Bab 390
"Glek ...."
Devan tak bisa menahan diri untuk menelan ludah. Wajahnya penuh dengan keterkejutan serta kebingungan.
Dia tak pernah membayangkan, bagaimana mungkin itu adalah Liana?
Jadi, bukankah tadi dia sudah melihat semuanya?
Devan buru-buru menggelengkan kepala, mencoba mengusir semua pikiran itu.
"Ada apa?"
Erica menatap Devan dengan heran sambil bertanya, "Apa yang terjadi?"
"Nggak .... Nggak ada apa-apa!"
Devan menggelengkan kepala, lalu menoleh ke arah Della.
"Jangan menangis lagi. Di sini nggak ada fotomu!"
"Maksudku, ini nggak ada hubungannya denganmu. Jadi, kamu jangan khawatir!"
Sudut bibir Devan menyunggingkan senyum pahit, memberikan penjelasan tanpa daya.
Itu adalah kenyataan, bukan sekadar penghiburan.
"Apa?"
Della tertegun, menyeka matanya yang memerah.
Dia tampak sedikit bingung.
Apa maksudnya?
Tidak ada hubungannya dengannya?
"Percayalah, ini sungguh nggak ada hubungannya denganmu."
Devan berbicara dengan nada lembut sambil tersenyum kecil.
"Benarkah?"
Warna di wajah Della perlahan kembali, senyumnya akhirnya muncul.
Kekhawatiran yang sebelumnya menyelimuti hatinya lenyap seketika.
Tak disangka, ternyata ini semua tidak ada hubungan dengannya.
"Benar, aku jamin dengan integritasku."
Devan mengangguk sekali lagi, memastikan semuanya.
Ucapannya seakan menjadi pil penenang bagi Della.
Akhirnya, dia merasa lega, senyumnya tampak makin cerah.
Dia tak lagi merasa cemas.
"Bagus sekali! Benar-benar luar biasa!"
"Kalau begitu, kamu aman!"
Erica juga menarik napas lega, memeluk Della dengan bahagia.
Namun, pernyataan Devan itu membuat semua orang di tempat itu terdiam sejenak.
Mereka saling bertukar pandang dengan ekspresi bingung.
"Apa maksudnya? Kalau di kamera itu nggak ada masalah, bukankah itu berarti orang ini sebenarnya nggak bersalah?"
"Benar .... Jadi, apakah kita telah melakukan kesalahan? Dia ternyata nggak bersalah, tapi kita malah menahannya di sini, merampas barang pribadinya?"
"Gawat! Kalau begitu ... bukankah orang yang merampas kamera itu sudah benar-benar melanggar hukum?"
Dalam sekejap, berbagai pendapat bermunculan. Semua orang sesekali melirik Devan.
Jelas sekali.
Mereka berpikir Devan telah membuat dirinya sendiri dalam masalah.
Jika Dekta memutuskan untuk melanjutkan perkara ini, Devan bisa masuk penjara.
"Marco, kamu lihat, 'kan? Kekhawatiranmu kali ini menjadi kenyataan!"
"Haih! Bocah itu benar-benar nggak pernah berhenti membuat masalah!"
"Kali ini dia benar-benar akan ditangkap. Kita pasti akan menjadi malu!"
Liana menggelengkan kepala dengan putus asa.
Bahkan dia terlihat sedikit marah.
Devan lagi-lagi membawa masalah bagi Keluarga Atmaja!
Namun.
Kali ini, Marco tidak berani berkata apa-apa.
Dia seperti patung kayu, berdiri terpaku di tempat dengan tatapan penuh kecemasan.
Dia bahkan tidak berani menatap Devan.
Dia tahu dengan sangat baik, meskipun Devan mengatakan ini tidak ada hubungannya dengan Della, tetapi ....
Itu ada hubungannya dengan orang dalam foto tersebut!
Wajah Dekta juga berubah pucat, tampak sangat tegang.
Hanya dia yang tahu berapa banyak foto yang telah dia ambil.
Semuanya telah dilihat oleh Devan!
"Marco, ada apa denganmu?"
"Bicaralah. Apa kamu merasa kecewa?"
"Kalau aku jadi kamu, aku juga akan merasa kecewa dengan Devan!"
"Berani-beraninya dia bilang kalau dia yakin ada foto itu, tapi ternyata nggak ada!"
"Meski benar ada foto di kamera itu, memangnya kenapa? Apa gunanya mencoba menjadi pahlawan?"
Liana tetap dengan sikapnya yang dingin dan sinis, penuh komentar sarkastik.
Penuh dengan nada penghinaan.
Namun, Marco tetap diam.
Wajahnya tampak muram, sementara dia terus menundukkan kepalanya.