Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 5

Seminggu kemudian dalam rapat mingguan, Rivano kembali ke perusahaan dengan lingkaran hitam di bawah matanya. Lehernya tampak dipenuhi berbagai macam tanda, wajahnya terlihat lelah. Jayden yang sedang berbicara pun berhenti sehingga semua pandangan di kantor tertuju kepada Rivano. Rivano terlihat kikuk. "Maaf, ada yang perlu kuurus dulu. Silakan kalian lanjutkan." Setelah rapat mingguan berakhir, seorang karyawan menyapa Rivano. "Pak Rivano, minggu lalu pergi bersenang-senang ke mana?" "Aduh, aduh, Pak Rivano memang beruntung ya!" Ada yang menyenggol lengan orang itu, mengisyaratkan bahwa aku masih ada di sini. Aku bisa bergabung ke perusahaan Keluarga Jonel berkat statusku sebagai tunangan Rivano. Orang itu melirikku diam-diam, lalu diam seribu bahasa dengan ekspresi kesal. Mungkin Rivano masih marah karena habis kutampar dua kali. Dia menyindirku tanpa berbelas kasihan, "Cuma seorang wanita, kalian takut apa?" Aku membereskan dokumen tanpa memandang ke samping, lalu berjalan menuju kantorku. Setelah menyelesaikan rencana proyek baru, hari sudah siang. Semua karyawan pergi ke kantin untuk makan. Aku berjalan ke ruangan kantor Rivano. Saat baru saja mengangkat tangan untuk mengetuk pintu, tiba-tiba aku mendengar suara Rivano dan Naclea yang sedang seru di dalam sana di siang bolong. Lagi-lagi bercinta. Tanganku yang hendak mengetuk pun terhenti sebentar. Pada saat yang sama, tangan lain memegang tanganku yang hendak mengetuk. Entah sejak kapan Jayden sudah berdiri di belakangku. Telapak tangannya yang hangat memisahkan jari-jariku, ruas-ruas jarinya yang tegas terasa sangat kuat menyelip ke telapak tanganku. Nada suaranya terdengar menggoda, pupil matanya yang gelap tampak penuh perasaan. "Sayang, apa asyiknya menguping kegiatan orang lain?" Benar juga. Aku berjinjit, mencium sudut bibir Jayden yang sedikit terangkat. Jayden jelas mematung sejenak. Lalu, dia menggendongku dan segera berjalan menuju lift khusus. Dia menekan lantai 52 dan memberi tahu sekretarisnya untuk mengosongkan lantai. Jayden membaringkanku di tempat tidur ruangan kantornya, jantungku masih berdegap kencang. Jayden melepas dasinya dengan napas yang terengah-engah, lalu menciumku lagi dengan penuh gairah. Aku balas memeluk leher Jayden. Rivano benar, memang ada godaan yang tidak bisa ditolak. Tepat pada momen genting itu, Jayden berhenti. Dia menenangkan diri sejenak, lalu mencium dahiku lagi. "Sebentar lagi mitra daerah Asilan Pasifa akan tiba di perusahaan." "Mau ikut aku pulang malam ini?" Ketika aku sudah tenang dan kembali ke kantorku, sekretarisku memandangku dengan ekspresi rumit. "Bu Milea, ada seorang wanita yang mengaku sebagai adik Bu Milea. Aku menyuruhnya menunggu di ruang istirahat." Aku mengangguk dan meninggalkan sekretarisku, lalu berbalik menuju ruang istirahat. Naclea sedang duduk santai sambil membaca majalah dan makan kue. Begitu melihatku masuk, dia tidak bangkit berdiri. Kerah bajunya terbuka lebar, bekas merah samar-samar terlihat di sana. "Maaf, Kak. Aku baru selesai olahraga, jadi agak lapar." "Kakak nggak keberatan, 'kan?" "Cuma begini trikmu?" sahutku sambil tersenyum. "Sepertinya ibumu nggak benar-benar mengajarimu." Ekspresi Naclea berubah menjadi tidak enak dilihat, tetapi dia lalu tersenyum lagi. "Kakak, Ibu bilang aku harus mencontoh Kakak dalam segala hal. Ibu bilang Kakak paling jeli dalam menilai pria." "Waktu itu ibuku cuma mau jadi istri kedua, ternyata Bibi serapuh itu." "Kakak pasti nggak akan jadi seperti Bibi, 'kan?" Aku langsung maju dan menampar Naclea dua kali. Lalu, aku menyuruh sekretaris memanggil satpam untuk menyeret Naclea keluar. Sayangnya, aku meremehkan betapa tidak tahu malunya Naclea. Dia justru menyebarkan hubungannya yang memalukan dengan Rivano tanpa memedulikan apa pun. Aku menyuruh sekretaris menelepon Rivano untuk turun dan membereskan kekacauan ini. Ketika Rivano tiba di depan pintu kantorku, satpam sedang berkelahi dengan Naclea. Dalam keributan itu, bekas merah yang ambigu di tubuhnya terlihat jelas. Rivano pun menendang Naclea dengan ekspresi masam. "Ngapain kamu bikin ribut di sini, dasar sialan!" Naclea memeluk paha Rivano sambil menangis tersedu-sedu. "Kak Rivano, Kakak nggak mau maafin aku! Aku bisa apa?" Rivano melirikku, lalu berkata pada Naclea dengan dingin, "Kalau gitu, cepatlah pergi. Kamu cuma wanita simpanan, masa nggak sadar posisi?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.