Bab 10
Saat menghadapi pertanyaan Harvey, Siska langsung memotong. "Halo Produser Harvey, aku ibu Sania dan Luna, namaku Siska."
Mendengar itu, Harvey terlihat kaget. "Sania dan Luna kakak adik?"
"Iya." Siska mengangguk, lalu tersenyum dan bertanya, "Produser Harvey, aku dengar Anda teman Sania, ya?"
Alis Harvey sedikit mengernyit.
Identitas Sania sebagai Sarniya dirahasiakan. Jadi kalau Siska bertanya seperti itu, berarti dia pun tidak tahu identitas asli putrinya.
Memikirkan hal tersebut, Harvey mengangguk, "Iya."
Siska langsung tersenyum lebar. "Kalau begitu, Anda memang seharusnya memilih Luna, kakak Sania. Dia sangat berbakat sebagai pengisi suara. Kemampuannya luar biasa. Dia ...."
"Bu Siska!" Ucapan Siska dipotong oleh Harvey.
"Pengisi suara untuk Arine sudah ada calon yang lebih cocok."
Wajah Siska menegang.
Dia memandang Harvey. "Lebih cocok? Produser Harvey, itu nggak mungkin!"
"Demi peran itu, Luna sudah latihan lama sekali di rumah. Aku yakin nggak ada yang lebih cocok daripada dia."
Saat bicara sampai sini, dia berhenti sejenak, lalu nadanya tiba-tiba menjadi penuh makna. "Atau ... ada orang yang menjelekkan Luna di depan Anda?"
"??" Ekspresi Harvey tampak kebingungan.
Sebelum dia sempat memahami maksudnya, Siska berkata lagi, "Produser Harvey, hubungan Sania dan kakaknya ... nggak terlalu akur."
"Jadi sewaktu tahu kakaknya dapat kesempatan ini, mungkin dia merasa dengki. Jangan hanya percaya ucapan sepihak Sania karena kalian berteman."
Kali ini, Harvey langsung mengerti.
Ekspresinya langsung terlihat sangat kaget!
Jadi Bu Siska pikir, dia tidak memilih Luna karena Sania menjelekkan kakaknya di depannya?
Di matanya, putrinya sendiri adalah orang seperti itu?
Harvey mendadak merasa kasihan pada Sania.
Nada suaranya menjadi dingin. "Bu Siska, Sania nggak pernah sekalipun menjelekkan kakaknya di depanku."
Saat mengatakan ini, dia menunduk dan berpikir sebentar, lalu mengetik di komputer. "Aku punya rekaman audio. Silakan dengarkan sendiri."
Siska dan Luna langsung pasang telinga dan mendengarkan dengan serius.
Semakin lama rekaman berjalan, ekspresi mereka pun perlahan berubah.
Begitu audio selesai, Harvey menatap Siska. "Ini adalah pengisi suara yang sudah kami tentukan untuk Arine."
Saat ini, ekspresi Siska terus berubah, kaku dan canggung.
Meskipun dia sangat membanggakan putrinya, pada saat ini, dia tidak punya muka untuk bilang Luna lebih baik daripada orang itu.
Luna menatap Harvey dengan tidak percaya. "Itu ... itu Sarniya?"
Mendengar itu, Harvey hanya tersenyum, tidak menjawab.
Luna membelalakkan mata, dia masih kaget.
Sarniya adalah legenda di komunitas pengisi suara!
Suara yang dia isi untuk film animasi sewaktu kuliah saja sudah membuat banyak orang terpukau.
Kemudian dia mengisi suara tokoh utama wanita di dua drama.
Dua drama itu langsung meledak, pengisi suara untuk tokoh utama wanita membuat karakternya menjadi jauh lebih hidup.
Itu membuat komunitas pengisi suara mengakui kemampuan Sarniya.
Wanita itu benar-benar bisa disebut begitu debut langsung mencapai puncak.
Namun, tidak ada yang menyangka, setelah itu dia tidak melanjutkan karier di dunia pengisi suara.
Meski begitu namanya tetap sangat terkenal.
Luna juga sangat menyukai Sarniya.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau kru Bunga Kabut berhasil membuat Sarniya muncul kembali!
Artinya Bunga Kabut akan menjadi karya perdana Sarniya setelah lama tidak tampil?
Sungguh luar biasa!
Siska merasa wajahnya panas, tapi tetap bersikeras. "Ini ... juga nggak terlalu bagus! Ya ... hanya sedikit lebih bagus dari Luna."
Harvey berdiri dari kursinya, memandang Luna dengan tatapan meremehkan.
"Nona Luna, kali ini kamu nggak terpilih, murni karena kemampuanmu nggak sebaik orang lain."
Dia berhenti sebentar, lalu tertawa dan melanjutkan berkata, "Lain kali ingat, cari kesalahan dari diri sendiri dulu, jangan asal memfitnah orang."
Mendengar itu, ekspresi Luna langsung menegang.
Siska justru marah besar. "Kenapa kamu bicara ...."
Kalimatnya belum selesai, Harvey sudah memotong. "Aku masih ada urusan, silakan keluar."
"Ibu, kita pergi saja." Luna langsung menarik tangan Siska dan menyeretnya keluar kantor.
Begitu keluar, air mata Luna langsung menetes.
Ekspresi di wajahnya sangat kasihan. "Ibu, aku ... aku benaran nggak berniat memfitnah Sania. Aku hanya dengar dari temanku kalau Sania datang menemui Produser Harvey. Aku ...."
Siska mengusap air mata Luna, sambil memotong. "Jangan menangis. Ibu tahu kamu orang seperti apa. Ibu percaya padamu."
Luna mengendus dan berkata, "Ibu, aku merasa sangat bersalah karena sudah menuduh Sania. Aku harus telepon Sania dan minta maaf."
...
Saat menerima telepon Luna, Sania sedang dalam perjalanan menuju Kantor Catatan Sipil.
"Sania."
Mendengar suara Luna yang bergetar menahan tangis, alis Sania langsung berkerut.
"Ada apa, langsung ngomong saja." Sania tidak punya waktu buat menemaninya main drama. Jadi ada suaranya terdengar kurang baik.
Luna mengendus dan berkata dengan suara serak, "Aku dan Ibu hari ini pergi menemui Produser Harvey. Awalnya mau melihat apakah masih ada peluang untuk peran pengisi suara. Setelah mendengar penjelasan Produser Harvey, kami baru tahu, aku dan Ibu salah menuduhmu."
"Maaf, Sania. Tolong maafkan kami. Kami benar-benar nggak sengaja."
Mendengar itu, Sania hanya mendengus dingin. "Kalau nggak ada hal lain, aku tutup dulu."
Minta maaf?
Dia tidak butuh!
Saat Sania hendak menutup telepon, tiba-tiba terdengar suara wanita yang keras. "Jangan tutup!"
"Sania! Kamu nggak dengar kakakmu lagi minta maaf? Kamu diam saja, apa maksudmu? Kakakmu tahu dia salah menuduhmu, sampai menangis karena merasa bersalah. Dia bersikeras meneleponmu untuk minta maaf darimu."
"Kamu lihat sikapmu sendiri? Kami memang salah menuduhmu, itu memang salah. Tapi kita satu keluarga, ada sedikit gesekan itu hal wajar!"
"Urusannya sudah lewat, kamu masih mau memperpanjang masalah?"