, Sally selalu berpikir bahwa dirinya adalah seorang pemberani. Sally mengira pertunangan Albert terjadi karena alasan yang tidak dapat dihindari.
Albert telah membohonginya selama tiga tahun. Sudah saatnya Sally bangun dari mimpi.
Sally menarik kopernya ke dekat pintu. "Kamu tanda tangani saja. Besok siang, kutunggu di depan Kantor Catatan Sipil."
Setelah berganti sepatu, Sally menyisipkan rambutnya ke belakang telinga dan tersenyum. "Albert, maaf sudah menyusahkanmu selama bertahun-tahun."
Albert menggenggam kontrak itu dengan gemetar dan begitu kuat, seperti ingin merobek kertas itu. Lalu, Albert melepaskannya dengan lesu.
"Iya, akhirnya aku bebas."
Mustahil Sally tidak tersakiti saat mendengar itu. Sally ingin senyum, tetapi tidak bisa.
Sally hanya bisa berbalik dan pergi.
Hendra sedang menunggu di luar rumah. Melihat Sally membawa koper, Hendra tampak dilema. "Bu Sally, Pak Albert bukan sengaja nggak memberitahumu malam ini, tapi ...."
Sally menyeret kopernya dan berjalan menembus hujan, seakan-akan tidak ingin tinggal di sana lebih lama lagi.
Namun, Sally berhenti setelah berjalan beberapa langkah. Sally menatap Hendra yang berdiri di pintu masuk dan bertanya dengan suara pelan, "Siapa simpanan Albert di Vila Senorin? Bisakah kamu memberitahuku?"
Hendra membeku di tempatnya dan segera menunduk. Hendra bertanya-tanya bagaimana Sally bisa tahu tentang tempat itu.
Melihat reaksi Hendra, Sally menarik napas dalam-dalam. "Albert sudah punya simpanan di sana sejak tiga tahun lalu, 'kan?"
"Bu Sally, maaf, aku nggak tahu."
Sebagai orang terdekat Albert, mustahil Hendra tidak tahu.
Sally mengusap tetesan air hujan di wajahnya. Tubuhnya juga basah. "Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau bilang."
"Bu Sally ...."
Sally sudah melangkah ke dalam hujan.
Ketika memberikan keperawanannya kepada Albert pada umur 18 tahun, Sally sudah memikirkan masa depan mereka bersama.
Tak disangka, dirinya akan begitu hancur pada umur 26 tahun. Melepaskan Albert seperti mencabut separuh darah dagingnya.
Akan tetapi, Sally benar-benar tak menginginkannya lagi.