Bab 10
Di bangunan Grup Geraldi.
Reynald yang memakai jas putih duduk di kursinya. Asisten di sampingnya sibuk melaporkan pekerjaan dengan sangat hati-hati, tidak berani melakukan kesalahan.
Sejak Kezia menghilang, kondisi Reynald tidak begitu bagus.
Dia seperti bom berjalan yang mungkin meledak sewaktu-waktu.
Sebagai asisten utamanya, Eric Septiadi, juga tidak terkecuali.
Dia menaruh dokumennya, lalu menghadapi Reynald.
"Pak Reynald, laporan kerjanya sudah selesai."
Reynald mengernyit, jari telunjuknya mengetuk meja dengan irama yang sama, membuat Eric semakin tegang.
Kemudian, Reynald tiba-tiba mendongak dan bertanya, "Masih belum ketemu?"
Eric tertegun sejenak, lalu menyadari maksud Reynald dan segera menggeleng.
"Mereka menyembunyikannya dengan sangat bagus, kami hanya tahu Nyonya Kezia sempat ke rumah sakit, setelah itu sudah tidak diketahui."
Kening Reynald semakin berkerut.
Seketika, ruangan kantor dipenuhi dengan tekanan tak terlihat, membuat orang kesusahan bernapas.
Tepat saat Eric sudah tidak tahan lagi, pintu kantor tiba-tiba dibuka, lalu Theo masuk dengan emosi menggebu-gebu.
Theo melempar sebuah surat perjanjian ke meja Reynald.
"Tanda tangan."
Reynald melirik kertas itu, lalu melihat Theo sambil berkata, "Apa?"
Theo memutar bola matanya lalu berkata, "Reynald, aku tahu kamu dan Raina saling mencintai. Sekarang Kezia sudah bersedia melepasmu, cepat tanda tangan. Setelah itu, kalian sudah cerai, senang, 'kan?"
"Kezia ada di kamu?"
Kalau didengar dengan saksama, bisa terdengar kekesalan di nada bicara Reynald.
Namun, Theo sibuk membayangkan pesta pernikahan Reynald dan Raina, sama sekali tidak menyadari keanehan Reynald.
Eric menyadarinya.
Dia agak terkejut.
Sepertinya setiap kali Pak Reynald selalu memperhatikan Kezia, kali ini juga sama.
Kelihatannya Pak Reynald benar-benar membenci Kezia.
Theo mengangguk sambil berkata, "Aku sudah mengurungnya, kamu tenang saja, dia nggak bakal bisa macam-macam lagi."
"Kamu mengurungnya?" Suara Reynald semakin ketus.
Kali ini, Theo akhirnya menyadari keanehan Reynald.
Theo langsung serius, nada bicaranya juga berubah kesal. "Reynald, jangan bilang kamu nggak mau cerai dengan Kezia?"
Reynald tidak bersuara, tapi tekanan yang dipancarkan dari matanya itu membuat orang ketakutan.
Jelas terlihat, dia tidak mau orang lain ikut campur urusannya dengan Kezia.
Theo menopang kedua tangannya di meja, kedua matanya memancarkan amarah.
"Kamu harus cerai dengan si pembawa bencana itu."
"Takutnya nggak bisa."
Kali ini dia menolak dengan sangat cepat.
Di bawah tatapan kebingungan Theo, Reynald mengeluarkan laporan pemeriksaan kehamilan Kezia dan menyerahkannya ke Theo.
Theo mengambil laporan itu, lalu berseru kaget, "Dia juga hamil?"
Melihat Theo terkejut, ekspresi Reynald tetap tidak berubah.
"Aku bukannya nggak mau cerai dengan Kezia, tapi dia hamil anakku, aku nggak mungkin membiarkan anakku lahir sebagai anak haram. Setelah dia melahirkan anakku, aku akan cerai dengannya."
"Nggak bisa!" Theo lagi-lagi menolak.
Setelah itu, dia mengangkat tangannya sambil berkata, "Sekarang pikiranku agak kacau, kamu tunggu aku cerna informasi ini dulu."
Melihat sikap Theo, sepertinya ada masalah lain?
Reynald melirik Eric, menyuruhnya keluar.
Setelah Eric keluar, Reynald menuangkan teh untuk Theo lalu menaruh gelasnya di depannya.
"Bagaimanapun juga dia itu anggota Keluarga Hartono, kamu juga nggak mau Keluarga Hartono dijadikan bahan lelucon, 'kan?"
"Tapi nanti bagaimana dengan Raina?" tanya Theo.
Sekarang dia akhirnya mengerti kenapa Raina mau menggugurkan kandungannya.
Namun, kenapa?
Di mata Theo jelas terlihat kebencian.
"Kamu mau bertanggung jawab terhadap anak Kezia, tapi bagaimana dengan Raina? Dia juga mengandung anakmu."
"Raina hamil?"
Muncul kekagetan di mata Reynald, lalu tatapannya berubah dingin. "Ini apa hubungannya denganku?"
"Reynald!" Theo meneriakkan nama Reynald.
Dia memukul meja di depannya lalu berkata sambil menggertakkan giginya, "Raina hamil anakmu, kamu nggak tega anak si pembawa bencana jadi anak haram, terus anak Raina?"
Reynald semakin bingung.
Namun, melihat ekspresi Theo yang tidak seperti sedang bercanda, Reynald tertawa.
"Apa hubungan anak Raina denganku?"
Setelah itu, dia bahkan mendoakan dengan tulus, "Nggak kusangka Raina sudah punya orang yang dia sukai, aku doakan ...."
"Doakan kepalamu!"
Theo berseru marah, lalu maju mencengkeram kerah Reynald.
Dia memelototi Reynald sambil berkata, "Kamu harus menceraikan Kezia lalu menikahi Raina, tanggung jawab atas anak di kandungannya!"
Kali ini, Reynald akhirnya mengerti apa maksud Theo.
Dia menunduk melihat tangan Theo, lalu melihat matanya yang membelalak lebar.
"Kamu salah paham, hubunganku dan Raina nggak seperti itu. Anaknya bukan punyaku."
"Kepalamu!"
Theo berteriak marah pada Reynald.
Melihat Theo tidak percaya dan tetap semarah itu, Reynald hanya bisa mengangkat bahunya tak berdaya.
"Aku beneran nggak pernah berhubungan intim dengan Raina, kami hanya teman. Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh tanya Raina, mungkin kamu salah dengar."
Dilihat dari ekspresinya, Reynald tidak seperti sedang berbohong.
Apalagi dari kecil dia sudah kenal Reynald, Reynald bukan bajingan yang tidak bertanggung jawab. Kalau tidak, dia juga tidak mungkin ditipu menikahi Kezia.
Setelah ragu-ragu sejenak, sikap Theo kembali keras.
"Sekarang Kezia bersedia cerai, kamu cepat tanda tangan surat perjanjian perceraian itu. Kamu juga bisa lebih cepat menikahi Raina."
Setelah itu, Theo pergi dengan terburu-buru.
Reynald melihat surat perjanjian yang ada di meja.
Dia bahkan tidak melihat isinya dan langsung memasukkannya ke mesin pemotong kertas untuk menghancurkannya.
Di rumah sakit.
Theo membuka pintu kamar dan melihat Raina sedang menelepon seseorang, ekspresinya terlihat kurang senang.
Melihat ada yang masuk, Raina segera mengakhiri panggilan.
Samar-samar, Theo sepertinya mendengar Raina mengatakan mau mengirimkan uang ke orang itu?
Theo melihat Raina dengan tatapan bingung. "Raina, kamu telepon siapa?"
"Nggak, bukan siapa-siapa," ujar Raina kaku.
Theo pun mengelus wajah Raina dengan ekspresi kasihan.
"Raut wajahmu nggak bagus, nggak enak badan?"
"Aku nggak apa-apa."
Dia bergeser menghindari tangan Theo.
Menyadari tangan Theo yang kosong, muncul kekesalan di mata Raina, tapi segera ditutupi dengan senyuman lembut.
"Kak Theo kenapa ke sini? Kamu bukannya pergi mencari Reynald?"
Begitu mengungkit Reynald, Theo teringat dengan kata-kata Reynald tadi.
Dia melihat ke perut Raina, ragu-ragu mau bicara.
Hanya lihat sekilas saja, Raina langsung sadar ada yang dipikirkan Theo.
Raina pun ikut tegang, lalu dia bertanya, "Kak Theo, jangan-jangan kamu memberi tahu Reynald aku hamil?"
Melihat Raina mengungkitnya duluan, Theo pun jadi lebih tenang dan langsung bertanya,
"Raina, kenapa Reynald bilang anak ini bukan punya dia?"
"Aku ...."
"Terus kamu bukannya bilang Reynald nggak suka sama si pembawa bencana itu? Kenapa dia juga hamil?"
Wajah Raina langsung berubah.
Dia menatap Theo dengan mata membelalak dan berkata, "Apa katamu? Kezia hamil?"