Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 7

"Kenapa kamu yang lebih benci kepada mereka?" Jennie tiba-tiba terlihat gugup, menggelengkan kepala sambil tersenyum kecut. "Vivi, aku memikirkan kepentinganmu. Aku nggak tahan kamu diperlakukan seperti ini. Aku yang paling tahu bagaimana perjuanganmu sampai saat ini. Aku nggak bisa biarkan Seno menghancurkan masa depanmu." "Dan satu lagi, Vivi, Tuan Muda Reza beberapa hari lagi datang ke Kota Sarvo. Kamu Seno nggak ditangani secepatnya, apa jadinya kalau nanti menimbulkan masalah, lalu Tuan Muda Reza nggak senang?" "Yang harus kita lakukan sekarang adalah mengendalikan Seno, memastikan semuanya aman. Kita bisa memasukkannya ke penjara lagi untuk sementara waktu, bukan cuma untuk memastikan semuanya berjalan lancar, tapi juga melindungi Seno." Mendengar itu, Vivian menunduk dan berpikir, sesaat kemudian mengangguk perlahan. "Sepertinya, kalau semuanya gagal, cuma ini satu-satunya pilihan. Aku juga ingin menyelamatkan nyawa Seno. Kalau dia membuat Tuan Muda Reza marah, sudah nggak ada harapan lagi baginya. Tapi yang bisa disalahkan ya Seno sendiri yang terlalu lemah. Aku sudah melakukan yang terbaik untuknya." "Sayangnya, dia nggak akan pernah mengerti niat baikku. Sekarang dia mungkin sedang memakiku di belakang, tapi aku dan dia sudah nggak ada hubungan lagi. Aku nggak mengharapkan terima kasih darinya. Aku cuma berharap dia nggak terus mengejarku lagi di masa depan." Setelah memutuskan, Vivian menghela napas panjang. Seolah baru melakukan hal yang sangat besar dan menderita ketidakadilan yang luar biasa. Sementara itu, di sisi lain Kota Sarvo. Seorang wanita dengan gaun krem dengan wajah segar, anggun, dan elegan menatap alamat dan nomor telepon di ponselnya, terjerat dalam kebimbangan. Matanya yang indah berkilauan oleh air mata, dipenuhi rasa sedih dan sakit. Hidupnya sedang mengalami perubahan besar. "Vivian, kenapa kamu harus begini? Kamu nggak tahu betapa irinya aku karena kamu mendapat cinta Seno, karena aku sangat menginginkannya juga. Tapi aku nggak berhak mencintai Seno." Gracia menundukkan kepala. Air mata menetes dari sudut matanya. Dia tahu jika dia tidak ingin menghadapi bahaya, tidak seharusnya dia menemui Seno. Tapi, hati kecilnya mengatakan bahwa dia harus pergi. Pergi menemui pria yang telah lama dicintainya. Dia takut Seno akan putus asa dan menderita setelah ditinggalkan. Pada saat itu, seorang wanita paruh baya datang di belakang Gracia. Itu adalah ibu Gracia, Ratna Subekti. Ketika melihat air mata Gracia, dia hanya menghela napas pelan. "Gracia, jangan salahkan aku. Aku juga nggak mau kamu menikah dengan Tuan Muda Bimo. Walaupun dia suka main wanita dan nggak bisa apa-apa, Keluarga Yevari saat ini benar-benar membutuhkan bantuanmu, bantuan dari Keluarga Zafran." "Aku tahu kamu dirugikan karena pernikahan ini. Aku akan berusaha menebusnya di masa depan." Gracia menggelengkan kepala dengan lembut, menyeka air mata di sudut matanya. "Aku nggak apa-apa, Bu. Jangan khawatir. Ini sudah takdirku. Aku terima atau nggak, nggak ada bedanya. Keluargaku membutuhkanku. Walaupun aku nggak mau, aku lebih nggak mau lagi merugikan Keluarga Yevari." Di Kota Sarvo, Keluarga Yevari pernah menjadi kekuatan yang menakutkan. Tapi, mereka kini telah jatuh hingga membutuhkan anak perempuan mereka untuk menyelamatkan keluarga melalui pernikahan bisnis. Pernikahan ini bahkan tidak terlalu menguntungkan, tapi Keluarga Yevari bahkan tidak berani menolak. Sungguh menyedihkan. Gracia juga awalnya tidak setuju, tapi ketika melihat kakek yang paling menyayanginya merendahkan diri untuk memohon padanya, bahkan seluruh Keluarga Yevari memohon padanya, dia tahu ini sudah bukan pilihannya lagi. Nasib hidupnya sudah ditentukan pada saat itu juga. "Bu, aku mau keluar sebentar. Telepon aku kalau ada sesuatu, ya." Dia tetap memutuskan untuk bertemu Seno. Meski dia kini sudah tidak punya hak lagi untuk peduli pada Seno, dia tetap tidak bisa melupakan dan melepaskannya. Terutama sekarang, Seno baru saja keluar dari penjara dan langsung ditinggalkan, pasti hatinya sangat hancur. Karena itu, Gracia semakin ingin bertemu Seno. Meski harus mengambil risiko besar, hanya memberikan sedikit penghiburan saja sudah cukup. Sementara itu. Seno berdiri di rumah lamanya, memandang kekacauan di lantai, menghela napas sedih. Dua jam yang lalu, dia baru keluar dari penjara. Kehidupan yang dia bayangkan saat itu sangat berbeda dengan kenyataan sekarang. Saat dibebaskan, dia mengharapkan sambutan yang bahagia. Kenapa semuanya berubah menjadi seperti ini? Apakah kekuasaan dan uang benar-benar bisa mengubah seseorang secara total? Tepat ketika Seno memutuskan untuk pergi, bel pintu berbunyi. Seno merasa kesal, matanya penuh dengan kemarahan. "Dasar, nggak ada habisnya." Tapi saat membuka pintu, dia melihat seorang wanita yang anggun dan bersih di depannya. Sebersih bunga teratai putih yang tumbuh dari lumpur, tapi tidak tersentuh noda sedikit pun. "Gracia? Kenapa kamu ke sini?" Begitu melihat Seno, Gracia tersenyum. Dia benar-benar senang Seno sudah keluar dari penjara. Tapi sekejap, pandangan Gracia langsung muram, penuh dengan rasa sedih. "Seno, kamu kurus sekali. Hidupmu pasti sangat sulit enam tahun ini." Seno tertawa pelan. "Makanan dan tempat tinggal di penjara memang mengerikan, tapi aku bisa bertahan. Jangan berdiri saja, ayo masuk." Seno tidak berbohong hanya agar Gracia tidak khawatir. Perlakuan terhadapnya tentu berbeda dengan tahanan biasa. Tapi Gracia mungkin juga tidak percaya kalau dia mengatakannya. Setelah Gracia masuk, dia melihat kekacauan di dalam. Dia mengerutkan bibir, matanya penuh rasa sedih. "Vivian datang untuk memaksamu bercerai?" Seno terlihat sedikit terkejut. "Oh, aku ingat. Kalian sahabat dekat, ya. Tapi nggak ada keributan, cuma sedikit salah paham." Itulah satu-satunya penjelasan yang bisa Seno berikan saat ini. Kalau tidak, mau bilang apa? Bilang dia dipukul oleh mantan adik iparnya? Gracia menatap Seno dan menggelengkan kepala. "Aku nggak pernah menghubunginya selama enam tahun. Persahabatan kami berakhir setelah kamu masuk penjara." "Aku cuma mau tanya, Seno, apa kamu menyesal?" Gracia tahu segalanya. Tapi Seno tetap diam. Mau menyesal bagaimana? Menyesal jatuh cinta pada Vivian? Atau menyesal telah terlalu setia sampai rela menggantikan masuk penjara? Menyesal melibatkan begitu banyak orang untuk membantu Vivian, hanya untuk diperlakukan dengan begitu kejam? Kalau dibilang menyesal, rasanya tidak terlalu. Seno hanya merasa bahwa semua yang dialaminya sekarang adalah akibat perbuatannya sendiri. Jika dia tidak memanjakan Vivian secara berlebihan saat itu, mungkin semuanya tidak akan sampai sejauh ini. "Gracia, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Penyesalan itu sia-sia." Seno tersenyum pahit. "Jangan bicara yang bikin kesal saja. Kamu bagaimana sekarang, pasti sudah menikah, ya?" Dalam sekejap, raut wajah Gracia mendung, kesedihan yang pahit terukir di wajahnya. "Jadi, kamu masih mengabaikan perasaanku padamu?" "Seno, aku benar-benar ingin tahu. Kenapa aku nggak bisa menandingi Vivian di matamu? Kamu nggak pernah memandangku dengan serius. Kamu pasti tahu aku yang paling mencintaimu." Mendengar ini, Seno merasa sedikit canggung. Dia tahu Gracia menyukainya. Tapi, hati seorang pria hanya bisa diisi oleh satu orang. Ini soal tanggung jawab, kepada dirinya sendiri dan juga kepada orang itu. Tidak setia bukanlah gaya Seno. Saat dia mencintai Vivian, Seno tidak pernah berpikir untuk berkhianat. Dia selalu menjaga jarak dan batasan dengan Gracia. Di antara mereka, tidak pernah ada yang lebih dari pertemanan. Tapi hari ini, Gracia sepertinya tidak ingin menahan diri lagi.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.