Bab 21
Tomy menunduk, punggungnya agak membungkuk. Raut wajahnya terlihat tenang dan santai, membuat orang jadi tidak berdaya.
Entah apakah ini hanyalah halusinasi atau bukan. Tapi Nabila seolah bisa melihat semua rasa sakit yang pernah pria itu alami di masa lalu.
Mungkin sadar sedang ditatap Nabila, Tomy pun menoleh dan tersenyum tipis. "Kamu pasti bertanya-tanya kenapa seorang kepala keluarga sepertiku bisa sampai bertarung di tempat tadi."
Nabila lumayan kaget, dia lalu mengangguk pelan.
"Aku bisa jadi pendengar yang baik kalau kamu mau cerita. Tapi nggak apa kalau memang nggak mau. Itu bukan salahmu."
Atau lebih tepatnya, Nabila lebih peduli dengan perasaan Tomy daripada penasaran dengan ceritanya.
"Nggak, aku mau menceritakannya," ucap pria itu sambil berjalan masuk ke ruangan. Dia membuka lemari dan menuangkan segelas miras yang terasa membakar lidah.
Di bawah pengaruh alkohol, dia tidak lagi pura-pura kuat dan mulai bicara dengan patah-patah, "Tiga bulan setelah kematian kakekku, mant

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda