Bab 15
Ponsel terlepas dari tangan Julie.
Ponsel itu tertimpa hujan, hingga layar ponselnya perlahan mati.
Julie bersandar di nisan ayahnya. Dia memeluk boneka kayu di dadanya sambil menghadapi hujan dingin. Julie seolah melihat ayahnya berjalan menghampirinya sambil tersenyum hangat.
Orang yang penuh kasih adalah seorang idealis. Orang yang cuek adalah seorang realis. Tidak peduli yang mana, akhirnya semua itu akan menyisakan penyesalan.
...
Vila Glendale.
Victor menatap telepon yang terputus, hatinya menjadi panik.
Dia menelepon balik. Namun, hanya terdengar suara mesin yang dingin. "Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi. Silakan coba beberapa saat lagi ...."
Victor berdiri, lalu mengambil mantel dan hendak keluar.
Namun, saat sampai di pintu, dia berhenti.
Julie pasti hanya sedang jual mahal!
Mereka akan segera bercerai. Apa pun yang Julie lakukan, apa hubungannya dengan dirinya?
Dia kembali ke kamar tidur. Namun, entah kenapa dia tidak bisa tidur sama sekali.
Kata-kata Julie terus terngiang di kepalanya.
"Kalau ... aku tahu apa yang ibu dan adikku lakukan, aku pasti ... pasti tak akan memilih menikah denganmu ...."
"Kalau aku tahu ... hatimu selalu ada untuk Clara .... Aku juga tak akan menikah denganmu ...."
"Kalau aku tahu, ayahku akan kecelakaan di hari pernikahanku, aku juga ... tak akan menikah denganmu."
Victor kembali bangkit. Dia tanpa sadar berjalan ke kamar Julie.
Sejak Julie pergi dari rumah ini, waktu sudah lebih dari sebulan berlalu.
Dia mendorong pintu masuk. Ruangan itu gelap gulita dan penuh dengan tekanan.
Saat lampu dinyalakan, kamar Julie tampak kosong. Tidak ada barang pribadi yang tertinggal.
Victor duduk, membuka laci nakas, lalu menemukan sebuah buku catatan kecil.
Di dalamnya hanya ada satu kalimat.
[Aku rasa orang yang benar-benar memilih pergi adalah yang paling menderita. Karena hatinya sudah berkali-kali berjuang. Akhirnya, dia baru bisa mengambil keputusan itu.]
Victor menatap tulisan tangan yang rapi itu, lalu mengejek dengan nada dingin, "Menderita?"
"Bertahun-tahun bersamamu, apa aku tak menderita?"
Dia melempar buku itu ke tong sampah.
Namun, saat dia keluar kamar, entah bagaimana buku itu sudah kembali tersusun rapi di atas nakas.
Setelah pergi, dia tidak bisa lagi terlelap.
...
Di sisi lain.
Jonas juga tidak bisa tidur nyenyak. Dua hari ini, dia merasa ada yang tidak beres dengan Julie. Hanya saja, dia tidak tahu tepatnya.
Sekitar pukul empat pagi, dia menerima telepon dari Marry.
"Jonas, bisakah kamu pergi melihat Julie? Aku barusan mimpi buruk."
Jonas langsung bangun dan duduk. "Mimpi apa?"
"Aku mimpi Julie kecelakaan. Dia basah kuyup. Dia datang padaku dan bilang jangan lupa menjemputnya pulang."
Marry bercerita sambil menangis, "Aku takut dia kenapa-kenapa. Aku coba telepon, tapi dia tak angkat."
"Beberapa hari lalu, dia bilang padaku, suruh aku jemput dia tanggal 15."
"Aku merasa ini sangat aneh ...."
Setelah mendengarnya, Jonas teringat situasi Julie belakangan. Dia buru-buru mengenakan pakaian.
"Jangan khawatir, aku akan mencarinya sekarang."
Kebetulan jarak rumah mereka cukup dekat.
Sepuluh menit kemudian, Jonas tiba di rumah Julie. Saat pintu didorong, suasananya sangat sepi.
Kamar tidur Julie bahkan tidak terkunci, tetapi kosong melompong.
Dia tidak ada di sana.
Saat ini, ke mana dia pergi?
Di dekat bantal, ada dua amplop. Jonas membukanya dan mendapati dua surat wasiat.
Satu ditujukan untuknya.
"Jonas, uang sewa sudah aku transfer ke kartumu. Terima kasih sudah merawatku belakangan ini."
"Kamu tahu? Sejak datang ke Kota Torun, aku tak punya teman. Sebelum bertemu lagi denganmu, aku selalu merasa diriku terlalu buruk sampai tak pantas punya teman."
"Untungnya, aku bisa bertemu denganmu lagi. Kamu membuatku sadar aku tak seburuk itu. Terima kasih banyak .... Jangan sedih, aku hanya pergi menemui ayahku. Dia akan menjagaku."