Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9

Keningnya mengerut tajam. Dia melangkah dengan cepat ke tepi danau, mengulurkan tangan pada Lidya, suaranya membawa amarah yang tertekan. "Lidya! Naik!" Lidya menepis tangannya, dan terus menunduk mencari. Sampai ujung jarinya menyentuh benda keras dan dingin, Lidya menggenggamnya dengan erat seperti menemukan harta, lalu tubuhnya yang basah kuyup merangkak naik dari danau. Baru saat itu Jeremy melihat jelas, benda kecil yang diperjuangkan Lidya sampai rela terjun ke danau hanyalah sebuah kalung permata kecil, bahkan terlihat agak usang. Api tak bernama melonjak di dada Jeremy. Dia mencengkeram lengan Lidya. "Benda bernilai miliaran bisa kamu donasikan begitu saja! Tapi, demi barang kecil begini, nyawa pun nggak kamu pedulikan?!" Lidya menepis Jeremy, tubuhnya bergetar karena dingin dan emosi. "Kamu nggak mengerti apa pun! Jangan bicara seenaknya!" "Kamu yang bilang kita sudah selesai! Tolong lepaskan aku! Jangan perhatikan aku! Dan jangan lagi bicara padaku ... " Dia menatap mata pria itu, lalu dengan jelas mengucapkan dua kata. "Kakak ... Ipar!" Jeremy tersentak karena panggilan itu, pupilnya mengecil. Pria itu baru hendak berbicara, tetapi Yasmin berjalan mendekat. Suaranya polos, tetapi mengandung rasa puas. "Lidya, terima kasih sudah membantuku mengambilkan barangku." Dia mengulurkan tangan hendak mengambil kalung yang digenggam mati-matian oleh Lidya. Lidya menggenggam sekuat tenaga, menolak melepaskan. "Itu punyaku!" Yasmin menatap Jeremy dengan wajah sedih. "Jeremy, kalung itu diberikan ibuku padaku ... " Jeremy menatap Lidya yang keras kepala, lalu melihat mata Yasmin yang penuh harap. Alisnya mengerut tajam, lalu dia mengulurkan tangan dan mencengkeram pergelangan Lidya. "Lepaskan." Suara pria itu dingin dan tegas. "Nggak!" Lidya menatapnya dengan mata memerah. Jeremy menggunakan tenaga, hampir memakai kekuatan brutal, satu per satu memaksa membuka jari-jari Lidya! "Aah ... " Terdengar suara kecil yang tajam, disertai desahan sakit dari Lidya. Pergelangan tangan Lidya ... dipatahkan Jeremy secara paksa! Rasa sakit yang dahsyat menyapu seluruh tubuhnya. Wajah Lidya pucat, keringat dingin mengucur, dan dia menatap pria dingin itu dengan tatapan tidak percaya. Yasmin memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut kalung itu, melirik Lidya dengan penuh kemenangan, lalu memeluk lengan Jeremy. "Jeremy, ayo kita ambil mantel dan pulang." Jeremy mengangguk sedikit, menatap Lidya yang meringkuk menahan sakit dengan pandangan rumit, lalu akhirnya berbalik dan bersiap pergi bersama Yasmin. Namun, saat mereka melangkah masuk ke dalam gedung, sebuah lampu hias besi besar yang tergantung di atas entah kenapa tiba-tiba longgar, dan jatuh tepat ke arah Yasmin! Jeremy bereaksi sangat cepat, dan mendorong Yasmin menjauh, tetapi sisi lampu itu tetap mengenai bagian belakang kepala wanita itu. "Yasmin!" Wajah Jeremy langsung berubah pucat. Dia mengangkat tubuh Yasmin dan berlari panik ke arah parkiran, membawanya ke rumah sakit. Lidya memegangi pergelangan tangannya yang patah. Rasa sakit membuatnya hampir pingsan, lalu dia juga dibawa ke rumah sakit oleh orang-orang baik yang berada di tempat itu. Dokter yang menangani penyambungan tulangnya menghela napas melihat cederanya. "Siapa yang begitu tega sampai membuat seorang gadis jadi begini?" Wajah Lidya pucat, bibirnya bergetar. Rasa sakit di hatinya jauh melebihi rasa sakit di tubuhnya. Dokter mengatakan cedera pergelangan tangannya serius dan dia harus dirawat beberapa hari. Jadi, Lidya terpaksa tinggal di rumah sakit. Namun, tidak lama setelah dia dipindahkan ke kamar rawat, Jeremy menerobos masuk dengan aura dingin yang mengerikan. Wajah pria itu muram menakutkan, tatapannya pada Lidya seolah-olah ingin menelannya hidup-hidup. "Lidya, aku sudah cek rekaman. Kamu yang menyuap staf klub, dengan sengaja melonggarkan lampu itu. Kamu ingin membunuh Yasmin, 'kan?" Lidya merasa itu terlalu absurd. Dia menatap Jeremy dengan dingin. "Bukan aku!" "Selain kamu, siapa lagi yang punya niat jahat sebesar itu pada Yasmin? Lidya, aku benar-benar meremehkan kamu. Nggak tahu aturan, semua berani kamu lakukan!" "Aku sudah bilang bukan aku. Kamu nggak punya hak memfitnahku!" "Memfitnah?" Mata Jeremy sedingin es. "Sepertinya tanpa memberimu pelajaran, kamu nggak akan bicara jujur." Pria itu mengeluarkan ponsel, menelepon seseorang, lalu memerintah dengan suara dingin, "Hubungi kantor polisi. Putri kedua Keluarga Senjaya, Lidya, diduga melakukan penganiayaan dengan sengaja ... Kirim orang ke sini, biar dia ditahan beberapa hari supaya pikirannya jernih." "Jeremy!" Lidya menatapnya dengan ngeri, tidak percaya pria itu benar-benar ingin menggunakan koneksi untuk menjebloskannya ke tahanan! Namun, apa pun yang dilakukan Lidya, meronta, menjelaskan, menangis, semuanya tidak berguna. Tidak lama kemudian, petugas berseragam datang ke kamar rawat. Mengabaikan dokter dan cederanya, mereka memaksa membawa Lidya pergi.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.