Bab 1
"Nyonya bunuh diri!"
Aku melihat cahaya putih yang menyilaukan begitu membuka mata.
Sebelum aku bereaksi kembali, aku merasakan rasa sakit yang sangat menyakitkan di pergelangan tanganku.
Tidak lama kemudian, aku mendengar suara pria yang berkata dengan cemas.
Kemudian aku melihat seorang pria sedang menelepon sambil membelakangiku.
"Pak Lucio, Nyonya berada di rumah sakit sekarang. Apakah kamu ingin datang melihat kondisinya?"
Terdengar suara pria yang dingin dari ujung lain panggilan.
"Apakah dia sudah mati? Kalau belum, jangan ganggu aku!"
Pria itu menghela napas setelah panggilan diputuskan, dia tertegun begitu menoleh ke belakang.
Setelah itu, dia berjalan menghampiriku. "Nyonya, kamu sudah sadar?"
"Nyonya ...?" Aku menatapnya dengan kebingungan. "Apakah kamu sedang bicara denganku?"
"Kamu nggak mengenalku?" Raut wajah pria itu berubah. "Namaku adalah Ridwan Hilan, aku adalah asisten Pak Lucio."
"Siapa Pak Lucio?"
Ridwan menatapku sambil mengerutkan keningnya, lalu berkata dengan tidak sabar, "Nyonya, Pak Lucio sangat sibuk sekarang. Nggak ada gunanya kalau kamu bunuh diri sekarang, apalagi pura-pura hilang ingatan! Menyerahlah, Pak Lucio nggak akan menemuimu!"
Aku semakin kebingungan setelah mendengar ini, entah apa yang dikatakan olehnya.
Saat melihatku terdiam, Ridwan melangkah maju, lalu berkata dengan sungguh-sungguh, "Nyonya, kamu sudah menikah dengan Pak Lucio selama 5 tahun dan juga sudah buat masalah selama 5 tahun, tapi Pak Lucio sama sekali nggak mencintaimu. Bukankah kamu seharusnya merenungkan perbuatanmu, serta jangan selalu menimbulkan masalah untuk Pak Lucio?"
Meskipun aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, aku merasa sangat tidak nyaman saat melihat sikapnya.
Apalagi saat aku melihat wajahnya yang entah kenapa membuatku merasa jijik.
Tunggu sebentar ....
"Kamu bilang ... 5 tahun?"
Aku segera pergi ke kamar mandi di dalam kamar pasien, lalu berkaca ....
Aku masih memiliki wajah yang sama seperti sebelumnya, tapi aku terlihat sedikit lebih dewasa dengan kesedihan yang masih tersisa.
Apakah apa yang dikatakan oleh Ridwan benar?
Saat ini sudah 5 tahun kemudian?
Aku benar-benar sudah menikah?
...
Kenyataan menunjukkan kalau aku benar-benar sudah menikah.
Selain itu, aku sudah menikah selama 5 tahun.
Aku tidak melakukan perjalanan waktu ataupun bermimpi, melainkan hilang ingatan.
Ingatanku berhenti di saat aku masih berusia 18 tahun dimana aku baru saja mulai berkuliah, aku menyukai seniorku yang bernama Lucio Fuscus.
Lucio adalah pria tampan yang dingin dengan latar belakang keluarga dan kemampuan yang sempurna.
Sekarang aku sudah menikah dengannya.
Berdasarkan ucapan Ridwan, aku menikah dengan Lucio di usiaku yang ke 20 tahun. Itu adalah pernikahan kilat yang tidak didasari dengan cinta.
Saat itu aku masih belum lulus kuliah, jadi kami hanya membuat surat nikah tanpa mengadakan pernikahan.
Setelah menikah, aku menyadari jika Lucio tidak menyukaiku. Sebaliknya Lucio memiliki hubungan yang dekat dengan Junia Zaspri yang merupakan teman masa kecilnya.
Dikatakan bahwa Junia adalah cinta pertamanya.
Sedangkan aku yang tidak dicintai oleh Lucio mulai berusaha untuk membuat masalah
Aku melakukan segala macam cara untuk menarik perhatian Lucio, tapi hal ini malah membuat Lucio semakin muak denganku.
Teman Lucio selalu menjadikanku sebagai lelucon mereka dan menunggu hari perceraian kami tiba.
Junia juga tidak pernah menganggapku serius, dia bagaikan tuan putri dalam lingkaran pertemanan mereka. Setiap kali aku membuat masalah, aku tidak ada bedanya seperti badut di dalam mata mereka.
Pada akhirnya aku mengancam Lucio untuk bunuh diri, memintanya untuk jangan berhubungan dengan Junia lagi.
Hanya saja Lucio menolak, dia bahkan menyuruhku untuk mati.
Kemudian aku bunuh diri.
Ini adalah kejadian yang terjadi sebelum aku sadar ....
Aku merasa hal ini benar-benar sangat ajaib.
Bunuh diri karena cinta adalah hal yang tidak mungkin dilakukan olehku!
Setelah aku memahami semua ini, aku sudah berada di dalam kamar tidur utama rumah kami.
Dokter mengatakan aku tidak mengalami luka serius, jadi Ridwan langsung membawaku kembali. Sebelum pergi, Ridwan bahkan mengingatkanku untuk jangan membuat masalah lagi.
Aku sama sekali tidak ingin membuat masalah lagi saat melihat vila yang sebesar ini, karena benar-benar terkejut oleh kekayaan yang begitu luar biasa seperti ini.
Tidak disangka ruang ganti yang kecil, lebih besar daripada rumahku sebelumnya!
Saat aku sedang menatap kamar tidurku dengan Lucio, aku mendengar suara di luar pintu.
Aku menoleh, lalu bertatapan dengan tatapan dingin Lucio.