Bab 15
Dia segera berlutut dengan satu lutut, lalu dengan lembut mengangkatku dari lantai yang penuh puntung rokok dan noda minuman.
Saat melihatnya, entah kenapa aku merasa sangat tertekan. Hidungku panas, dan air mata menetes deras. "Profesor Devan, tubuhku sakit sekali. Aku ingin pulang ... "
"Baiklah, jangan menangis. Aku akan segera membawamu pulang."
Melihat aku menangis, tatapan Devan semakin lembut. Dia mengangkatku dari lantai kotor itu, lalu dengan tatapan tajam menatap beberapa pria yang tadi mengerumuniku.
Meski dia tidak mengucapkan sepatah kata pun, tatapan itu sudah cukup untuk menakuti seluruh orang di sekitarnya.
Pak Willy, yang tadi kutemani minum, sudah kabur di tengah kekacauan itu entah sejak kapan. Bayangannya saja tidak terlihat.
Orang‑orang yang tadi membela dia saling pandang dan tampak bingung.
Hanya dengan satu tatapan Devan, pria yang tadi menendangku langsung ketakutan sampai jatuh berlutut. "Pak Devan, aku salah, aku pantas mati. Aku akan minta maaf pada Ayra, ak

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda