Bab 4
Aku menyaksikan Elmira menolak panggilan itu dan menghapus riwayatnya. Hatiku diselimuti hawa dingin.
Elmira, betapa takutnya kamu jika mayatku ditemukan!
Setelah kembali, Riko terus menerus minum bir sendirian. Tak lama kemudian, matanya mulai berkaca-kaca.
Melihat Riko sudah mabuk, Elmira berkata ragu, "Kalau nggak ... kamu ke rumahku malam ini."
Riko tertegun. Setelah ragu untuk waktu yang lama, dia menggelengkan kepala. "Kuantar kamu pulang."
Dengan perasaan kaget, rohku melayang mendekati Riko. Aneh sekali, tanpa batu sandungan seperti diriku, mengapa Riko justru menahan diri terhadap ajakan pujaan hatinya?
"Lukamu belum sembuh, aku nggak boleh macam-macam saat ini." Riko memberi alasan yang terdengar masuk akal.
Luka? Apakah karena kecelakaan mobil waktu itu?
Sungguh ironis, akulah korban paling menyedihkan, tetapi tidak ada yang peduli padaku selain Nenek Fia.
Entah mengapa, bayangan ranjang rumah sakit yang dingin dan sosok itu ... muncul lagi dalam benakku.
Jika bukan karena dokter spesialis yang dicarikan oleh Dion Abrian waktu itu, aku mungkin bahkan tidak dapat mengandung anakku ini.
Rasa bersalah tumbuh dalam hatiku saat terpikir pada Dion.
Demi bisa menikah dengan Riko, aku telah mengucapkan banyak kata-kata kejam pada Dion sebelumnya. Tak kusangka Dion masih mau membantuku setelah semua itu.
...
Setelah Riko meninggalkan rumah Elmira, aku terus mengikuti Riko.
Di dalam mobil, Riko memandang ke luar jendela dengan bengong. Setelah waktu yang lama, Riko tak kunjung memberi perintah pada sopir.
Ketika sopir hendak bertanya, Riko membentak dengan nada tinggi, "Jalan!"
Aku juga terkejut.
Sepulangnya ke rumah, Riko mabuk tak sadarkan diri sehingga sopir terpaksa harus membawanya ke kamar tidur dengan segenap usaha. Begitu sopir pergi, Riko meneriakkan namaku.
"Tiara, keluar sini! Aku mau minum air!"
Aku menyeringai sinis. Di saat ini, Riko bahkan ingin memerintahkanku untuk merawatnya.
Sayangnya, aku si pelayannya ini sudah mati tragis di dalam gang.
Setelah berteriak-teriak sekian lama, Riko ambruk di sofa. Dia melihat sekeliling, dan tampaknya menyadari bahwa aku belum pulang.
"Tiara, tunggu saja. Begitu kamu pulang, aku akan memberimu pelajaran!"
Mendengar teriakannya, aku tersenyum cuek. Aku melayang ke arah Riko dan menatapnya dengan sorot mata yang dalam.
"Oke. Riko, aku akan menunggumu."
"Menunggumu mati bersamaku, menebus dosamu padaku dan anak kita!"
...
Keesokannya, aku terbangun oleh suara bising. Aku samar-samar melihat Dion menerobos masuk secara paksa.
Sebelum aku sempat bereaksi, Dion sudah mencengkeram kerah baju Riko dan menyeretnya dari ranjang.
Lalu, Dion meninju Riko.
Tinjuan itu membuat Riko terbangun seketika. Darah mengalir turun dari hidungnya.
"Apa yang salah denganmu?"
Dion tetap mencengkeram kerah baju Riko dan mendorongnya ke dinding. Wajah Dion muram sekali.
"Tiara sudah hilang satu hari satu malam. Bisa-bisanya kamu mabuk dan tidur? Apa kamu nggak takut Tiara sedang dalam bahaya?"
"Bahaya? Orang seperti itu akan berada dalam bahaya apa?" ejek Riko.
Hawa dingin menyelimuti wajah Dion. Sambil menjinjing Riko, dia berkata dengan suara dingin sambil menggertakkan gigi.
"Polisi sudah meneleponmu sepanjang malam. Kenapa kamu nggak jawab?"
Tebersit secercah rasa kaget dalam mata Riko. Dia menyangkal secara refleks.
"Kapan polisi .... Wah, berani sekali Tiara. Dia mau merusak nama baikku juga?"
Dion menghardik dengan suara tegas, "Riko, kalau kamu nggak mencintai Tiara, kalian cerai saja."
"Apa maksudmu?"
Riko tertegun sejenak, lalu bertanya balik. Aku juga segera menoleh pada Dion dengan perasaan hati yang rumit.
"Lepaskan aku! Katakan dengan jelas!"
Riko melawan dengan sekuat tenaga, tetapi tenaga Dion lebih besar. Dion mencengkeram kerah baju Riko dan menyeretnya keluar bagai menyeret bangkai.
...
"Apakah kalian kerabat Tiara Rasid?"
Polisi mengajukan pertanyaan mendasar.
"Betul, aku suaminya," jawab Riko dengan jengkel.
"Istrimu sudah lama hilang, kenapa kamu nggak lapor polisi?" tanya polisi itu sambil mengernyit dan membolak-balik berkas kasus.
Riko mendengkus acuh tak acuh. "Sudah sering dia kabur dari rumah untuk mendapatkan perhatianku."
Ucapan Riko yang penuh kecuekan membuat hatiku dingin.
"Untuk mendapatkan perhatianmu? Sepertinya ada konflik antara dirimu dan istrimu." Polisi itu menoleh pada Dion. "Kamu temannya Tiara?"
Dion berkata dengan nada mendesak, "Betul. Aku minta kasus ini segera dibuka."
"Buka kasus? Nggak usah. Aku nggak punya waktu untuk bermain-main dengannya."