Bab 8
Brianna mendengar dengan tenang dan datar. Hanya tangan di atas lutut Brianna yang sedikit terkepal, kukunya juga ditancapkan dengan kuat di telapak tangannya.
"Pergi ke rumah sakit." Brianna tiba-tiba berkata dengan suara yang serak.
Asisten itu tertegun sejenak. "Tapi Pak Carlo perintah aku untuk bawa kamu ke ...."
"Pergi ke rumah sakit." Brianna kembali mengulang ucapannya dengan tenang, tapi sangat tegas. "Pergi ke sana sekarang juga."
Asisten itu ragu-ragu sejenak, tapi pada akhirnya dia mengubah arah.
Mobil berhenti di lantai bawah gedung VIP rumah sakit.
Brianna membuka pintu mobil, lalu berusaha keras untuk berdiri dengan tegak.
Dia perlahan-lahan berjalan menuju kamar pasien yang dijaga oleh pengawal.
Brianna bisa melihat Carlo melalui jendela kaca.
Pria itu mengenakan setelan jas mahal dan menggenggam tangan Firlia yang sedang berbaring di atas tempat tidur rumah sakit. Terdapat tatapan cemas, panik dan penuh dengan kasih sayang di dalam mata Carlo yang belum pernah dilihat oleh Brianna sebelumnya.
Dokter berdiri di samping sambil berkata dengan ekspresi serius.
Carlo tiba-tiba mengangkat kepalanya, lalu berkata dengan penuh emosi, "Kalau belum ada donor yang cocok, pakai saja punyaku. Kasih jantungku padanya! Apa proses pencocokan yang harus dilakukan? Kita bisa melakukannya sekarang juga!"
"Pak Carlo, tolong tetap tenang," kata dokter dengan cemas. "Transplantasi jantung nggak bisa dicocokkan dengan sembarangan, selain itu juga butuh pencocokan darah dan jaringan yang ketat. Golongan darahmu nggak cocok dengan Nona Firlia. Melakukan transplantasi dengan paksa cuma akan menimbulkan penolakan yang parah ...."
"Kalau begitu, cepat cari jalannya!" Carlo berkata sambil menggeram. Dia mengangkat tangan untuk memijat pelipisnya. Suara Carlo dipenuhi dengan nada bicara yang tidak berdaya dan obsesif yang hampir menggila. "Lakukan semua hal yang kamu bisa nggak peduli berapa pun biayanya! Aku harus menyelamatkannya!"
Brianna berdiri diam di tempat, seperti dipaku di tengah koridor yang dingin.
Dia melihat bagaimana Carlo merasa cemas sampai kebingungan demi wanita lain, bahkan rela memberikan jantungnya sendiri.
Hati Brianna terasa sangat sakit sampai hampir tidak bisa bernapas. Brianna perlahan-lahan berjongkok sambil berpegangan pada dinding, air matanya mengalir tanpa suara.
Dia tiba-tiba teringat jika golongan darahnya ... cocok dengan milik Firlia.
Begitu pemikiran ini muncul, sulit untuk menekannya kembali.
Brianna menyeka air matanya, lalu pergi ke kantor dokter dan meminta untuk melakukan tes pencocokan jantung.
Hasilnya keluar tidak lama kemudian ....
Semuanya sangat cocok dan memenuhi syarat untuk melakukan donasi jantung.
Brianna berdiri di ujung koridor rumah sakit sambil memegang hasil laporan yang tipis, lalu menatap langit yang mendung di luar jendela sambil terkekeh.
Ini adalah hal yang baik.
Lagi pula waktunya sudah tidak banyak lagi. Lebih baik dia menggunakan jantung ini untuk dijadikan sebagai hadiah pada Carlo.
Di masa depan, biarkan Firlia menemani Carlo atas namanya, anggap saja ini sebagai ... penebusan dosa terhadap Carmella karena telah menolong nyawanya.
Brianna segera menandatangani perjanjian donor jantung sukarela dengan tenang dan tidak ragu-ragu. Ujung pulpen mengeluarkan suara saat bergerak di atas kertas, seolah-olah sedang membantu Brianna untuk mengakhiri kehidupannya yang singkat dan pahit.
Setelah kembali ke rumah, tubuh Brianna semakin melemah dan semakin sering muntah darah.
Hanya saja, Brianna diam-diam membersihkannya agar tidak diketahui oleh orang lain.
Pada malam ini, Carlo kembali minum alkohol sampai mabuk.
Pria itu tersandung dan mendorong pintunya hingga terbuka. Carlo memeluknya dari belakang, lalu mengembuskan napasnya yang panas di leher Brianna.
Tubuh Brianna menegang, tapi dia mendengar pria itu bergumam dengan suara yang rendah. "Lia ... jangan takut ... aku akan menolongmu ...."
Setiap ucapan pria ini bagaikan paku es beracun yang menusuk seluruh tubuhnya.
Ternyata memang benar jika pria ini ... mencintai Firlia.
Tubuh Brianna gemetar kesakitan, tapi dia tidak bisa menahan diri untuk mengangkat tangan dan mengusap rambut hitam Carlo yang tebal dengan lembut. Air matanya diam-diam membasahi bantal.
Carlo, kamu pernah mengatakan kalau kamu akan mencintaiku seumur hidup.
5 tahun baru berlalu ... tapi kamu sudah mencintai wanita lain.
Tidak masalah.
Tidak masalah jika kamu sudah tidak mencintaiku lagi.
Biarkan Firlia ... menemanimu di masa depan.
Keesokan paginya setelah Brianna bangun, dia melihat Carlo yang mengenakan jas sedang berdiri di ruang tamu sambil menelepon seseorang.
"Kamu benar-benar berhasil menemukannya? Pendonor yang masih hidup? Selain itu pihak lain juga bersedia?" Nada Carlo dipenuhi dengan kejutan dan kelegaan. "Baik, aku akan segera ke sana!"
Setelah memutuskan panggilan, Carlo menunjukkan ekspresi rileks untuk pertama kalinya selama beberapa hari ini, dia bahkan juga tersenyum tipis.
Saat menoleh, tatapannya langsung mendingin saat melihat Brianna yang sedang berdiri di tangga.
"Aku sangat sibuk akhir-akhir ini dan nggak punya waktu untuk memedulikanmu. Tinggalah dengan tenang di sini dan jangan buat masalah."
Dia pergi dengan langkah besar setelah mengatakan ini.