Bab 215
Lucio menggenggam tanganku lebih erat, lalu mengerahkan sisa tenaganya untuk berkata, "Kalau kali ini aku nggak seberuntung itu, kamu harus mulai hidup baru ... janda nggak perlu cerai ...."
Tiba-tiba, dia tersenyum, "Setidaknya kita masih suami istri."
"Jangan ngomong hal bodoh seperti itu!"
Aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Aku benar-benar takut kehilangan dia.
Semua perasaanku yang dulu kupendam kini kembali membanjiri. Baru kusadari, aku sebenarnya tidak pernah berhenti mencintainya, hanya aku tahan.
Aku ingin melindungi diriku, jadi aku memilih untuk melupakan. Kalau diberi waktu lebih lama, mungkin aku benar-benar bisa melupakannya.
Tapi sekarang, saat ingatan itu baru kembali, dia malah mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkanku.
Aku tidak bisa melepaskannya begitu saja.
Aku tetap ingin bercerai. Aku hanya berharap dia bisa hidup tenang, selamat, keluar dari ruang operasi itu dengan utuh.
Lalu kami bisa menandatangani surat cerai dan masing-masing menjalani hidup.
Lampu

Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda