Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

"Seno, aku ke sini cuma mau ketemu kamu." Gracia menutup mulutnya. "Kamu pasti belum makan, 'kan? Sudah larut begini, ayo kutraktir makan." Seno menggelengkan kepala, tersenyum kecil. "Ini rumahku, mana bisa kamu yang traktir aku? Kalau kamu nggak keberatan, aku mau masak sedikit." "Boleh." Mata Gracia bersinar dengan kegembiraan. "Tapi aku peringatkan dulu, selera masakanku mungkin beda dari seleramu." Mendengar itu, Gracia menatap Seno dalam-dalam. "Aku pernah coba masakanmu dulu. Sejak itu, aku nggak pernah bisa lupa. Aku sangat senang bisa makan masakanmu lagi." Saat itu, Seno sudah berjalan ke dapur. "Kamu duduk dulu, sebentar lagi siap." "Ya." Menatap punggung Seno yang menjauh, air mata menggenang di mata Gracia. "Bisa melihatmu memasak lagi, bisa makan bersamamu sekali lagi, paling nggak bisa mengurangi penyesalanku sedikit." Gracia duduk di ruang tamu dengan kepala yang selalu menengok. Matanya tidak pernah lepas dari Seno, seolah ingin terus menatapnya selamanya. Dapur berkilau dengan api, kehangatan kehidupan rumah sehari-hari yang membuat Gracia tersenyum lembut. Mungkin hidup seperti itu tidak akan dia miliki lagi. "Aku cuma masak sederhana, semoga kamu suka." Setelah meletakkan piring terakhir di atas meja, Seno melepas celemek dan duduk sambil tertawa kecil. Ekspresi Gracia tidak hanya dipenuhi sukacita, tetapi juga kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan. "Daging sapi tumis pedas, tahu tumis, kentang asam pedas, ini semua makanan kesukaanku." "Terima kasih, ternyata kamu ingat makanan kesukaanku." "Kamu datang menjengukku dengan tulus, harusnya aku yang terima kasih. Kamu membuatku merasakan kehangatan lagi." Seno tersenyum lembut, dengan sedikit kesedihan di matanya. Sejak keluar dari penjara, dia telah dikhianati, dikecewakan, dan diperlakukan dengan buruk. Semua yang dia anggap berharga telah berubah. Orang dan kenangan indah di masa lalu pun semuanya sudah berbeda. Saat dirinya terpuruk, hanya Gracia yang menyambutnya dengan senyum manis. Hanya Gracia yang memandangnya dengan tatapan tulus, membuat Seno sangat tersentuh dan merasa hangat dalam hatinya. "Ayo makan, jangan malu-malu," tawar Seno kepada Gracia. Tapi Gracia tiba-tiba meletakkan sebuah kartu di atas meja. "Seno, aku tahu kamu punya prinsip yang sangat kuat." "Ini semua tabunganku, ada tujuh miliar. Aku tahu ini nggak seberapa, tapi kamu baru keluar dari penjara, harus memulai semuanya dari awal. Jadi, tolong jangan tolak aku. Jangan buat aku menyesal, ya?" Seno terdiam. Karena di dalam kartu ini bukan hanya uang, tapi juga cinta yang mendalam dari Gracia. Seno sangat paham perasaan Gracia terhadapnya, tapi dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya. Setelah beberapa saat, Seno menggelengkan kepalanya. "Aku terima kepedulianmu, terima kasih, tapi uangnya nggak usah. Tenang saja, aku punya uang." Dia menolak karena dia tidak kekurangan uang. Dan yang paling penting, dia tidak tahu bagaimana harus menanggapi perasaan Gracia. Dia juga tidak tahu bagaimana cara membalasnya. Gracia melihat Seno menggelengkan kepala, air matanya tiba-tiba menetes. Dia mengira Seno menolaknya lagi. Seno sedikit frustrasi, buru-buru ingin menghiburnya. "Maksudku ... " "Aku nggak kekurangan uang, beneran. Aku nggak bohong. Aku bukannya mau menolak kebaikanmu, aku cuma merasa ... " Sampai di sini, Seno terhenti. Setelah lama berpikir, Seno tetap tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Dia benar-benar tidak bisa mengutarakan alasannya. Gracia mengusap air mata, suaranya tercekat. "Aku nggak bermaksud mengganggumu. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku. Tapi aku puas cuma mencintaimu dalam diam. Aku bukan bermaksud mengejar dan mengganggumu, aku cuma ingin membantu." "Seno, kumohon, terimalah kartu ini. Kamu baru keluar dari penjara, berapa banyak uang yang kamu punya? Aku paham sifatmu. Kamu pasti nggak mendapat bagian apa-apa dari bercerai." "Anggap saja uang ini modal awal dariku, sebuah pinjaman. Ini hal terakhir yang bisa kulakukan untuk membantumu. Kita mungkin nggak akan pernah bertemu lagi." Setelah mengucapkan kata-kata itu, Gracia tidak bisa lagi menahan air matanya. Melihat Gracia yang menangis tersedu-sedu, Seno merasa sedih. Gadis ini sebenarnya sangat baik. Meski sejak awal Seno sudah merasakan ada yang tidak beres, dia memilih untuk tidak menanyakannya karena takut menyentuh luka hatinya. Wajah Gracia selalu dipenuhi senyum pahit sejak pertama masuk, dengan mata yang penuh kesedihan. Seolah sedang terjebak dalam rawa dan tidak bisa melepaskan diri meski sudah berusaha. Hanya bisa menyaksikan dirinya sendiri ditelan secara perlahan, hingga kematian datang. "Gracia, apa yang terjadi selama ini? Bisakah kamu ceritakan padaku?" Seno awalnya masih sedikit ragu, tapi akhirnya tetap bertanya. "Aku bisa merasakan kamu sangat menderita, sangat putus asa. Ceritakan padaku, mungkin aku bisa membantumu." Melihat Seno yang benar-benar ingin membantunya, Gracia hanya menggeleng. Dia tidak berniat memberi tahu Seno sedikit pun, karena ini hanya akan membebani Seno dengan masalahnya. Di matanya, hidup Seno sudah cukup menderita. Dia tidak perlu membuat Seno tambah khawatir dengan urusannya. Lagi pula, hal-hal ini hanya akan membawa masalah serius bagi Seno. Dan jujur saja, Seno tidak bisa banyak membantunya. Tiba-tiba, teriakan keras terdengar dari luar pintu. "Seno, dasar bajingan, keluar sekarang!" Seno langsung mengenali suara itu. Dia menatap Gracia dengan napas berat dan tidak berdaya. "Makan malam ini nggak bisa berjalan lancar. Maaf, Gracia." Setelah pintu terbuka, yang terlihat adalah seorang wanita yang berpakaian mewah dengan perhiasan berkilauan. Dia mengenakan gaun pas badan dan selendang di tergelung di bahunya. Penampilannya yang elegan sangat kontras dengan kemarahan yang terpancar dari wajahnya. Seno mendesah. "Halo, ada perlu apa?" Dia dan Vivian sudah bercerai. Memanggil wanita itu "Ibu" sudah tidak pantas lagi, tapi dia tetap perlu menjaga sopan santun. Orang yang datang adalah ibu dari Vivian dan David, Rani. Setelah mengetahui perceraian Vivian dan Seno, yang paling bersemangat adalah Rani. Dia bahkan mendorong anaknya untuk memberi pelajaran kepada Seno. Di matanya, Seno tidak boleh dibiarkan menerima kompensasi. Menurutnya, Seno harus pergi meski tanpa kompensasi. Tapi apa yang terjadi? Anaknya sendiri dipukuli oleh Seno hingga masuk rumah sakit. "Seno, kamu sudah hebat ya? Dulu selalu kamu selalu memanggilku Ibu, sekarang bahkan nggak mau memanggil lagi saat bertemu?" Seno tetap tenang. "Aku sudah bercerai dengan anakmu, nggak pantas lagi aku memanggilmu Ibu. Ada perlu apa datang ke sini?" Seno tidak mengharapkan Rani datang dengan permintaan maaf. Sebagai mantan menantu Rani, mereka pernah tinggal bersama untuk beberapa waktu. Seno paling kenal sifatnya yang sinis, perhitungan, dan serakah. Seno dulu mengubah hidup mereka, mengangkat derajat mereka. Rani sangat berterima kasih padanya. Setelah Seno memberikan segalanya kepada Vivian dan mundur ke belakang layar, segalanya berubah. Vivian kini menjadi CEO kaya, sementara dirinya baru saja keluar dari penjara. Mana mungkin Rani bersikap baik? "Dasar anjing, masih berani tanya aku mau apa datang ke sini? Berani-beraninya kamu menyakiti anakku? Aku nggak akan mengampunimu." Setelah mengatakan itu, Rani mengangkat tangan untuk menampar wajah Seno. Tapi Seno tidak menghindar, bukan karena tidak bisa, tapi karena tidak ingin menghindar. Tamparan itu memotong semua ikatan kasih sayang yang tersisa di antara mereka. Tapi, sebelum Seno bicara, Gracia sudah tidak tahan dan langsung maju. "Bibi, bisa-bisanya kamu seenaknya menampar orang? Apa kamu nggak tahu sifat Seno? Dia nggak mungkin menyakiti David tanpa alasan." "Seno selalu lembut, kamu pasti lebih paham daripada aku. Dia pasti sudah terlalu kesal. Tempat ini sangat berantakan waktu aku baru datang. Jelas-jelas David yang datang ke sini untuk mengacau duluan." Melihat ekspresi cemas Gracia saat mengusap pipi Seno dengan lembut, amarah Rani langsung meluap. "Gracia, kamu belum menyerah juga? Kamu dulu membuat segala macam rencana untuk menghancurkan rumah tangga Vivi. Sekarang akhirnya mendapat kesempatan?" "Kalian dua orang berengsek, akhirnya bersatu juga? Haha, bahkan sudah makan bersama. Hidup serumah selamanya?" Setelah bicara, Rani berlari ke ruang makan dan membalikkan meja. "Makan! Apa masih bisa makan sekarang, dasar berengsek! Nggak akan kubiarkan begitu saja. Aku pasti akan membalas dendam anakku." "Gracia, dasar perempuan murahan! Nggak tahu malu! Kamu sudah punya tunangan! Biar kuberi tahu tunanganmu sekarang juga, dia pasti akan memukulimu sampai mati, perempuan sialan."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.