Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 8

Lidya tersentak dan meronta. "Lepaskan!" Namun, tenaga pria itu sangat besar, dan saat dia hampir berhasil, tiba-tiba lampu di aula kembali padam, lalu terdengar suara si pemuda bengal itu ditendang dengan keras hingga jatuh di lantai. Setelah itu, seseorang dengan cepat menyeretnya keluar dari tempat itu. Jantung Lidya bergetar. Dia mengenali orang yang turun tangan tadi. Dia adalah pengawal pribadi Jeremy. Refleks, Lidya menoleh ke arah Jeremy. Dalam gelap, dia tidak bisa melihat ekspresi pria itu. Dia hanya bisa melihat sosoknya yang tetap merangkul Yasmin. Ketika lampu kembali menyala, rautnya tetap tenang, seolah-olah semuanya tidak ada hubungannya dengan pria itu. Hati Lidya bergetar, lalu dipenuhi ironi yang tajam. Apa maksudnya ini? Di satu sisi melindungi cinta pertamanya, di satu sisi lagi membantu Lidya? Bukannya itu sangat menggelikan? Namun, sebelum Lidya sempat memikirkannya lebih jauh, acara lelang resmi dimulai. Barang pertama yang dilelang adalah setumpuk "hadiah" milik Jeremy yang didonasikan Lidya, dengan harga awal langsung sebesar 200 miliar. Seisi ruangan gempar. Tatapan Jeremy seketika menjadi tajam. Dia menyipitkan mata, dan menoleh ke arah Lidya, jelas mengenali asal barang-barang itu. Orang yang mengenal Jeremy semua tahu, ini adalah tanda pria itu mulai marah. Namun, Lidya menatap balik dengan tenang, bahkan bibirnya terangkat sedikit, seolah-olah mengejek. Orang-orang mulai menaikkan harga satu per satu, Yasmin juga menarik lengan baju Jeremy, dan berbisik, "Jeremy, berlian biru itu cantik banget, aku suka ... " Jeremy terdiam beberapa detik, lalu akhirnya mengangkat papan nomornya. Akhirnya, tumpukan barang itu terjual dengan harga fantastis 2 triliun, dibeli oleh Jeremy, lalu langsung diberikan kepada Yasmin yang tersenyum secantik bunga di sampingnya. Lidya merasa ironis. Bukankah ini sama saja seperti pengembalian dalam bentuk lain? Saat jeda, dia bangkit ke toilet untuk merapikan riasan. Begitu keluar, dia melihat Jeremy bersandar di dinding koridor sambil merokok. Asap tipis mengaburkan garis wajahnya yang dingin, tetapi tidak menutupi sorot matanya yang dalam menatap Lidya. Lidya menatap lurus ke depan, berniat melewatinya, tetapi pergelangan tangannya ditangkap. "Kenapa kamu lelang benda-benda itu?" Lidya tidak menjawab, malah balik bertanya dengan nada mengejek, "Kenapa tadi kamu membelaku?" Alis Jeremy agak berkerut, hendak berbicara. Namun, Lidya mendahului, dan mengejek, "Jangan bilang karena aku sahabat Wilma? Karena dia memintamu menjagaku?" Lidya mendekat selangkah, mendongak menatap wajah dingin pria itu, bibirnya melengkung membentuk senyum beku. "Lalu, apa dia juga bisa memintamu menjaga kehidupan percintaanku? Pak Jeremy?" Jeremy menekan pelipisnya, tampak agak lelah, lalu hanya berkata, "Lidya, kamu selalu seperti landak, penuh duri. Apa itu menguntungkanmu?" Menguntungkan? Memang tidak. Namun, kalau dia tidak seperti landak, sudah lama dia habis dimakan oleh keluarga itu, dan oleh Yasmin, kesayangan pria ini, sampai tidak menyisakan tulang. Dia baru hendak bicara, tapi Jeremy melanjutkan, "Pria terakhirmu itu aku. Yang berikutnya, nggak boleh lebih buruk dariku. Tadi yang seperti itu nggak pantas untukmu. Kalau kamu kekurangan laki-laki, aku bisa kenalkan." Lidya tertegun. Lalu, seperti mendengar lelucon terbesar dalam hidupnya, dia tertawa sampai keluar air mata. Pria ini mengira dirinya itu siapa? Setelah menusukkan luka terdalam di hatinya, kini masih mau ikut campur memilihkan pria untuk Lidya? Apa itu karena rasa memiliki, atau hanya merasa harga dirinya sebagai bos tercoreng? "Jeremy." Lidya menghentikan tawanya, menatap dengan dingin dan rapuh. "Urusanku nggak ada hubungannya denganmu. Kamu nggak perlu mengurusiku." "Soal laki-laki," kata Lidya dengan acuh, disertai ejekan yang penuh keputusasaan. "Aku mau sebanyak apa pun juga bisa. Aku nggak di bawah kewenanganmu. Kamu nggak bisa mengaturku lagi.” Jeremy menangkap kata kunci itu, suaranya pun merendah. "Apa maksudmu kamu jauh dari kewenanganku? Kamu mau ke mana?" Lidya tidak menjawab. Dia melepaskan tangan Jeremy dengan keras, lalu pergi. Kembali ke kursinya, Lidya hanya ingin cepat-cepat meninggalkan tempat penuh masalah ini. Namun, ketika barang lelang berikutnya diangkat, tatapan Lidya langsung membeku! Itu adalah sebuah kalung safir, dengan desain klasik elegan. Itu adalah benda yang paling disayangi ibunya semasa hidup! Dia spontan menatap Yasmin, dan melihat mata penuh kemenangan wanita itu. Seketika dia mengerti. Pasti ayahnya, Miko, diam-diam memberikan barang peninggalan ibunya pada Yasmin, dan Yasmin malah membawanya ke sini untuk dilelang! Lidya hanya bisa duduk lagi, memaksa dirinya tetap tenang dan ikut menawar. Dia tidak bisa membiarkan warisan ibunya jatuh ke tangan orang lain. Setelah beberapa putaran harga yang sengit, dengan harga beberapa kali lipat nilai pasarnya, Lidya akhirnya berhasil mendapatkan kalung itu. Dia mengembuskan napas lega, dan hendak naik ke panggung mengambilnya, tetapi Yasmin tiba-tiba berdiri. "Tunggu." Suara Yasmin lembut, tetapi jelas mengandung niat jahat. "Maaf, aku salah membawa barang lelang. Kalung ini nggak jadi aku lelang. Ini koleksi pribadiku, salah terbawa." Selesai bicara, dia memegang kalung itu, menampilkan senyuman kemenangan kepada Lidya, lalu berbalik keluar. Lidya segera mengejarnya, dan menghentikannya di luar gedung klub. "Yasmin! Kembalikan kalung itu padaku! Berapa pun kamu mau, akan kuberikan!" Lidya berkata dengan cemas. Yasmin memainkan kalung itu di tangan, dan tertawa jahat, "Aku nggak butuh uang." Dia berjalan ke tepi sebuah danau buatan, menatap airnya yang keruh, lalu menoleh pada Lidya. "Bukannya kamu paling menyukai kecantikan, paling suka tampil, paling sombong? Kalau mau, kamu turun sendiri ambil." Setelah berkata begitu, Yasmin mengangkat tangan, dan tanpa ragu melempar kalung itu ke dalam danau! Hampir tanpa berpikir, di tengah jeritan dan keterkejutan orang-orang, Lidya langsung melompat ke dalam air danau yang dingin! Dia tidak memedulikan apa pun, terus meraba-raba dalam air keruh itu, lumpur mengotori gaun mahalnya, merusak riasannya yang cantik. Selesai merokok, Jeremy keluar, dan yang dia lihat adalah pemandangan itu.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.