Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Seluruh tubuhnya bergetar. Dia berbalik hendak melarikan diri, namun Nadya yang peka segera melihatnya. "Luna?" Nadya membelalakkan mata dengan kaget. Suaranya manis hingga terdengar menusuk. "Kebetulan sekali, nggak menyangka bertemu kamu di sini. Oh benar, bagaimana lukanya? Sebenarnya aku berniat menjengukmu ke rumah sakit, tetapi belakangan ini memang ... " Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, dering ponsel tiba-tiba berbunyi. Nadya tersenyum minta maaf, lalu berjalan ke samping untuk menjawab panggilan. Wajah Charlie seketika menjadi suram. "Kamu mengikuti aku lagi?" Suaranya dipelankan, tatapannya setajam pisau. "Sudah kubilang, aku dan Nadya hanya teman biasa. Berhentilah bersikap curiga terus." Luna menatap pria yang telah dia cintai selama delapan tahun itu, lalu mendadak tersenyum. "Sudahlah, Charlie ... aku nggak peduli apa pun hubungan kalian." Suaranya ringan, tapi penuh makna. "Kamu terlalu menjaga kebersihan tubuh, aku juga mau menjaga kebersihan jiwaku. Selama ini aku menghormati kebiasaanmu, tapi aku ingin kamu menghormati aku juga, setidaknya mulailah bersikap jujur." Charlie mengerutkan kening. "Sebenarnya apa yang ingin kamu bilang?" Luna baru hendak membuka mulut ketika alarm kebakaran yang nyaring tiba-tiba memecah keheningan. "Kebakaran! Cepat lari!" Kerumunan orang seketika panik. Asap tebal menyeruak dari segala arah bagaikan gelombang. Charlie dan Luna terdorong hingga terpisah oleh orang-orang yang panik, hanya dalam hitungan detik jarak mereka bertambah beberapa meter. Luna berusaha menjaga keseimbangan untuk mundur, namun seseorang dari belakang mendorongnya keras. Dia terjatuh dengan keras. Bagian belakang kepalanya menghantam lantai marmer dingin, membuat pandangannya gelap sejenak. Rasa sakit yang hebat menjalar dari punggung. Begitu banyak kaki menginjak tubuhnya, tulang iganya serasa diremukkan, dan telapak tangannya hancur berlumur darah. Dia mencoba bangkit sambil bergumul dengan rasa sakit, namun kembali terdorong jatuh. Dalam pandangan yang kabur, dia melihat Charlie berusaha keras membelah kerumunan. Pada detik itu, dia mengira pria itu datang untuk menyelamatkannya. Namun, sedetik kemudian ... "Nadya!" Charlie berbalik tanpa ragu dan berlari ke arah Nadya yang berada agak jauh! Dia melihat jelas bagaimana pria itu merengkuh Nadya ke dalam pelukannya, menggunakan tubuhnya untuk melindungi perempuan itu dari desakan massa. Luna terbaring di lantai dingin itu, matanya memerah menatap punggung mereka yang menjauh. Tulang rusuknya mungkin retak, setiap tarikan napas seperti berbau darah. Namun dibanding rasa sakit fisik, hati yang terkoyak jauh lebih membuatnya sesak. Asap makin pekat, dan cahaya api mewarnai seluruh pusat perbelanjaan menjadi merah menyala. Kesadaran Luna perlahan memudar, sampai akhirnya dia benar-benar pingsan. ... Luna terbangun dengan seluruh tubuh seperti terbakar rasa sakit. "Nona Luna, luka bakar Anda cukup parah dan tersebar di banyak bagian tubuh. Kami harus segera mengumpulkan beberapa dokter dan memulai operasi," ujar dokter dengan ekspresi tegang. Kalau terlambat, risiko teringan adalah kerusakan di wajah, dan yang terparah bisa menyebabkan organ Anda gagal berfungsi." Dia berusaha keras untuk duduk, suaranya serak. "Sewa seluruh rumah sakit. Kerahkan semua sumber daya medis." Para dokter segera bergerak cepat. Namun, saat dia sedang didorong menuju ruang operasi, tiba-tiba terdengar suara pertengkaran dari ujung lorong. "Kamu bilang rumah sakit sudah disewa seluruhnya?" Suara itu membuat tubuh Luna menegang. Melalui celah di samping ranjang dorong, dia melihat Charlie sedang menggendong Nadya yang tak sadarkan diri, tengah berhadapan dengan para petugas medis. "Benar, Pak Charlie. Hari ini rumah sakit hanya bisa melayani satu pasien kritis ... " "Pacarku mengalami kecelakaan dan harus dioperasi hari ini juga!" Suara Charlie terdengar tajam. "Rumah sakit umum disuap untuk mengutamakan satu orang saja, ini jelas pelanggaran hukum yang serius!" Dia langsung mengeluarkan kartu lisensi pengacaranya. Lencana logamnya memantulkan kilau dingin di bawah lampu. "Segera tangani pasienku, atau siap-siap berhadapan di pengadilan!" Para dokter saling berpandangan. Siapa yang tak kenal reputasi pengacara emas Charlie yang tak pernah kalah? Lima menit kemudian, operasi Luna dibatalkan. "Maafkan kami, Nona Luna ... " Dokter penanggung jawab berdiri di samping ranjangnya dengan wajah penuh rasa bersalah. "Pak Charlie bilang jika kami menolak, dia akan mengekspos rumah sakit. Karena dokter yang tersedia terbatas, dan operasi Anda membutuhkan banyak dokter senior sekaligus, Anda harus menunggu sampai operasi nona itu selesai ... " Luna terbaring di ranjang dorong, rasa perih membakar seluruh tubuhnya, tapi tetap kalah dibanding rasa sakit di hatinya. Dia hanya bisa menyaksikan Charlie yang gelisah mondar-mandir di depan ruang operasi Nadya. Pria itu terus melihat jam, berjalan bolak-balik, bahkan menghentikan tiap perawat yang lewat untuk menanyakan perkembangan. Orang yang selalu menjaga jarak dan tak mau disentuh itu ternyata bisa juga seperti ini. Hanya saja, orang yang bisa membuatnya rela seperti itu ... bukan dirinya.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.