Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

Namaku Angga Pranata, seorang pria dengan hasrat seksual yang tinggi. Istriku bernama Yunita Ben. Wajahnya memesona bak peri, kulitnya sehalus sutra, putih mulus dan lembut, tubuhnya indah bak lukisan, terutama payudara yang montok dan bokong yang menggairahkan, sungguh impian setiap pria. Hanya dengan sekali memandang bentuk tubuhnya yang menggoda, badanku langsung panas. Setiap hari aku harus 'melepaskan' hasrat ini minimal tiga kali, barulah aku bisa memuaskan nafsuku yang menyala-nyala. Namun, belakangan ini, istriku selalu mencari-cari alasan untuk menolak sentuhanku. Aku sudah hampir tak bisa menahannya. Setiap kali hasrat itu datang, rasanya seperti jutaan semut merayap di sekujur tubuhku, gatal dan menyiksa. Keinginanku terhadapnya tidak dapat dipenuhi hanya dengan penghiburan dari kedua tanganku sendiri. "Yunita, tolong jangan bekerja di organisasi donor sperma itu lagi, ya?" Inilah akar pertengkaran kami belakangan ini. Sudah berkali-kali berdebat, tetapi selalu berujung buntu. Di satu sisi, aku khawatir akan reputasi istriku, tapi di sisi lain, saat membayangkan dia mungkin disentuh oleh pria lain, hatiku terasa seperti disayat dan sangat menyakitkan. "Angga, sepertinya kamu terlalu berpikir berlebihan. Organisasi itu bersifat sosial, yang bertujuan membantu perempuan yang ingin memiliki anak, tapi belum memiliki pasangan. Ini adalah sebuah misi yang mulia." Namun, Yunita tampaknya tidak sepenuhnya sejalan dengan pernyataannya sendiri. Setiap kali berangkat kerja, dia selalu mengenakan gaun panjang dengan potongan dada rendah, dipadukan dengan stoking dan sepatu hak tinggi, hingga sebagian besar bagian dadanya yang putih dan bulat tampak jelas. Dia bahkan tidak mengenakan legging atau dalaman tambahan. Sedikit saja bergerak, pakaian itu langsung tersingkap. Pakaian seperti itu benar-benar terlalu terbuka. Membayangkan ada pria lain yang mungkin memandanginya dengan niat tertentu saja sudah membuatku merasa tidak nyaman dan dipenuhi rasa cemburu. Namun, di rumah, aku selalu menurut pada Yunita. Setiap kali dia tidak mau, aku pun akhirnya mengalah. Selain itu, jika dia benar-benar berhenti bekerja, aku sendiri yang akan kesulitan menanggung beban rumah tangga. Jadi, pada akhirnya, aku hanya bisa mengikuti keputusannya. Suatu sore, Yunita bilang harus lembur di kantornya karena hari itu banyak relawan donor sperma yang datang. Mengingat dia sering mengeluh soal makanan di tempat kerjanya yang kurang enak, aku pun memutuskan untuk memasak sesuatu yang lezat dan mengantarkannya langsung ke sana. Setelah membeli bahan makanan, aku segera memasak dengan tergesa-gesa. Menjelang sore, akhirnya aku sampai di tempat kerja Yunita. Tempat itu adalah sebuah organisasi donor sperma bersifat sosial. Kantornya luas, terang, dan gaya interiornya memang menyerupai rumah sakit. Saat aku tiba, seorang pria bertubuh gemuk kebetulan baru saja keluar dari dalam. Wajahnya terlihat sangat puas, bahkan sesekali dia meraba bagian depan celananya. Dia menyapaku, "Hei, Bro. Kenapa kamu baru datang sesore ini? Kamu biasanya datang berapa kali dalam seminggu?" Aku begitu terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa. Seminggu beberapa kali? Apakah donor sperma bisa dilakukan sesering itu? Dalam pikiranku tiba-tiba terlintas bayangan-bayangan yang tak pantas dan mengganggu. Kedua kakiku bahkan mulai gemetar tanpa bisa dikendalikan. Belakangan ini Yunita selalu menolak saat aku mencoba mendekatinya. Dia bilang dirinya terlalu lelah. Jangan-jangan ... jangan-jangan dia ... Pria memiliki hasrat, begitu juga wanita. Seperti yang dikatakan oleh orang-orang zaman dahulu: "Makan dan seks adalah kebutuhan dasar manusia". Kalau yang di atas bisa dipenuhi, yang di bawah tentu juga butuh dipenuhi, bukan? Apakah istriku … ? Pria gemuk itu terkekeh pelan, suaranya dalam dan penuh makna. "Memang sih, tempat ini nggak kasih uang pengganti atau semacamnya, tapi rasanya … wah, benar-benar seperti melayang ke surga. Bahkan kalau harus bayar sendiri pun, aku tetap mau datang untuk merasakannya." Dia mendekat ke telingaku, dan suaranya berubah menjadi serak. "Staf di sini layanannya luar biasa. Mereka bahkan akan berlutut dan … " Sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, ponselnya tiba-tiba berdering. Dia buru-buru mengangkatnya dan segera pergi dengan langkah cepat. Apa yang dilakukan staf dengan berlutut? Kenapa dia cuma bicara setengah-setengah? Menyebalkan! Begitu memikirkannya, tiba-tiba muncul firasat buruk di dalam hati. Aku pun segera melangkah cepat menuju pintu masuk. Namun, seorang satpam langsung menghadangku di depan pintu. "Maaf, Pak. Apa kamu sudah punya janji temu?" tanyanya dengan wajah serius. Aku sempat terdiam sejenak. Dalam hati bertanya-tanya. Ini kan cuma organisasi donor sperma, kenapa kesannya seperti markas rahasia saja? Aku segera mencoba menjelaskan, "Aku ... aku suaminya Yunita. Dia lupa bawa kunci, jadi aku mengantarkannya." Mendengar itu, mata satpam itu menunjukkan sedikit rasa simpati.
Bab Sebelumnya
1/9Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.